I'LL Teach You Marianne

Kesabaran yang tak boleh habis



Kesabaran yang tak boleh habis

0Muller Finance Internasional     
0

Selama berada didalam ruang meeting Jack sangat tidak fokus sekali, padahal saat ini Erick sedang melakukan presentasi terkait proyek kerjasama yang akan dilakukan Muller Finance Internasional dengan Connery Corporation. Sebelum kembali ke Inggris kemarin Aaron memberikan proposal kerjasama kepada Erick.     

"Kalau proyek ini berhasil maka kita akan mendapatkan keuntungan yang sangat besar, Tuan. Pasalnya seperti yang kita semua tahu kalau Korea Selatan dalam beberapa tahun terakhir ini sedang menjadi pusat perhatian seluruh orang di dunia, bukan karena industri musiknya saja akan tetapi karena keindahan alam dan kebudayaannya yang masih terjaga dengan sangat baik sampai saat ini. Oleh karena itu jika kita bekerja sama dengan pihak pemerintah Korea dalam pembangunan hunian mewah di lepas Pantai Haeundae seperti yang ada di Dubai ini, maka saya yakin sekali nama Muller Finance Internasional juga akan terangkat bersamaan dengan naiknya nama Connery Corporation yang menjadi vendor pembangunan dalam proyek ini,"ucap Erick dengan suara cukup keras saat sedang melakukan presentasi proyek kerjasama yang akan dilakukan oleh Connery Corporation dan pemerintah Korea.      

"Apa kau yakin proyek ini tak mendapatkan masalah kedepannya? Kau tahu sendiri bukan, masyarakat Korea sangat mencintai alamnya. Apakah mereka tidak akan keberatan jika dilepas Pantai Haeundae itu dibangun hunian mewah seperti yang ada di Dubai?"tanya Alice dengan serius.      

Erick tersenyum. "Untuk masalah perizinan dengan pemerintah daerah setempat sepertinya sudah dilakukan dan tak ada masalah, pasalnya proyek ini secara langsung ditawarkan pemerintah Korea kepada pihak Connery Corporation sebagai salah satu perusahaan properti besar yang sudah berhasil membangun berbagai bangunan spektakuler di beberapa negara Eropa. Jadi aku rasa tak ada masalah dengan izin nya."     

"Baguslah kalau begitu, aku hanya masih was-was saja setelah masalah Benjamin Calum kemarin,"ucap Alice kembali.      

"Kau tak salah Alice, yang kau lakukan itu benar. Karena siapapun orangnya juga pasti akan lebih waspada setelah dikecewakan." Nicholas tiba-tiba ikut bicara tanpa rasa bersalah.     

Erick langsung menatap tajam ke arah Nicholas yang kini sedang tersenyum. "Kau menyindirku?"     

Nicholas langsung menunjuk hidungnya menggunakan jari telunjuknya. "Aku? Menyindirmu? Untuk apa aku menyindirmu?"     

"Si brengsek ini, jangan pura-pura bodoh, Nick!"     

Nicholas terkekeh dan langsung menoleh ke arah Alice. "Memangnya tadi aku bicara apa Alice? Kenapa Jack tiba-tiba marah padaku? Memangnya aku salah bicara?"     

"Tidak, yang kau katakan benar. Lagipula kenapa juga dia harus marah, padahal kita kan sedang membahas masalah proyek kerjasama dengan Connery Corporation,"jawab Alice pelan membela Nicholas.     

"Honey…"     

"Honey? Siapa honey-mu itu?"sahut Alice ketus memotong perkataan Erick dengan suara meninggi.     

Wajah Erick langsung memerah meredam amarah, ia tak percaya Alice masih marah padanya. Padahal tadi malam mereka sudah bicara dengan baik saat membahas soal Luis yang membawa Christian ke Luksemburg.      

"Ya sudah ayo lanjutkan lagi, jangan bicara yang tidak-tidak. Lebih baik kita tanya pada Tuan, apakah dia setuju atau tidak dengan penawaran kerjasama ini,"ucap Alice pelan mencoba mengalihkan pembicaraan.      

"Iya kau benar lebih baik kita…"     

Perkataan Nicholas terhenti saat ia melihat ke arah Jack, Jack saat ini memang sedang duduk di kursinya. Akan tetapi bukan sekedar duduk, Jack saat ini tengah melamun menatap jendela besar yang berada di samping kirinya. Sepertinya selama meeting berlangsung hampir satu jam, Jack tak mendengarkan apa yang mereka bahas. Meski raga Jack ada ditempat itu namun jiwanya sedang melayang-layang di tempat lain.     

Alice membuka mulutnya secara lebar saat melihat apa yang Jack lakukan, begitu pula dengan Erick. Mereka bertiga tak percaya dengan apa yang sedang mereka lihat saat ini.     

"Tuan...tu…"     

"Ya Erick, ada apa? Kalian sudah boleh memulai meetingnya Aku siap mendengarkan." Jack langsung memotong perkataan Erick tanpa rasa bersalah.     

Erick, Nicholas dan Alice langsung menatap dengan tajam.     

Jack langsung mengerutkan keningnya. "Kalian bertiga kenapa?"     

"Coba lihat saat ini sudah jam berapa, Tuan,"jawab Alice pelan sambil tersenyum.     

Dengan patuh Jack melihat jam tangan yang terpasang di tangan kanannya. "Wah sudah jam tiga, baiklah sepertinya sudah waktunya kita…"     

"Tuan!!!"jerit Alice dengan keras sehingga membuat terkejut.     

"Ada apa? Kenapa harus berteriak seperti itu Aku masih bisa mendengar dengan baik, Alice,"ucap Jack tanpa rasa bersalah sambil memegangi kedua telinganya.      

Alice lalu menggaruk rambutnya yang tak gatal sehingga membuat rambutnya langsung acak-acakan. "Kau saja yang bicara dengannya, Nick. Aku tak sanggup, aku menyerah. Aku bisa naik darah jika terus berbicara dengannya." Alice bicara dengan mengangkat kedua tangannya ke udara tanda menyerah.      

Nicholas sendiri pun hanya bisa menghela nafas panjang tanpa berniat melakukan apa yang diperintahkan Alice padanya.      

"Kalian ini kenapa? Apa ada masalah?"tanya Jack kembali tanpa rasa bersalah, ia bingung melihat sikap ketiga anak buahnya yang terlihat sangat marah kepada dirinya saat ini.     

Erick yang masih berhasil menguasai kemarahannya perlahan mendekati sang tuan. "Kami sudah melakukan meeting selama hampir dua jam, Tuan."     

"Apa? Bagaimana mungkin?"     

"Tentu saja mungkin, sejak tadi kami sudah adu argumen mengenai proyek yang ditawarkan oleh Aaron Sean Connery mantan atasanku yang sangat berkompeten itu kepada Muller Finance Internasional. Tapi ternyata anda hanya duduk melamun menatap awan dari jendela, astaga Tuan...memangnya selama 2 jam kami bicara anda tak mendengar apapun sama sekali?"tanya Alice dengan suara bergetar menahan emosi.      

"Aku tidak melihat awan,"jawab Jack pelan tanpa rasa bersalah.      

"Jesus...oh Tuhan aku menyerah, silahkan kalian berdua bicara dengannya. Aku tak mau mati muda, lebih baik aku melanjutkan pekerjaanku dan kalian bicaralah dengannya,"sahut Alice penuh emosi, sembari meninggalkan ruangan meeting dengan cepat. Wajahnya sudah semerah tomat saat ini, bekerja dengan Jack kembali benar-benar membuatnya harus memiliki kesabaran yang sangat besar.      

Melihat Alice pergi begitu saja membuat Jack semakin bingung, ia lantas menoleh kearah Nicholas dan Erick dengan penuh tanya.      

Erick dan Nicholas yang sebelumnya berdebat terlihat saling pandang sebelum akhirnya sama-sama menghela nafas panjang, keduanya pun kembali menatap sang tuan dan menjelaskan apa yang sebenarnya sudah terjadi sampai Alice semarah itu.     

Jack tak membuka mulutnya sama sekali selama Erick dan Nicholas bicara, ia benar-benar tak menyangka sudah menghabiskan waktu selama 2 jam dengan tidak melakukan apa-apa padahal sebelumnya ia adalah orang yang meminta untuk mengadakan meeting ini.     

"Oh Tuhan, aku benar-benar tak bisa berkonsentrasi,"ucap Jack pelan sambil memijat keningnya yang terasa sakit.      

"Apa ada masalah lagi, Tuan?" Erick dan Nicholas bertanya secara bersamaan.      

Jack menatap kedua orang kepercayaan yaitu dengan tajam. "Istriku, dia tak marah dan mengijinkan Christian tinggal di Luksemburg selama beberapa hari."     

"Apa? Bagaimana bisa?"pekik Erick dan Nicholas kembali dengan kompak, mereka tak percaya mendengar perkataan sang tuan mengingat apa yang terjadi tadi pagi buta dimana sang nyonya menggila ketika tahu Christian dibawa pergi ke Luksemburg.      

"Tadi Anne bicara dengan Christian pada awalnya melalui ponsel Luis dan akhirnya Anne terlibat pembicaraan serius dengan Luis dan…"     

Bersambung     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.