LUDUS & PRAGMA

68. Antara Persahabatan Dan Percintaan!



68. Antara Persahabatan Dan Percintaan!

0Fajar datang dengan senyum indah di atas cakrawala dan diiringi ramainya kicaun burung yang saling bersahut satu sama lain. Hangat! Sinar yang datang menghantam bumi memang hangat kala itu menerpa permukaan kulitmu, akan tetapi kehangatan itu tak berlaku jikalau sudah dihadapkan pasal suasana hati dan perasaan yang sedang kalut. Kalian tahu kenapa? Sebab jikalau hati dan perasaan sudah dihancurkan dengan paksa oleh orang-orang jahat tak bertanggung jawab maka apapun bujukan dan hiburan yang diberikan alam untuk kita tiada pernah ada guna dan manfaatnya. Mencoba tetap baik-baik saja kala suasana tak sedang mau diajak untuk bersahabat adalah hal terberat yang pernah dilakukan oleh gadis bersurai pekat dengan paras cantik dan tubuh mungil sedikit semampai itu. Sejak dari pagi ia tak benar bisa tersenyum tulus untuk mengimbangi suasana dan cuaca yang sedang bagus-bagusnya pagi menjelang siang hari ini. Candaan dari Davina dan beberapa teman sebaya dan sepermainan dengannya hanya direspon dengan 'haha-hihi' ringan tanpa ada ketulusan dari dalam hatinya.     
0

Percaya saja Davina si gadis cerewet yang tiba-tiba dalam sehari diangkat menjadi teman duduk satu meja dengan alasan Davira sedang tak ingin duduk di sisi Arka sebab bosan itu sudah melontarkan banyak pertanyaan aneh nan menyebalkan yang sumpah demi apapun sangat mengganggu untuk Davira Faranisa. Ingin marah, namun gadis itu paham kalau Davina melakukan itu sebab rasa khawatir yang teramat besar melihat Davira tak seperti biasanya.     

"Lo beneran gak mau gue anter ke UKS?" Suara gadis lembut menyela di sela dentingan garpu dan sendok yang saling beradu di atas licinnya permukaan mangkuk dengan kuah bakso dan beberapa isi menu serupa yang hanya tinggal setengahnya saja.     

Davira menggeleng ringan. Mengembuskan napasnya kasar tanpa mau merubah arah sorot matanya untuk bisa menatap dengan benar paras gadis sebaya dengannya yang menjadi lawan bicaranya saat ini.     

"Muka lo pucet dan badan lo keliatan lemes—"     

"Itu karena gue kurang tidur semalem dan hari ini ...." Davira menghentikan kalimatnya sejenak. Merubah arah tatapan mengarah pada Davina yang baru saja membulatkan matanya sebab perubahan ekspresi Davira sedikit menyeramkan bak singa yang sudah siap menerkam mangsanya hidup-hidup.     

"Bisa gak untuk gak gangguin gue dengan pertanyaan itu? Jujur aja gue keganggu sama semua kalimat yang lo lontarin ke gue," katanya dengan nada melunak. Baiklah kalimat itu mungkin tak terlalu panjang juga tak bertele-tele, namun jika dirasakan dengan benar kalimat itu sungguh menyakitkan dan menggores batin sebab kepedulian yang diberikan Davina untuk teman dekatnya itu tiada harganya kali ini.     

Marah? Tidak! Davina paham benar bahwa apapun yang terjadi antara Davira dan Arka hingga mereka saling jauh dan mendiamkan seperti ini adalah satu masalah yang cukup serius. Jika memang bukan saat ini, ia akan menunggu Davira untuk menceritakannya nanti.     

"Gue cuma nawarin aja—"     

"Gue paham itu, tapi tak bisakah kita fokus makan karena jam istirahat mau habis? Gue laper banget," sahut Davira lagi-lagi memotong kalimat milik teman duduknya itu.     

Davina tersenyum singkat. Selain menyebalkan dengan segala tingkahnya, Davira bisa melucu juga di saat keadaanya yang seperti ini, meskipun lawakannya itu tak bisa membuatnya tertawa terbahak-bahak namun setidaknya ia sedikit bisa bernapas lega sebab suasana hati Davira tak seburuk yang ada di dalam bayangannya.     

"Kalau ada apa-apa langsung kabarin gue, oke?" tukas Davina sembari sedikit merengek manja untuk bisa menghibur hati Davira yang jelas sedang kalut saat ini.     

"Hm."     

***LnP***     

Siang datang bersama sinar mentari yang semakin tegas memanas seakan ingin memanggang seluruh komponen yang ada di bawahnya. Udara khas pagi yang dingin membawa butiran embun pun kini benar-benar hilang dan menyisakan embusan sang bayu yang bisa dikatakan sangat minim hingga hawa panaslah yang menjadi suasana di tengah hari begini. Pelajaran fisika, sedikit menyebalkan jikalau sang guru pergi tak mengajar dan hanya meninggalkan tugas sebagai gantinya dan akan sangat menyebalkan kalau-kalau guru datang memberi kabar bahwa praktikum kerja yang akan berakhir pada lembar demi lembar laporan adalah kegiatan guna mengisi waktu pembelajaran yang ada.     

--dan semua itu sangat menjengkelkan dengan suasana panas yang benar-benar sudah melewati batasannya!     

"Ra!" panggil seseorang menyela langkah Davira yang tegas menyusuri tepi lapangan bersama beberapa temannya untuk sampai ke laboratorium fisika diu ujung sekolah.     

Tak hanya Davira yang menoleh, namun juga beberapa teman sebaya yang ikut sejenak menghentikan langkah dan memberi tatapan aneh pada remaja berkaos biru tua tanpa lengan dengan celana pendek berwarna senada yang jatuh di kedua lututnya. Remaja itu melambai ringan sembari tersenyum kuda. Menepuk pundak teman mainnya di lapangan seakan memberi isyarat untuk mereka melanjutkan permainan tanpa adanya Arka Aditya sebab ia ingin mangkir selama beberapa menit kedepan.     

"Akhirnya dia manggil lo," bisik Davina pada gadis yang kini diam sembari menarik napasnya dalam-dalam dan mengembuskannya kasar. Entah mengapa semarah apapun dirinya pada Arka, ia tak bisa benar-benar mengabaikan remaja sialan yang sekarang bisa dikatakan bahwa ia berdiri di pihak sang mama bukan berada di sisi Davira seperti biasanya.     

"Lo udah makan siang?" tanyannya berbasa-basi kala posisi dirasa sudah pas untuk memulai obrolan dengan Davira Faranisa.     

Gadis itu diam dan mengunci rapat bibirnya. Terus memberi tatapan tajam bak singa yang sedang mencoba membidik mangsanya di tengah panasnya gurun sahara.     

"Gue kira lo gak bakalan—"     

"Gue sibuk. Simpan kalimat gak berguna lo sendirian, gue gak butuh," tukasnya dengan nada sinis memotong kalimat remaja yang diam seketika kemudian lekas merubah ekspresinya dengan mengembangkan senyum manis di atas paras tampan yang dipenuhi keringat sebab lelah mungkin dirasa setelah berjam-jam bermain di bawah sengatan sinar sang surya.     

"Kalau pulang sekolah lo sibuk?"     

"Hm, sangat sibuk." Sangat singkat dengan nada sinis nan dingin serta perubahan raut wajah yang bisa dikatakan bahwa Davira kali ini sedang memendam emosi dalam dirinya. Baiklah, Davina tak harus tetap berada di antara mereka berdua saat ini. Untuk itu, gadis yang selalu tersenyum menampilkan gigi rapi nan bersih miliknya kala seseorang menyapa dan memanggil namanya itu memilih untuk berpamitan dan undur diri meninggalkan si teman duduk juga remaja yang sumpah demi apapun memiliki nyali yang besar sebab berani mengganggu singa yang sedang kelaparan di tengah jiwa yang sedang mengebu-gebu seperti sekarang ini.     

"Kalau nanti sehabis senja?"     

"Sangat sibuk," sahutnya dengan nada melirih. Melirik sekilas orang-orang di belakang Arka Aditya yang kini ikut menonton perdebatan singkat mereka berdua. Di antara mereka ada satu wajah yang jelas tak mengharapkan kejadian ini terjadi dan berlanjut lebih lama lagi, Adam Liandra Kin.     

"Gue pergi," sambungnya singkat. Kini tegas memutar tubuhnya dan berjalan menjauh dari posisi Arka.     

"Lo masih marah sama gue?!" pekik Arka dengan sedikit berteriak. Mengambil beberapa langkah untuk menyusul Davira yang jelas tak acuh akan suara lantang milik Arka Aditya.     

"Kalau masih marah kenapa lo nyiapin makan pagi buat gue dan ninggalin pesan di sisi pintu kamar?!"     

Ck, Sialan! Remaja itu benar-benar tak tahu malu. Bagaimana bisa ia berkata begitu dengan suara lantang di tengah-tengah khalayak umum seperti itu.     

Davira kini menghentikan langkahnya. Cepat tubuhnya berputar untuk menatap Arka yang sudah mematung di tempatnya.     

"Lo itu bikin gue binggung tau gak? Gue kira lo udah gak marah lagi karena kemaren malem, tapi ...." Arka menghentikan ucapannya kala gadis yang tadinya tetap kokoh dalam posisinya itu berjalan mendekat dan menghampiri remaja yang samar tersenyum tipis untuk aksi ambigunya barusan itu.     

Bingo! Sesuai dugaan bahwa Davira akan datang padanya jikalau ia mengatakan hal aneh seperti itu.     

"Akhirnya lo balik juga," ucapnya melirih.     

Davira kini sejenak menyipitkan matanya. Menatap perubahan ekspresi wajah Arka yang sangat menyebalkan saat ini. Ekpresi wajah itu ... Davira mengenalnya dengan baik. Remaja brengsek ini sedang melucu di atas kemarahannya rupanya.     

Kini gadis berparas cantik itu menoleh. Menatap sekelilingannya yang jelas memberi tatapan aneh penuh kecurigaan pada Davira juga Arka Aditnya. Mereka berkencan dan tinggal bersama semalam? Mungkin itulah salah satu dari banyak pertanyaan yang terbesit di dalam otak mereka. Memang benar sialan sahabat kecilnya satu ini. Jikalau saja bukan sebab Tante Desi yang datang pagi buta dan membangunkannya dengan memberi kabar bahwa Arka menginap di dalam kamar tamu rumah Davira semalam, gadis itu tak akan pernah tau bahwa ada makhluk menyebalkan yang sudah menjaganya kemarin malam. Pun kalau ia tahu, ia tak akan mau menyiapkan sarapan hanya untuk mengenyangkan perut remaja brengsek ini.     

"Lo puas?" tanya Davira saat semuanya sudah berakhir. Bukan padangan aneh yang ditujukan padanya, namun segala tingkah kekanak-kanakan milik Arka Aditya.     

"Sisihkan waktu selepas senja, gue mau ngomong sesuatu."     

"Gue gak mau," tukas Davira kembali memutar tubuhnya dan melangkah menjauh dari Arka. Akan tetapi belum sempat langkah tercipta, Arka sudah menarik pergelangan tangannya hingga memaksa gadis itu mau tak mau harus kembali berhenti dan berbalik badan untuk meladeni Arka.     

"Sepuluh menit."     

"Dia bilang gak mau kenapa lo terus maksa?" sela suara bariton menginterupsi keduanya. Baik Arka maupun Davira kini menoleh bersamaan. Menatap paras tampan seorang remaja yang tergas berjalan ke arahnya.     

"Jadi lepasin dan biarin dia pergi," pintanya dengan nada lembut dan bersahabat.     

"Kenapa lo jadi ngatur. Ini urusan kita," tutur Arka dengan nada kesal. Ia masih ingat benar bahwa orang yang menyebabkan kekacauan ini adalah Adam Liandra Kin. Remaja brengsek yang sedang mengganggu momennya bersama Davira.     

"Entahlah, gue kira gue udah punya hak sekarang. Bukankah gitu, Ra?"     

Sialan! Mereka berdua benar-benar menyebalkan siang ini. Bisa-bisanya mereka 'bermain' di atas rasa marah dan dongkol yang dimiliki Davira saat ini.     

"Pergi ...," lirih gadis itu akhirnya menyela.     

"Lo denger 'kan? Dia nyuruh lo pergi, Dam!"     

"KALIAN YANG PERGI! CIH, MENYEBALKAN!!!" umpat Davira kasar melepas genggaman tangan Arka dan kali ini benar-benar memutar tubuhnya dan berlari menjauh dari dua remaja aneh yang sumpah demi apapun, Davira membenci mereka berdua saat ini.     

... To be Continued ...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.