I'LL Teach You Marianne

Epilog 13



Epilog 13

0Mandarin Oriental Jumeira, Dubai. 11.00 PM.     
0

Setelah mendapatkan kamar terbaik di Mandarin Oriental Jumeira Hotel Kainer bergegas mendekati Christian yang sedang duduk di sofa dengan tenang. Begitu melihat Kainer mendekat, Christian meletakkan majalah yang ada ditangannya ke atas meja di tempatnya semula.     

"Kamar anda ada di lantai paling atas di hotel ini, Tuan," ucap Kainer pelan seraya menyerahkan key card kamar pada Christian.     

Christian menerima key card berwarna hitam dari tangan Kainer dengan tersenyum. "Kamar terbaik?"     

"Iya, Tuan. Kamar terbaik."     

"Good, pastikan tidak ada yang tahu aku menginap di hotel ini."     

"Aman, Tuan. Tidak ada yang tahu kalau anda datang, semua proses resgistrasi kamar menggunakan nama saya."     

Christian mengangguk pelan. "Bagus dan bagaimana dengan gadis yang aku minta?"     

"Sedang dalam perjalanan, Tuan."     

"Ok, antar ke kamarku begitu dia tiba," titah Christian tak mau dibantah.     

"Baik, Tuan."     

Setelah memberikan perintah pada Kainer yang sangat patuh, Christian berjalan menuju lift bersama seorang bodyguardnya yang membawa sebuah koper kecil milik Christian. Dalam koper itu terdapat satu set pakaian ganti dan sebuah laptop super canggih yang menjadi alat Christian bekerja, karena itu Christian tidak pernah meninggalkan laptopnya kemanapun pergi.     

Begitu sampai di kamar yang akan menjadi tempatnya menginap malam ini, Christian langsung bergegas menuju kamar mandi, terbang selama berjam-jam membuat tubuhnya lengket dan dia tidak menyukai itu. Setelah melepas semua pakaiannya, Christian lalu menyentuh tombol di dinding yang membuat air dingin langsung turun bak hujan dari shower, semua fasilitas di president suit room yang Christian tempati adalah yang tercanggih. Bahkan untuk shower yang kini membasahi tubuh Christian saja memiliki LED yang memberikan sensasi menyenangkan ketika air turun.     

Sepuluh menit berlalu, Christian melihat notifikasi dari jam tangan yang digunakannya. Sebuah pesan dari Kainer masuk beberapa detik sebelum Christian selesai mandi.     

"Sepertinya gadis itu sudah datang." Christian bergumam lirih sembari membalut tubuhnya dengan bathrobe yang sudah disediakan hotel. Masih berada dalam plastik anti bakteri membuat Christian tidak ragu menggunakan bathrobe berwarna hitam itu ke tubuhnya.     

Langkah Christian terasa lebih ringan setelah mandi dan sensasi itulah yang selalu Christian dambakan ketika setelah bepergian, setidaknya dengan mandi semua sel tubuh di kulitnya akan kembali bernafas dengan baik. Ajaran disiplin sejak kecil dari Luis benar-benar membuat Christian tumbuh menjadi seorang pemuda yang sangat kaku dan sulit ditaklukkan jika sudah berdebat.     

Begitu tiba di ruang tamu Christian tersenyum ketika melihat Kainer sudah berdiri tegak dengan sikap sempurna.     

"Angelica, nama gadis itu, Tuan."     

Christian tersenyum. "Ok, kau boleh pergi."     

Tanpa membantah Kainer berjalan menuju pintu dan meninggalkan tuan mudanya bersama wanita panggilan yang memperkenalkan dirinya dengan nama Angelica yang tentunya adalah nama palsu, tidak ada pelacur yang memperkenalkan diri dengan nama aslinya.     

"Jadi namamu, Angelica?" Christian membuka percakapan menatap gadis berambut hitam legam yang baru saja kembali dari toilet.     

Kaget mendengar suara calon kliennya gadis bernama Angelica itu langsung mematung di tempat selama beberapa saat sebelum akhirnya sebuah jawaban meluncur dari bibir tipisnya merespon pertanyaan pemuda super tampan yang tengah berdiri dua meter dihadapannya.     

"Aku memanggilmu bukan untuk minta pelayananmu, aku hanya ingin memastikan saja," ucap Christian kembali.     

"Memastikan apa kalau boleh tahu, Tuan muda?"     

Christian tersenyum samar. "Urusan kecil."     

Angelica langsung mengibas rambut lurusnya kebelakang, memamerkan tonjolan buah dadanya yang tentu saja bukan alami, Christian tahu mana payudara asli dan hasil kerja dokter.     

"Jadi apa yang harus saya lakukan malam ini untuk menyenangkan anda, Tuan muda?"     

Christian memaikan tali bathrobe yang terjuntai. "Pergi keluar dan temui asistenku yang membawamu kemari untuk mengambil bayaran."     

Bibir Angelica terbuka lebar, shock. "A-anda serius, Tuan?"     

"Aku tidak pernah tidak serius ketika berbicara, Nona. Jadi silahkan pergi karena aku ingin istirahat dan terima kasih atas obrolan singkatnya," jawab Christian santai tanpa rasa bersalah, mengusir wanita penghibur itu keluar dari kamarnya.     

Mendengar nada bicara pria tampan dihadapannya yang penuh perintah membuat Angelica tidak berpikir dua kali untuk segera keluar dari kamar president suit yang super megah itu, menghirup oksigen yang sama dengan pria tampan yang memiliki mata sejernih laut itu membuat Angelica ketakutan beberapa saat. Begitu berhasil keluar kamar Angelica menghirup oksigen banyak-banyak untuk mengisi paru-parunya yang terasa sesak, tekanan yang diberikan Christian benar-benar sulit di deskripsikan.     

Melihat cara Angelica mengambil nafas membuat Kainer tersenyum, perlahan Kainer mengulurkan air mineral ke arah Angelica yang langsung diterima Angelica dengan cepat tanpa berpikir dua kali.     

"Pria seperti apa Tuan mudamu itu?" tanya Angelica to the poin setelah menenggak minumannya.     

"Nice guy."     

"Bukan itu, lebih spesifik."     

"Tentu saja saya akan memujinya setinggi langit jika ada yang bertanya tentangnya padaku, Nona."     

Angelica menelan ludahnya dan memutuskan untuk menyudahi pembicarannya dengan pemuda tampan yang berdiri dihadapannya dan Kainer yang paham dengan bahasa tubuh wanita dihadapannya kemudian meraih sebuah amplop persegi panjang dari balik jasnya.     

"Bayaranmu untuk menemani Tuanku berbincang, Nona." Kainer mengulurkan amplop berwarna putih itu pada Angelica.     

Dengan mata berbinar Angelica meraih amplop yang diberikan Kainer, di dorong rasa ingin tahu yang besar Angelica membuka isi amplop itu dan terkejut ketika melihat angka nol yang tertera di kertas cek yang ada ditangannya saat ini.     

"Harga yang pantas diberikan Tuanku padamu, Nona. Jadi menurutmu seperti apa Tuan mudaku?" tanya Kainer pelan menggoda wanita penghibur dihadapannya.     

Angelica mengangkat wajahnya, menatap Kainer. "He is like the incarnation of Ares, terrifying and dangerous."     

***     

Kalau biasanya Christian akan langsung pergi tidur setelah bertemu dengan wanita yang dibawakan oleh Kainer seperti yang sudah-sudah ketika sedang melakukan perjalanan bisnis ke timur tengah, malam ini Christian memilih berjaga di balkon seraya menyesap kopi pahit yang baru selesai dibuatnya sendiri.     

Pikiran Christian terjaga mengingat pertemuannya dengan seorang gadis berambut pirang di bandara internasional Hamad, Qatar satu tahun yang lalu. Gadis yang usianya tidak jauh berbeda dengan Suri itu meminta tolong pada Christian agar disembunyikan dari tiga orang pria berkulit hitam yang mengejar-ngejarnya, Christian yang saat itu datang bersama anak buahnya dengan mudah menyembunyikan gadis itu.     

"Pertolonganku tidak gratis, Nona." Christian bicara dingin pada gadis yang baru saja ditolongnya.     

"Saat ini aku tidak bisa membayar apa-apa pada anda, tapi nanti suatu saat jika kita bertemu lagi aku pasti akan membayar beserta bunganya," janji gadis cantik itu sungguh-sungguh.     

Christian mengangkat satu alisnya. "Kau tidak sedang mencoba membodohiku, bukan?"     

"Tidak, aku tidak akan berbohong. Pantang untukku berbohong."     

"Ok, aku pegang janjimu. Tapi kapan kau akan membayar hutangmu?"     

"Nanti, di waktu yang tepat saat Tuhan sudah menentukan waktunya. Semoga saja timur tengah akan menjadi tempat dimana aku akan bertemu denganmu lagi Tuan muda," jawab gadis berambut pirang itu pergi sambil berlari menjauhi Christian dengan tersenyum tulus, tangan kurusnya melambai-lambai ke arah Christian.     

"Fuck!"     

Christian mengumpat keras saat tiba-tiba mengingat kejadian yang sudah berlalu satu tahun yang lalu di Qatar.     

"Gadis sialan, kenapa aku harus memikirkannya," ucap Christian kesal mengumpat dirinya sendiri.     

Setelah menghabiskan kopi terakhirnya, Christian kemudian keluar dari kamarnya untuk mencari udara segar. Meski hari sudah terlalu malam untuk beraktivitas, namun tenaga Christian masih berlimpah. Apalagi saat ini dia berada di Dubai, kota yang tidak pernah tidur.     

Menggunakan pakaian casual dengan jaket kulit berwarna hitam, Christian terlihat menggoda. Garis rahangnya yang keras membuatnya terlihat sangat misterius, apalagi warna mata birunya terlihat lebih gelap jika sedang berada di kegelapan. Christian benar-benar menjelma sebagai pria muda yang luar biasa, daya pikatnya terlalu kuat. Sehingga tidak heran jika puluhan gadis cantik rela mengantri untuk menjadi kekasihnya di Luksemburg.     

Tidak dikawal anak buahnya ataupun Kainer membuat Christian berjalan lebih santai, meski pistol glock 20 selalu terselip di balik jaket yang dikenakannya. Pesan sang kakek yang mengajarkannya untuk tidak percaya pada orang asing selalu Christian pegang sampai saat ini.     

Ketika sudah berjalan cukup jauh dari hotel Oriental Jumeira tempatnya menginap, Christian menghentikan langkahnya dan duduk disebuah kursi panjang yang sedang kosong. Merasa tidak ada yang menggunakan kursi itu, dengan tenang Christian menempelkan bokongnya di kursi yang dingin itu. Namun baru saja duduk tiba-tiba terdengar suara tawa dari beberapa gadis yang secara mengejutkan muncul dari arah kegelapan menghampiri Christian yang terlihat bingung.     

"Mangsa kita malam ini benar-benar tampan," bisik seorang gadis berkacamata pelan kepada temannya.     

"Iya kau benar, dia benar-benar tampan."     

"Aku yang pertama mencobanya," sahut gadis berpakaian paling minim merespon perkataan kedua temannya yang juga sedang berjalan ke arah Christian.     

Meski ketiganya bicara dengan bahasa arab namun Christian bisa memahaminya, diasuh oleh Luis membuat Christian menguasai lebih dari tujuh bahasa asing selain Inggris dan Jerman yang menjadi bahasa ibunya.     

"Karena kau sudah mengambil tempat duduk kami maka kau harus membayar denda pada kami, tampan," ucap si gadis yang paling seksi bicara pada Christian dengan berani.     

"Benar, tempat duduk ini adalah milik kami dan karena kau sudah menggunakannya maka malam ini kau harus menanggung konsekuensinya," sahut gadis lainnya tanpa rasa malu.     

Christian tersenyum. "Sejak kapan duduk di kursi umum seperti ini harus membayar denda?" tanyanya pelan dengan bahasa arab yang lancar seperti yang dikatakan ketiga gadis itu sebelumnya.     

Wajah ketiga gadis yang berusaha mengambil keuntungan dari Christian itu langsung pucat pasi saat tahu sasaran yang mereka kira adalah turis asing ternyata bisa berbicara selayaknya warga lokal lainnya.     

Menyadari telah salah sasaran ketiga gadis itu langsung memilih langkah seribu, menjauhi Christian secepatnya. Mereka tidak mau berurusan dengan polisi malam ini. Melihat ketiga pelacur jalanan yang menggodanya telah pergi, Christian tersenyum kecil sambil menggelengkan kepalanya, dunia benar-benar semakin tidak terkontrol. Orang yang memiliki uang dan kekuasaan tertinggi benar-benar bisa mengendalikan apapun.     

"Menyedihkan, bukan?"     

Christian yang bersiap melangkahkan kakinya terkejut saat mendengar suara seorang wanita yang berada tidak jauh darinya.     

"Aku tidak suka bicara dengan makhluk yang tidak berwujud, kalau kau ingin bicara denganmu maka tunjukkan dirimu," ucap Christian pelan.     

Tidak lama Christian selesai bicara sesosok gadis berpakaian serba hitam muncul dari balik semak-semak tidak jauh dari tempat ketiga pelacur yang sebelumnya bersembunyi untuk menjebak Christian.     

"Siapa kau?" tanya Christian dingin, di merasa tidak nyaman melihat sosok gadis yang baru muncul dihadapannya.     

Tanpa bicara gadis berpakaian serba hitam dengan masker dan topi hitam itu menunjukkan lencananya dari balik jaket yang dipakainya pada Christian.     

Dalam keadaan cahaya yang tidak begitu jelas Christian berhasil mengenali jenis lencana yang ditunjukan gadis asing di hadapannya. "Kau seorang interpol?" tanya Christian cukup terkejut, melihat seorang interpol wanita yang masih bekerja di saat hari menuju pagi.     

"Kenapa memangnya? Apa ada larangan seorang wanita menjadi polisi?"     

Christian menggelengkan kepalanya. "Tentu saja tidak, nona."     

Gadis asing yang mengaku polisi pada Christian itu tersenyum datar dari balik masker yang digunakannya. "Baiklah Tuan muda, sepertinya kita harus menyudahi perbincangan ini karena kau harus melakukan tugasku kembali," ucapnya pelan seraya berjalan menjauh dari Christian. "Berhati-hatilah, timur tengah bukan negara yang aman."     

Kedua alis Christian terangkat mendengar perkataan gadis yang baru menghilang darinya itu, secara tiba-tiba Christian teringat akan perkataan gadis berambut pirang dengan mata hijau yang ditolongnya di Qatar.     

"Hei, tunggu!!!" Christian menjerit keras memanggil gadis yang baru saja berbicara dengannya itu.     

Namun karena banyaknya suara tawa beberapa pemuda lainnya yang sedang berjalan-jalan membuat suara Christian tertinggal di udara tanpa sampai kepada orang yang dituju.     

"Dia tidak mungkin gadis di bandara itu, bukan?" ucap Christian pelan.     

Bersambung     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.