I'LL Teach You Marianne

Masa sekolah Jack-Giselle



Masa sekolah Jack-Giselle

0Saat Jack baru keluar dari kamar mandi ia dikejutkan dengan keberadaan sang istri yang sudah berdiri di hadapannya dengan pakaian yang terlihat sangat casual, celana jeans, t-shirt putih dan sepatu sneaker.     
0

"Apa ini?"tanya Jack bingung saat melihat penampilan Anne yang mirip seperti mahasiswa itu.     

"Aku ingin pergi lagi denganmu menggunakan sepeda motor, Jack. Aku ingin pergi kencan seperti para gadis yang ada di drama Korea,"jawab Anne penuh semangat tanpa rasa bersalah.     

"Anne...kau sedang baik-baik saja, kan? Kau tak sedang bergurau kan? Kau serius ingin naik motor lagi denganku, bukankah terakhir kali kau…"     

"Itu beda Jack, waktu itu aku belum ada persiapan dan kali ini aku sudah siap dengan semuanya,"sahut Anne dengan suara meninggi memotong perkataan Jack.     

Karena melihat keyakinan Anne sangat besar akhirnya Jack pun memutuskan untuk menuruti keinginan sang istri, dalam waktu singkat ia pun segera memakai pakaian yang nyaman seperti Anne. Celana jeans yang sobek di beberapa bagian, t-shirt berwarna coklat dan jaket kulit berwarna hitam yang senada dengan warna sepatunya.     

"Ayo, tunggu apa lagi?"     

Perkataan Jack membuyarkan lamunan Anne yang terkesima melihat penampilan Jack, Jack nampak sepuluh tahun lebih muda dari usianya saat ini dan hal itu membuat jantung Anne berdetak kencang.     

"Babe... ayo!"     

"Ah i-iya.."jawab Anne tergagap saat baru sadar dari lamunannya dan langsung berjalan didepan Jack menuju tangga.     

Beberapa pelayan yang sedang melakukan tugasnya masing-masing nampak tersenyum melihat penampilan sang tuan dan nyonya yang terlihat seperti anak muda, mereka saling berbisik satu sama lain membicarakan kekompakan suami istri itu. Karena sepeda motor Jack masih berada di garasi mereka berdua harus menunggu terlebih dahulu samping mobil kesayangan Jack.     

"Pakai ini,"ucap Jack pelan sembari memberikan helm pada Anne.     

Anne menerima helm berwarna hitam itu dari tangan Jack, akan tetapi ia tak langsung memakainya.     

"Aku tak mau pakai ini, berat,"ucap Anne pelan seraya menyodorkan helmnya kepada Jack kembali.     

Jack yang baru saja memakai helm nya sendiri nampak menatap Anne tanpa berkedip. "Kalau kau tak mau memakai helm ini maka kita tidak akan pergi, kalau pun kau mau kita pergi naik mobil. Tidak naik motor."     

Anne mengerucutkan bibirnya dengan kesal namun karena tak mau gagal pergi dengan sepeda motor tak ayal akhirnya Anne memutuskan untuk menggunakan helm yang diberikan Jack padanya, Jack tersenyum geli melihat tingkah sang istri. Ia bahkan sempat membantu Anne yang sedang memakai helmnya.     

"Sudah?"tanya Anne pelan pada Jack yang baru saja memasang pengait helm.     

"Yes you are done."     

"Ok, let's go."     

Jack kembali tersenyum melihat tingkah Anne yang menggemaskan, karena motor kesayangannya sudah dipanaskan sebelumnya saat dibawa dari garasi bawah tanah ke tempatnya berada saat ini Jack langsung naik dan disusul Anne yang terlihat sangat mahir sekali. Menggunakan celana jeans membuatnya bergerak dengan leluasa.     

"Are you ready?"tanya Jack pada Anne yang sudah melingkarkan kedua tangan ke perutnya.     

"Yes."     

"Hold on tight."     

Anne mengangguk pelan dan langsung menambah pelukannya di perut sang suami pertanda kalau ia sudah siap, tak lama kemudian Jack langsung memacu sepeda motornya menuju gerbang utama rumahnya dengan kecepatan biasa. Ia tak mau mengebut di jalanan rumahnya yang pendek, begitu keluar dari gerbang sepeda motor yang dibawa Jack pun melaju dengan cepat. Membelah jalanan kota Jenewa, pelukan Anne mulai mengendur. Ia terlihat mulai menikmati perjalanan kali ini, tak seperti beberapa hari yang lalu saat Jack memaksanya pergi naik sepeda motor dan membawanya ke danau Jenewa.     

Setelah membawa motor dengan kecepatan diatas rata-rata Jack akhirnya berhenti di Temple de Saint-Pierre yang merupakan salah satu gereja bersejarah yang melewati banyak peristiwa penting dari masa ke masa.     

"Ini gereja?"tanya Anne pelan saat sudah melepas helm yang terpasang di kepalanya.     

"Iya, namanya Temple de Saint-Pierre."     

"Wow, gereja ini indah."     

Jack tersenyum. "Sangat indah dan bersejarah, dulu aku bahkan pernah mempunyai keinginan untuk menikah di gereja ini saat aku masih muda, Anne."     

Anne yang sedang menatap bangunan yang ada di hadapannya langsung menoleh ke arah Jack. "Benarkah? Kapan kau mempunyai keinginan itu, Jack?"     

"Aku lupa waktunya, yang jelas saat itu aku masih duduk dibangku sekolah menengah pertama."     

"Oh benarkah? Saat itu kau datang ke gereja ini dengan siapa? Jangan bilang dengan Giselle Allen itu!"     

Jack terkekeh. "Sayangnya tebakanmu salah babe, aku justru datang ke gereja ini memang bersama Giselle."     

"Are you kidding me?!"     

"Wo wo wo...jangan marah jangan murka, dengarkan penjelasan ku terlebih dahulu. Saat itu aku tidak benar-benar datang berdua bersama Giselle, karena saat itu kami datang bersama teman satu kelas untuk wisata rohani seperti itu bersama salah satu guru. Giselle Allen sejak dulu hanya ku anggap sebagai teman tidak lebih, kau tahu sejak masuk sekolah Giselle menjadi bahan bully karena kacamata tebalnya dan jerawatnya serta kawat giginya. Dia menjadi bulan-bulanan teman-teman selama hampir 6 tahun sekolah dan hanya aku saja satu-satunya teman untuknya Anne, setiap kali aku tak masuk sekolah Giselle pasti tidak akan masuk. Kau tahu kenapa?"     

Anne mengedikkan bahunya. "Ya mana aku tahu,"jawabnya ketus.     

Jack terkekeh. "Jangan cemburu, hanya ada dirimu didalam hatiku."     

Anne memutar bola matanya, jengah. "Siapa yang cemburu? Aku? Oh tidak, untuk apa aku cemburu. Ya sudah cepat lanjutkan ceritanya."     

"Lho, kau masih ingin mendengar kelanjutannya? Aku kira kau marah dan tak mau mendengar…"     

"Jack!!"     

"Haha ok ok...jangan marah sayang, ayo duduk dulu. Aku akan memberitahumu segalanya tentang masa laluku ketika aku berada di sekolah yang sama dengan Giselle."     

Tanpa bicara Anne pun lantas melewati Jack dan duduk disebuah kursi yang berada di trotoar, tepat di samping sepeda motor. Jack hanya tersenyum melihat tingkah istrinya yang sedang marah, tapi ia sangat menikmatinya. Anne terlihat sangat menggemaskan ketika marah seperti saat ini dan Jack suka sekali.     

Setelah duduk disamping Anne, Jack pun langsung menceritakan masa lalunya bersama Giselle saat duduk di bangku sekolah. Selama Jack bercerita Anne tak menginterupsi sama sekali, ia benar-benar menjadi pendengar yang baik.     

"Karena itulah aku kaget dan bingung saat Giselle menyatakan perasaannya padaku saat di ruang meeting, sumpah demi Tuhan, aku tak memiliki perasaan apapun padanya, Anne. Dalam hatiku hanya ada namamu, sejak pertemuan pertama kita di Newcastle Upon Tyne aku sudah memiliki getaran saat bertemu denganmu,"ucap Jack pelan menutup ceritanya.     

"Tapi Giselle kan anak orang kaya, kenapa bisa dia diam saja ketika dibully?" Anne kembali membahas soal Giselle.     

"Aku tak tahu tentang itu, yang jelas sepertinya Giselle sudah terlalu bergantung padaku,"jawab Jack datar sambil meremas kedua tangan Anne yang berada di atas pahanya.     

Anne menipiskan bibirnya. "Akh bilang saja dia sengaja melakukan itu karena ingin terus dilindungi olehmu, supaya bisa terus dekat denganmu."     

"Kau cemburu?"     

"Tidak Jack, untuk apa aku cemburu!!"sengit Anne ketus.     

Jack terkekeh geli. "Lalu kenapa kau marah?"     

"Aku tidak marah Jack, aku hanya merasa sedikit janggal saja dengan perempuan itu. Sepertinya dari awal dia memang sudah memiliki perasaan padamu, hanya saja ia terlalu takut untuk mengungkapkannya karena takut kau tolak mengingat penampilannya yang saat itu masih buruk. Dia belum memiliki kepercayaan diri yang tinggi untuk mengungkapkan perasaannya, karena itulah ia tetap bertahan disampingmu dengan segala kekurangannya seperti itu dan menahan segala bully-an yang datang kepadanya hanya agar kau tetap berada disisinya, Jack. Apa kau tak sadar itu?"tanya balik Anne ketus.     

"Mana aku tahu Anne, aku benar-benar hanya menganggapnya sebagai teman tidak lebih jadi aku tak punya pikiran ke arah sana yang aku lakukan padanya tulus karena aku ingin membantunya sebagai teman. Bahkan saat acara pertunanganku dengan Shopia saat itu dia juga datang dan tersenyum sangat lebar hari itu, Anne. Maka dari itu aku sampai tak bisa berkata-kata saat ia mengutarakan isi hatinya padaku di ruang meeting setelah ia mengatakan hal yang tidak-tidak tentangmu, sungguh aku bukan tidak ingin membelamu, Anne. Aku saat itu sedang blank, aku terlalu terkejut dengan pengakuan Giselle. Bukan mengabaikanmu, babe,"jawab Jack serius.     

Wajah Anne memerah, jantungnya berdetak cepat mendengar perkataan suaminya. Padahal sebenarnya kata-kata Jack bukanlah sebuah rayuan yang menggoda.     

Saat Anne dan Jack bercengkrama dari dalam mobil sepasang mata menatap suami istri itu tanpa berkedip penuh amarah, kedua tangan orang itu terkepal kuat diatas pahanya.     

Bersambung     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.