I'LL Teach You Marianne

Peninggalan Giselle



Peninggalan Giselle

0Bandar Udara Internasional Cointrin Jenewa, Swiss 10 AM.     
0

Anne tak membuka matanya ketika pesawat yang membawanya kembali ke Swiss mendarat dengan apik di bandara Cointrin, Jenewa. Setelah menempuh perjalanan selama hampir 24 jam Anne mengalami jet lag, pasalnya Melbourne memiliki selisih waktu lebih 10 jam dengan selisih Swiss yang membuat Anne merasa masih berada di Melbourne, Australia.     

Jack yang tak mau mengganggu waktu tidur sang istri akhirnya memilih untuk menggendongnya keluar dari pesawat, dengan hati-hati Jack membawa Anne menuju mobil yang sudah terparkir tepat di di bawah pesawat jet pribadinya yang terparkir di bandara pribadi milik keluarga Muller yang berada di Swiss.     

"Selamat datang, Tuan." Erick menyapa Jack dengan sopan sambil menundukkan kepalanya.     

Jack tersenyum, ia kemudian melangkah masuk kedalam mobil yang sudah dibuka lebar-lebar oleh Erick dengan hati-hati supaya kepala Anne tidak terantuk mobil yang keras. Anne hanya menggeliat kecil saat sudah berada di dalam mobil, sungguh sakit kepala yang menderanya membuatnya tak mampu membuka mata. Meski saat ini posisi tidurnya kurang nyaman namun Anne lebih memilih untuk tetap memejamkan kedua matanya dan Jack sangat menyadari hal itu, karenanya sejak tadi Jack tersenyum sembari menepuk-nepuk secara perlahan punggung Anne agar ia tertidur kembali.     

"Bagaimana, apa Benjamin Calum menyerah?"tanya Jack pelan pada Erick saat mobil mulai melaju meninggalkan bandara.     

"Untuk saat ini pria itu terlihat seperti menyerah Tuan, akan tetapi kami masih waspada dengannya. Pasalnya sampai saat ini Benjamin Calum masih bersama sang otak kekacauan ini, Leonardo Ganke,"jawab Erick serius.     

Jack menipiskan bibirnya. "Singa brengsek, seharusnya aku langsung menghancurkannya saja sampai ke akar tahun lalu. Menyesal aku masih berbaik hati padanya."     

"Saya khawatir mereka akan membuat rencana yang lain lagi untuk menyerang kita, Tuan. Pasalnya saat ini semuanya terasa sangat tenang sekali,"ucap Erick pelan, ia bicara perlahan takut membangunkan Anne yang terlelap diatas pangkuan sang tuan.     

"Tenang saja Erick, walaupun mereka menyerangku lagi maka aku akan menghadapinya secara langsung. Aku tak akan main-main lagi sekarang, sekali lagi singa brengsek itu mencoba mengusik keluargaku maka akan kubuat dia jatuh miskin dalam waktu semalam,"sahut Jack penuh tekad, kedua matanya membulat sempurna saat berbicara menunjukkan betapa marah dirinya saat ini.     

Ucapan Jack terhenti saat Anne kembali bergerak, sepertinya suara Jack terlalu keras sehingga membuat Anne merasa tak nyaman. Melihat sang nyonya tak tenang Erick pun memilih untuk menyudahi pembicaraannya dengan sang tuan.     

Iring-iringan mobil yang menjemput Jack dan Anne akhirnya tiba di mansion, seperti biasa puluhan pelayan dengan seragam senada sudah berbaris rapi menyambut kedatangan sang tuan di depan pintu. Karena merasa mobil yang membawanya sudah berhenti Anne akhirnya membuka kedua matanya perlahan.     

"Kita sudah sampai?"tanya Anne pelan sambil berusaha duduk.     

Jack tersenyum lembut. "Iya kita sudah sampai."     

"Baiklah, ayo keluar tapi aku langsung tidur lagi ya. Kepalaku masih sakit,"ucap Anne serak, Jetlag sungguh menyiksa.     

"Apapun yang kau ingin lakukan aku tak akan melarangnya."     

Anne menipiskan bibirnya, ia pun berusaha turun dari mobil melalui sisi pintu sebelah kanan gimana sudah ada Jack yang mengulurkan tangan kepadanya dari luar. Kembali menghirup udara segar membuat Anne merasa jauh lebih baik, ia berdiri cukup lama dihadapan jack untuk mengganti udara dalam paru-parunya. Beruntung Jack merekrut pengatur taman profesional sehingga tamannya saat ini sudah tertata dengan puluhan pohon penghasil oksigen dengan apik, sehingga udara di sekitar Mansion menjadi lebih segar.     

"Sudah?"tanya Jack penuh cinta.     

Anne membuka kedua matanya yang sempat terpecah beberapa saat ketika ia menghirup udara segar. "Sudah."     

Jack kemudian melingkarkan tangannya ke pinggang Anne untuk menontonnya masuk ke dalam rumah, selama Anne dan Jack berjalan para pelayan yang sedang menunduk itu tak ada yang berani mengangkat wajahnya. Mereka tetap menundukkan kepalanya sampai sang tuan dan nyonya benar-benar masuk ke dalam rumah, suasana rumah yang tenang dan damai tak membuat sepasang suami istri itu curiga sama sekali. Keduanya terus melangkah naik ke lantai dua dengan saling berpelukan menuju ke kamar utama yang ada di mansion.     

"Apakah sudah mengabarkan soal apa yang dilakukan Luis kepada Tuan, Erick?"tanya seorang kepala pelayan dengan suara yang hampir tak terdengar.     

Erick menggelengkan kepalanya. "Belum, aku belum sempat mengatakannya. Tadi di mobil Nyonya tidur karena Jetlag, oleh karena itu aku belum melaporkan apa yang sudah Luis lakukan kepada mereka."     

Kepala pelayan yang bernama Fabio itu menghela nafas panjang. "Bagaimana kalau mereka murka, Erick. Aduh Kami semua sangat khawatir terkena kemarahan Tuan."     

"Berdoa saja, Fabio. Semoga saja Tuan dan Nyonya tak akan marah jika sudah berkaitan dengan Luis,"sahut Erick pelan terdengar frustasi.     

Fabio dan beberapa pelayan lainnya semakin menundukkan kepalanya, mereka kini hanya bisa pasrah menerima kemarahan dari sang tuan dan nyonya yang sewaktu-waktu bisa meledak. Erick yang tak bisa berbuat banyak juga nampak tak berkomentar banyak, ia juga dalam posisi yang sama seperti para pelayan itu. Luis Cobb benar-benar membuat mereka semua dalam masalah saat ini, masalah yang sangat besar.     

****     

Muller Finance Internasional     

Alice yang sudah mulai bekerja lagi hari ini, para staf wanita yang beberapa hari lalu sempat ia marahi nampak sangat terkejut ketika melihatnya benar-benar mengisi posisi sekretaris menggantikan Giselle.     

Sebenarnya kemarin Alice sudah datang ke kantor untuk merapikan ruangannya yang dipakai Giselle selama 2 tahun terakhir, ia merasa tidak nyaman dengan segala furniture yang ada di ruangan itu. Karena itu ia meminta seorang pekerja untuk memasang ulang wallpaper di ruangan itu menjadi seperti yang ia mau dan mengganti meja kerja Giselle.     

"Permisi nona."     

Seorang office girl menyapa Alice yang sedang menata meja kerjanya.     

"Alice, panggil saja namaku secara langsung tidak usah dengan embel-embel Nona seperti itu. Aku tidak suka,"jawab Alice sambil tersenyum ramah.     

Office girl itu sangat terkejut mendengar perkataan Alice sampai-sampai kedua matanya terbuka lebar.     

Melihat ekspresi sang office girl yang berdiri di hadapannya Alice tersenyum geli. "Jangan seperti itu, ok katakan ada apa?"     

"I-ini non eh Alice, kemarin saya sedang merapikan ruangan ini saya menemukan barang-barang ini. Sepertinya ini adalah barang penting makanya saya pisahkan,"jawab sang office girl paruh baya itu dengan tergagap saat meletakkan sebuah kardus kecil yang berisi beberapa barang pribadi milik Giselle yang tertinggal.     

Alice menatap kardus kecil itu sembari menyipitkan matanya. "Ini milik Giselle Allen, mantan sekretaris Tuan yang terakhir?"     

"Iya, saya khawatir ini adalah barang penting maka dari itu saya berikan pada anda,"jawab office girl itu kembali dengan takut.     

Alice meraih satu flashdisk berwarna pink yang sangat mencolok di dalam kardus itu. "Terima kasih barang-barang ini aku terima."     

Office girl itu kemudian meninggalkan ruangan Alice untuk melanjutkan pekerjaannya kembali, pada awalnya Alice tak penasaran akan isi flashdisk itu. Akan tetapi saat melihat inisial nama 'JACK My Love' lihat jelas di flashdisk itu akhirnya Alice pun memutuskan untuk melihat Apa isi flashdisk itu.     

"Dasar wanita gila!!"pekik Alice spontan dengan tangan yang terkepal kuat diatas meja.     

Bersambung     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.