LUDUS & PRAGMA

89. Kalimat Bijak Dari Orang Jahat.



89. Kalimat Bijak Dari Orang Jahat.

0Dentuman suara musik pop nyaring mengudara. Memenuhi segala sudut ruangan tak terlalu lebar juga tak terlalu sempit dengan beberapa pengujung yang memenuhi ruangan. Di tempat yang dibangun di sela padatnya Kota Jakarta inilah dua remaja yang baru saja bersua itu menghabiskan waktu untuk sejenak berbincang ringan sembari mengisi perut di siang menjelang sore begini.     
0

Kayla Jovanka bersama Candra Gilang yang bisa dikatakan bahwa ini adalah pemandangan aneh dan langka. Sebab jikalau ditelisik dengan benar, momen mereka benar-benar berbincang dalam satu meja yang sama hampir tak pernah terjadi baik di lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah seperti saat ini. Jadi jangan heran jikalau obrolan ringan mereka sesekali tersela dengan hening yang datang membentang sebab canggung datang menghandang di antara keduanya.     

Kayla bertemu dengan remaja itu di sebuah pusat perbelanjaan yang di bangun tepat di sisi kafe yang menjadi tempat singgahnya sekarang ini. Dalam pembelaan remaja jangkung tak setampan Adam Liandra Kin itu, ia datang dengan gaya busana yang sedikit aneh dan apa adanya itu sebab satu hal yang dikata penting tak bisa disela lagi. Ulang tahun sang pacar yang akan dihadirinya nanti malam. Sumpah demi apapun, remaja dengan gaya rambut cepak ala tentara yang sedang melaksanakan tugas negara itu terlihat kacau dan kalang kabut saat ditemuinya di dalam mal tadi. Di sela kekacauan dan kepanikan yang ada di dalam dirinya, ia meminta bantuan pada gadis bermata kucing yang ditemuinya di sana. Dengan penuh permohonan yang amat sangat sopan juga santun, Candra berkata pada gadis yang sama untuk mencarikannya sebuah kado yang pas untuk sang kekasih hati.     

"Jujur gue masih gak percaya lo bisa punya pacar," ucap Kayla di sela-sela aktivitas makannya. Sejenak melirik Candra yang kini kembali berdecak ringan untuk pernyataan yang diucap oleh gadis di depannya itu. Pernyataan yang sama yang dikatakannya sudah lebih dari tiga kali!     

"Dan satu tahun lebih tua dari lo?" tanya Kayla kini mulai terkekeh setelah sukses menelan siomay yang dipesannya beberapa waktu lalu.     

Candra kini meletakkan kasar garpu yang ada di dalam genggamannya. Berdecak ringan kemudian memberi tatapan tajam bak elang yang sedang membidik mangsanya di udara.     

"Dia cantik?" sambung gadis itu di sela kekehan yang ia ciptakan.     

Candra kini mulai jengkel. Mengunyah kasar siomay pedas yang ada di dalam mulutnya kemudian menarik segelas es teh yang dipesannya bersama semangkuk siomay dengan gulungan kubis yang mendominasi menunya.     

"Lebih cantik dari lo." Sinis! Nada bicara yang ditunjukkan remaja bermata bulat dengan pipi tirus itu sangat sinis. Bagaimana tidak, selepas keluar dari dalam kawasan mal Kayla tak henti-hentinya menertawai ketidakpercayaannya sendiri terkait cerita dari remaja jangkung dengan badan krempeng yang sudah menjajakannya semangkuk siomay dengan soda yang menemani di sisi mangkuk itu. Ia tak percaya, sungguh! Bagaimana bisa Candra memiliki kekasih berbeda usia juga berbeda sekolah dengannya mengingat di dalam tim basket, orang dungu dalam merayu dan bermain cinta adalah dirinya.     

"Ngomong-ngomong, dia beneran bakalan suka sama kadonya 'kan? Lo gak lagi ngerjain gue 'kan?" Candra kini mengubah arah pembicaraan mereka. Melirik sejenak tas kecil dari kain berpita merah muda yang dibawanya setelah keluar dari dalam toko.     

"Katakan cewek mana yang bakalan nolak kalau dikasih kalung liontin emas?! Ada?!"     

Candra menggeleng. "Dia bukan cewek mantre kayak lo," tuturnya dengan nada meledek.     

Kayla menyeringai. Menatap remaja kurus yang terlihat benar-benar kuno dengan kemeja kotak-kotak yang dipadukan dengan celana jeans panjang dan sepasang sepatu convers imitasi juga jaket biru tua yang membalut tubuh krempengnya. Sungguh sekali lagi Kayla ingin memastikan, bagaimana bisa Candra mendapatkan pacar dengan gaya berpakaian dan wajah yang tak ada kharisma-nya sama sekali?     

"Semua cewek itu matre. Lo tau itu 'kan?" kelit gadis di depannya sembari menyeringai tegas.     

Candra mengangguk. "Tapi gue cinta dia. Cinta banget," tukas Candra kemudian kembali menyeruput es teh yang ada di sisi mangkuk berisi somay yang sudah ia makan separuhnya.     

"Gue juga gitu." Kayla menyahut.     

"lo cinta sama pacar gue?" tanya Candra dengan memberi tatapan penuh kepolosan pada gadis di depannya.     

Kayla menoleh. Menatap Candra yang baru saja membuat dirinya kesal. Jari jemarinya kini tegas menarik tisu yang ada di sisinya dan menggulungnya menjadi bola-bola kecil kemudian melemparkannya pada Candra. Berdecak ringan kemudian kembali menurunkan pandangannya untuk menatap mangkuk siomay yang hampir habis isinya.     

"Adam. Yang gue maksud adalah temen lo Adam."     

Candra kini menghentikan aktivitasnya. Menatap teduh gadis yang baru saja mendesah kasar kemudian memaksa satu suap kentang bersaus kacang pedas masuk ke dalam mulutnya.     

"Gue rasa dia cuma belum bisa menentukan mau dibawa kemana hati dan perasaan dia." Candra menimpali. Jujur saja, ia tak ingin memberi semangat. Ia hanya ... hanya ingin mengatakan hal itu untuk Kayla Jovanka.     

"Dia suka sama Davira."     

"Kak Lita juga. Kadang dia pergi sama senior official basket lainnya. Temen sosial media hampir 90 persen adalah cewek cantik seusia dan di atas usia darinya," sela Candra melajutkan kalimat dari gadis yang kini menatap Candra dengan tatapan sayu miliknya.     

"Jadi ... jangan menyimpulkan selama mereka belum benar jadian." Tutup Candra dengan senyum kaku di atas paras tak tampan miliknya.     

"Taruhan itu ... kenapa lo buat—"     

"Gue cuma bicara asal, tapi Adam yang menentukan syarat dan ketentuannya."     

"Dengan memilih Davira?" tanya Kayla melunakkan nada bicaranya.     

Candra menganggukkan kepalanya. "Dan gue milih lo buat jadi temen nonton konser satu minggu lagi."     

Kayla kini tersenyum singkat. "Gue harus ikut?"     

"Gue maksa," ucap Candra tersenyum manis.     

"Maka gue gak akan ikut," sahut gadis bermata kucing di depannya itu dengan tegas. Kayla bukan tipe gadis yang mau ikut campur dalam permainan bocah yang dilakukan oleh teman-teman sebaya dengannya itu, kecuali jikalau Adam yang memintanya.     

"Bisa lo batalin? Maksud gue, lo bisa bikin taruhan baru yang lebih—"     

"Lo khawatir?" sahut Candra menatap penuh makna gadis yang begitu terlihat cantik nan anggun dengan riasan make up tipis namun cukup untuk menyempurnakan wajah oriental miliknya. Kuncir kuda yang apik menyatukan rambut panjang nan pekat miliknya dan sepasang anting kecil yang ia sematkan di kedua ujung telinganya. Pakaian yang dikenakan gadis itu pun terlihat simpel, namun bisa dibilang cukup menarik dan memenuhi standar fashion-nya orang Indonesia. Blouse polos cokelat muda dengan pita besar di kedua ujung lengannya yang dipadukan dengan celana panjang putih polos dan sepasang flat shoes berwarna senada dengan tas slempang kecil yang dibawanya sekarang ini.     

Kayla mengangguk ringan. "Gue rasa ... ini bukan sekadar taruhan," kata Kayla dengan nada lirih. Kembali membuang tatapannya ke ara luar jendela besar yang ada di sisi mereka.     

"Gue cuma takut Adam benar-benar hilang kali ini," lanjutnya kala Candra hanya bungkam tak mampu bersuara apapun. Sekarang, rasa bersalah sedikit terbesit di dalam benaknya. Tak pernah berbicara banyak dengan Kayla sebelumya, jadi ia tak pernah mengerti apa dan bagaimana perasaan gadis yang selalu terlihat dingin dengan tatapan tajam yang dihasilkan oleh mata kucingnya itu. Sekarang ia paham, kalau rasa itu ... sangat besar dan mengebu-gebu.     

"Kalau lo beneran suka sama Adam, kenapa lo ngomong begitu sama Davina?"     

Kayla bungkam. Sejenak tak mengerti apa yang baru saja diucap oleh remaja di depannya itu.     

"Di ruang basket, soal Davina harus berjuang untuk Adam," sambungnya memberi penjelasan singkat.     

Gadis di depannya itu kini sigap memincingkan matanya. Candra ... mendengar semua apa yang dikatakannya dengan Davina?     

"Sorry! Sorry! Gue gak sengaja denger itu." Candra kembali membuka suaranya kala tersadar bahwa perubahan ekspresi milik Kayla Jovanka sangat tak bersahabat barusan.     

"Gue manfaatin dia," sahut Kayla singkat. Sukses membuat Candra kini tegas mengerutkan dahinya sembari menyipitkan sepasang mata bulat miliknya.     

"Manfaatin Davina? Bagaimana bisa lo—"     

"Gue buat dia jadi alasan Adam menjauh dari Davira. Kalau Davina datang dan mengacau semua yang Adam lakukan untuk Davira, maka hubungan mereka akan merenggang dan akhirnya tak ada lagi bisik rumor mengenai Adam juga Davira yang masuk ke telinga gue."     

"Singkatnya, lo bikin Davina jadi perusak hubungan orang?" Candra mengulangi. Mencoba meringkas kalimat panjang yang dikatakan oleh Kayla Jovanka barusan itu.     

Gadis bermata kucing di depannya kini mengangguk ringan. "Jadi gue gak perlu melakukan hal-hal bodoh untuk membuat Adam berhenti mengejar Davira. Jika Davina masuk ke dalam hubungan mereka dan membuat sahabatnya salah paham lalu menjauhi Adam, maka game over! Hubungan mereka ... game over!" tukas gadis itu sembari menyeringai di bagian akhir kalimatnya.     

"Kalau Adam gantian suka sama Davina?" Candra kembali melontarkan pertanyaan bodoh dan tak berguna untuk gadis yang kini meletakkan sendok di dalam genggamannya. Menatap Candra dengan tatapan ambigu yang sumpah demi apapun, Candra sedikit takut kali ini.     

"Kalau Adam bisa tertarik dengan gadis bodoh yang tak bisa melakukan apapun untuk perasaannya itu, kenapa gak dari dulu? Davina yang jelas-jelas suka sama Adam dari dulu bukan Davira. Kenapa Davira yang menjadi target Adam? Karena Adam adalah pemilih yang baik," terang gadis itu dengan nada penuh ketegasan. Membuat remaja di depannya kini mulai mengerti bahwa tak hanya dingin dan bersikap tak acuh dengan cara berbicara sedikit sombong dan meninggi, Kayla itu ... gadis ular yang licik penuh taktik dan tipu daya.     

"Gue gak nyangka lo bisa sejahat ini," kekeh Candra menyeruput kasar es teh yang kini mulai habis hanya menyisakan balok-balok kecil es di dalamnya.     

"Lo sendiri? Kenapa bisa dapatin gadis itu?" tanya Kayla dengan tatapan penuh kepercayaan diri yang yang milikki.     

"Dengan merendahkan diri?" sambungnya kala Candra hanya diam sembari mengubah ekspresinya kaku.     

"Kita pasti pernah melakukan kejahatan hanya untuk mendapatkan perhatian seseorang bukan? Berbohong, merusak segala yang ada, memaksa, atau bahkan menyusun rencana jahat dan menjadi seseorang yang munafik ... itu semua adalah kejahatan. Jadi pada dasarnya, kita semua adalah penjahat," pungkas gadis itu menutup kalimatnya.     

... To be Continued ...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.