LUDUS & PRAGMA

71. Proses Pendewasaan Terbaik (Pt.1)



71. Proses Pendewasaan Terbaik (Pt.1)

0Lembut embusan sang bayu membelai permukaan kulit putih dua remaja yang masih saling tatap dalam diam tiada suara yang menyela setelah satu pesan masuk ke dalam ponsel milik Arka Aditya beberapa menit yang lalu. Dalam pesan singkat itu membawa sebuah informasi pada sang penerima untuk segera menemui sang pengirim di taman dekat halte sisi perempatan jalan. Tak ingin menunggu lama, hanya memberi waktu maksimal seperempat putaran jarum jam Arka harus sudah menampakkan batang hidungnya. Katanya juga, ada hal penting yang ingin dibicarakan olehnya dengan remaja yang kini mulai berjalan mendekat ke arah posisi berdiri lawan biacara sebaya yang sudah mengirimi pesan singkat itu. Di akhir kalimat yang diketikkan untuk Arka, ia memberi peringatan bahwa Davira tak boleh tau tentang ini. Apapun alasannya!     
0

"Lo gak ada kerjaan selain ganggu gue?" kata Arka menghentikan langkahnya kala yang diajak berbicaranya sudah berada dalam posisi dekat dengannya.     

Adam –remaja sialan yang sudah menyuruhnya keluar dari dalam rumah Davira— hanya mengangkat satu sisi bahunya sembari tersenyum aneh. Memberi tatapan tajam pada remaja sebaya dengannya bak seorang elang yang sedang membidik mangsa di udara.     

"Gue suka sama Davira," aku Adam dengan nada tegas. Tak mau banyak berbasa-basi untuk maksud dan tujuannya mengajak Arka datang kemari.     

"Lalu? Gue harus bikin perayaan dan pesta kembang api?"     

"Lo harus jauhin dia." Adam melanjutkan kalimatnya. Tegas memblokir seluruh fokus milik remaja yang baru saja menautkan alisnya sembari melipat keningnya samar. Kedua sisi mata bulatnya berkerut. Tak mengerti apa yang baru saja dikatakan oleh Adam Liandra Kin barusan. Bukan tak mengerti arti dari kalimat singkat itu, akan tetapi Arka tak mengerti dengan maksud dan tujuan Adam mengatakannya. Mengapa dan atas hak apa remaja sialan ini menyuruhnya untuk menjauhi Davira?     

"Kalau gue gak mau?" tanya Arka menentang. Tersenyum tipis untuk mengakhiri kalimat yang sukses membuat seorang Adam Liandra Kin menunjukkan sifat aslinya. Selain brengsek dan suka 'bermain' bersama gadis-gadis cantik sebaya bahkan lebih tua darinya, Adam itu ... licik!     

"Maka gue akan buat Davira menjauh dari lo."     

"Lo ngancem gue?" Arka menyela. Membuat tawa palsu untuk pernyataan dramatis yang baru saja diucapkan oleh Adam Liandra Kin.     

"Gue Cuma ngasih tahu. Karena lo adalah temen gue," tuturnya memberi pembelaan.     

"Gue suka sama Davira." Arka kini mengubah arah pembicaraan mereka. Sejenak melangkah maju untuk lebih mengintimkan posisi bicara mereka saat ini.     

"Gue cuma ngasih tau. Karen lo adalah temen gue," sambung remaja berponi itu meniru kalimat dan logat bicara milik Adam.     

"Selamat." Remaja yang terlihat begitu tampan dengan kaos putih polos yang dibalut hoodie biru tua dengan celana panjang yang jatuh tepat di atas mata kakinya itu kini kembali menyeringai. Menepuk kasar pundak remaja yang masih diam bungkam sembari menyipitkan kedua mata bulatnya untuk mencoba menerka apa maksud dari kalimat singkat Adam barusan itu.     

"Selamat karena kita saingan sekarang," tutur remaja berponi belah tengah itu memungkaskan kalimatnya. Lagi-lagi tersenyum aneh untuk mengekspresikan betapa canggung dan anehnya suasana yang tercipta saat ini.     

Kalau ditelisik dengan baik alasan Adam datang ke khawasan komplek rumah Davira setelah menghantar Kayla pulang dan mengganti bajunya itu tak lain tak bukan adalah guna menyambangi rumah seorang Davira Faranisa. Berbagai alasan sudah disusunnya dengan baik nan rapi guna menjawab segala pertanyaan yang mungkin saja akan dilontarkan Davira pasal kedatangan Adam yang terkesan tiba-tiba tanpa ada kabar juga perencaan terlebih dahulu itu. Akan tetapi layaknya karma yang tak akan pernah jauh dari tuannya hanya menunggu waktu yang tepat untuk menyadarkan dengan memberi tamparan keras pada si pendosa itu, Adam mendapatkan balasan setimpal perihal yang terjadi pada Davira sebelumnya.     

Melihat momen Arka bersama dengan Davira dalam sebuah adegan mesra layaknya dua tokoh utama dalam serial drama televisi yang pernah ditontonnya, Davira jatuh dalam pelukan hangat milik Arka Aditya. Remaja sialan yang mencoba menenangkan sesenggukkan yang muncul di sela isak tangis gadis pujaannya. Hati Adam hancur! Semesta meleburkan sudah segala harapan malam indah bersama Davira yang sudah diidam-idamkannya selama perjalanannya kemari. Sebab dari itu, Adam memanggil Arka melalui sebuah pesan singkat. Bukan untuk menghancur leburkan wajah dan fisik remaja sebaya dengannya itu dalam sebuah pertarungan kecil bak dua ayam jantan yang merebutkan satu betina cantik. Namun hanya sekadar ingin berbicang. Meminta satu pengertian pada Arka agar remaja itu tak serakah dengan melampaui batasan sebagai seorang sahabat.     

Jika Arka adalah sahabat baik yang selalu ada di sisi Davira secara fisik, Adam adalah pacar laki-laki yang selalu hadir dan mendampingi Davira baik dalam hati maupun secara fisik. Itulah singkatnya permintaan yang diinginkan seorang Adam Liandra Kin pada remaja sebaya yang mendampinginya sebagai wakil ketua basket itu.     

"Jangan serakah." Adam kembali membuka suaranya kala Arka hanya diam dan terus memberi tatapan aneh padanya.     

Remaja di depannya tersenyum miring. "Gue serakah?" protesnya dengan tawa meledek.     

"Adam dengerin gue!" Arka kini mempertegas suaranya. Meraih kerah baju remaja di depannya itu dan mencengkramnya kuat.     

"Jauhi Davira selagi gue masih meminta dengan sopan," sambung Arka memperkuat cengkraman tangannya.     

Adam terkekeh kecil. "Sopan dengan narik kerah baju gue?" kekehnya melepas kasar cengkraman tangan milik remaja yang ada di depannya itu.     

Baiklah, kekehan dan tawa ringan milik Adam barusan itu sudah memprovokasi amarah dan kejengkelan yang ada dalam diri Arka. Kalau boleh mengeluarkan segala perasaannya terkait Adam, hanya satu yang dirasakan oleh remaja jangkung yang setara tinggi dengan Adam Liandra Kin itu. Bahwa Arka Aditya sudah muak! Ia muak harus selalu diam dan berpur-pura tak mengetahui apapun terkait Adam juga sahabat kecilnya itu. Arka tahu semuanya. Bahkan, saat Adam menghantar Davira pulang kemarin malam. Meminjamkan jaketnya untuk Davira dan Arka mendengar semuanya. Kalimat yang diucapkan oleh Davira malam kemarinlah yang membuatnya tak bisa lebih lama lagi dalam memendam semua rasa muak dan menjengkelkan ini.     

"Davira terlalu baik jikalau hanya untuk lo jadiin bahan mainan. Dia terlalu lemah untuk lo beri harapan palsu! Dan dia terlalu—"     

"Lo gak tau gue seperti apa, Ka. Jadi jangan menyimpulkan apapun saat ini." Adam menyela. Mencoba tetap sabar dengan melunakkan nada bicaranya.     

"Kak Lita, Kayla, dan beberapa senior official basket. Lo pikir gue gak tau sejauh mana lo pergi?" beber remaja itu dengan terus memberi penekanan dalam setiap kata yang diucapkannya.     

"Lo ngawasin gue?" protes Adam kini mengambil satu langkah maju untuk kembali mendekat pada Arka. Remaja yang dilontari pertanyaan mengangguk tegas sembari mengerang ringan. Menyetujui kalimat tanya yang ditujukan untuknya tanpa bantahan atau pembelaan dari Arka Aditya.     

"Semua yang ada di sekitar Davira, termasuk ancaman yang membahayakan." Arka kini kembali menarik kerah baju milik Adam. Memberi tatapan tajam penuh amarah yang membara pada remaja brengsek yang masih berani-beraninya tersenyum di atas amarah seorang Arka Aditya.     

"Jadi selagi gue masih baik, lo—"     

"Davira gak sama seperti mereka," sela Adam balas memberi cengkraman kuat untuk Arka Aditya. Kini bukan hanya Arka yang naik pitam, namun juga Adam Liadra Kin.     

"Apa bedanya?! Lo gak akan pernah bisa bedain mana gadis baik dan mana gadis yang berpura-pura baik yang menutupi keburukannya dengan wajah cantik 'kan?"     

"Davira ... lebih misterius, lebih cantik, dan lebih seksi—"     

BUGH! Satu bogem mentah sukses mengenai permukaan pipi tirus milik Adam Liandra Kin. Remaja itu ambruk sebab tak sempat untuk mempersiapkan posisi agar bisa menahan hal gila yang baru saja dilayangkan Arka untuk dirinya itu.     

"Bangun!" kata Arka memerintah dengan nada terengah-engah sebab jikalau dilihat dengan baik, meskipun itu adalah perkelahian pertamanya dengan seseorang, namun Arka tepat membidikkan titik tinju dengan mengerahkan segala tenaga yang dipunyainya saat ini.     

"Lo ninju gue?" Adam perlahan bangkit. Mengusap kasar sisi bibirnya yang baru saja mengeluarkan setetes darah segar.     

"Hm, padahal gue pengen meludah di wajah lo tadi." Arka menyela. Menarik hoodie remaja yang kini mulai memberi perlawanan dengan menampikkan tangannya kasar.     

"Gue udah bilang tadi. Selagi gue masih baik—"     

Bruk! Pembalasan sang sempurna. Tubuh jangkung milik Arka Aditya kini ambruk dengan kasar setelah satu tinju mendarat di atas pipi kirinya. Sakit! Ternyata adegan pertengkaran yang tak pernah dilakukannya sebelum ini akan meninggalkan rasa sakit dan perih sebab hantaman kuat di atas tulang pipinya itu.     

"Gue juga udah bilang kalau gue gak mau!" elak remaja berponi belah tengah itu menarik jaket yang digunakan oleh Arka. Mencoba menarik tubuh jangkung lawannya itu sebab ia tak juga kunjung bangkit dan melanjutkan peperangan ringan mereka berdua saat ini.     

Arka melawan dengan memberi satu jejakan kasar di atas pinggang milik Adam. Mendorong tubuh atletis remaja itu agar ambruk dan menjauh dari pandangannya. Arka sigap bangkit. Menindih tubuh milik Adam sembari tersenyum miring. "Tubuh lo lemah rupanya," kekehnya singkat. Kemudian mulai menghujani paras tampan milik Adam dengan tinju demi tinju brutal tanpa memberi jeda agar Adam bisa sedikit bernapas.     

"Lo! Gila!" umpatnya di sela-sela bogem mentah yang diberikannya teruntuk Adam. Tak hanya diam, remaja jangkung yang menjadi lawan main Arka Aditya itu kini melawan. Membalikkan posisi hanya dengan tampikkan tangan dan dorongan kasar yang membut tubuh Arka kembali menyentuh kasar dan kotornya tanah.     

"Apapun alasannya, gue akan mendapatkan hati Davira," lirihnya terengah-engah. Mencengkram kuat lengan baju yang dikenakan oleh Arka kemudian sukses memberi balasan atas apa yang sudah dilakukan Arka padanya. Wajah Adam kacau. Begitu juga dengan Arka yang sudah memulai semua pertengkaran layaknya bocah yang sedang memperebutkan satu gula-gula manis. Luka memar kini menghias dia atas paras tampan keduanya. Darah segar mengalir seakan menjadi penyempurna berakhirnya perang dingin antara mereka. Baik Arka maupun Adam, sedikit puas setelah membabak-belurkan wajah mereka masing-masing malam ini. Kini hanya tinggal satu penyesalan yang ada di antara keduanya. Mengapa ... mereka menjadi seperti ini?     

... To be Continued ...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.