I'LL Teach You Marianne

Sifat yang sama



Sifat yang sama

0"Jadi bos kembali ke Jerman? Tapi kenapa mendadak seperti ini, aneh sekali,"ucap Paul kaget saat Linda menjelaskan alasannya tak kembali bersama Anne.     
0

"Luksemburg berbatasan langsung dengan Jerman, jadi tak membutuhkan waktu lama kalau Anne mau pulang ke rumah lamanya. Lagipula Anne sudah lama sekali tak pulang, mungkin saja ia rindu pada kedua orang tuanya,"jawab Linda lirih dengan mata terpejam, ia sudah tak punya tenaga lagi untuk terjaga.     

Bercinta lebih dari satu jam dengan Paul benar-benar menghabiskan energinya.     

Paul mengangguk-anggukkan kepalanya mendengar perkataan Linda, karena apa yang dikatakan oleh Linda itu benar. Anne memang sudah hampir lebih dari 4 tahun berada di Inggris, meninggalkan Jerman tanah kelahirannya. Tak lama kemudian Paul akhirnya mengikuti Linda mengarungi alam mimpi, bisa kembali memeluk Linda wanita yang ia cintai merupakan kebahagiaan paling besar untuk Paul. Linda mendapatkan info dari profesor Gilbert secara langsung soal kembalinya Anne ke Jerman, karena memang tugas mereka sudah selesai akhirnya Anne dizinkan untuk tak pulang bersama para mahasiswa yang lain. Karena itulah Linda hanya tahu kalau Anne berada di Jerman saat ini, pasalnya sampai detik ini ia tiba di Inggris pesan yang ia kirimkan untuk Anne tak kunjung terkirim. Hal itu menandakan kalau Anne belum mengaktifkan ponselnya, Linda pun memberikan waktu pada Anne untuk menikmati waktunya di Jerman.     

Luksemburg     

Anne yang baru saja selesai mandi nampak duduk menatap pantulan wajahnya di cermin yang cukup besar di hadapannya, meskipun tak banyak beraktivitas namun berat badannya turun sehingga membuat wajahnya menjadi sedikit tirus. Berada dalam kediaman Clarke membuat Anne tak bisa melakukan apa-apa, saat ini ia mirip burung yang terpenjara dalam sangkar. Meskipun semua kebutuhannya terpenuhi dengan baik tetap saja Anne merasa tak nyaman berada di rumah pengusaha paling berpengaruh di kota Luksemburg itu, belum lagi rasa takut yang harus ia lalui setiap melewati foto Alan yang terpasang dengan apik di berbagai tempat.     

Tok...tok…     

Suara ketukan di pintu menyadarkan Anne dari lamunannya yang sedang mengingat kehidupan bebasnya di Inggris.     

"Nona, makan malam sudah siap. Tuan besar menunggu anda."     

Seorang pelayan wanita menyampaikan pesan tuan David Clarke yang meminta Anne untuk makan malam bersama.     

"Iya, aku turun. Tunggu sebentar, kita bersama-sama ke bawah,"jawab Anne dengan cepat, setiap keluar dari kamarnya Anne selalu tak mau sendiri.     

Anne merasa asing berada di rumah besar keluarga Clarke yang sangat sepi itu, tak ada suara tawa yang terdengar dan hal itu membuat Anne semakin tak nyaman. Akan tetapi saat ini ia tak ada pilihan lain selain bersabar, seperti yang dikatakan dokter Caitlyn sebelumnya bahwa ia hanya perlu bersabar sedikit lagi karena dokter baik hati itu sedang mengusahakan kebebasannya.     

"Anda sudah siap nona?"tanya sang pelayan pada Anne dengan sopan saat Anne membuka pintu kamarnya yang selalu ia kunci dengan rapat.     

Anne menganggukkan kepalanya. "Dokter Caitlyn, apa beliau benar-benar tak datang hati ini?"     

"Tidak nona."     

Anne menghela nafas panjang mendengar perkataan sang pelayan, tak bertemu dengan dokter Caitlyn membuat Anne tak nyaman. Hanya dokter itu saja satu-satunya orang yang bisa diajak berbicara, Anne yang kehilangan ponselnya tak bisa menghubungi siapapun. Karena itulah ia butuh dokter Caitlyn untuk mencari info apakah teman-temannya sudah pulang ke Inggris lagi atau belum, pasalnya hari ini adalah hari terakhir para mahasiswa UAL berada di Luksemburg.     

"Ayo nona, Tuan sudah menunggu anda,"ucap sang pelayan kembali.     

"I-iya,"jawab Anne terbata.     

Sang pelayan hanya tersenyum melihat kegugupan Anne, tanpa bicara lagi ia kemudian melangkahkan kakinya menuju anak tangga bersama Anne yang mengekor tak jauh dibelakangnya. Tak lama kemudian Anne pun tiba di ruang makan.     

"Duduklah Anne,"pinta tuan David Clarke lembut saat melihat Anne berdiri disamping kursinya.     

Anne masih tak bergerak, ia tak mengalihkan pandangannya sedikitpun dari sang tuan ramah yang ramah itu. "Izinkan saya kembali ke negara asal saya tuan,"ucap Anne tiba-tiba.     

"Jerman? Kau ingin pulang ke rumah lamamu?"tanya tuan David Clarke singkat.     

"Hah...da-darimana anda tahu saya warga negara Jerman Tuan?"tanya balik Anne dengan kaget.     

Dengan elegan tuan David Clarke meletakkan garpunya dan menyeka bibirnya menggunakan sapu tangan yang berada di pahanya. "Marianne, 25 tahun. Single, seorang mahasiswi jurusan fashion design di salah satu kampus seni terbaik di Inggris yang memiliki sebuah toko bunga dan merupakan warga negara Jerman. Apa ada informasi lagi yang kurang?"     

Anne langsung menutup mulutnya menggunakan kedua tangannya secara spontan saat tuan David Clarke menyebutkan informasi dirinya dengan cukup detail, selama ini ia tak pernah memberitahukan siapapun kalau ia mempunyai toko bunga. Jadi saat ini ia sangat terkejut saat tuan David Clarke tahu, Anne lupa siapa pria yang baru saja bicara dengannya itu.     

"Maafkan aku Anne, aku sudah meminta anak buahku untuk mencari semua informasi tentangmu secara detail. Begitu juga dengan orang-orang terdekatmu, tapi kau tak usah takut. Aku tak mempunyai niat untuk mencelakai mereka, aku hanya perlu tahu saja dengan siapa cucu menantuku berhubungan,"imbuh tuan David Clarke kembali sambil tersenyum penuh arti.     

"Tidak, aku bukan cucu menantu anda dan tak akan mau untuk menjadi cucu menantu anda. Yang aku inginkan adalah kembali ke Inggris, menjalani hidup normal kembali bersama teman-temanku. Menyelesaikan kuliah dan mempunyai pekerjaan yang baik, lalu me...."     

"Menikah dengan seorang pria yang kau cintai begitu?"     

Seorang pria yang suara tak asing memotong perkataan Anne tiba-tiba muncul dari arah kegelapan dan berjalan menuju ruang makan dengan raut wajah yang terlihat sangat kelelahan.     

Melihat pria itu pun Anne melangkahkan kakinya ke belakang tanpa sadar, berada sedekat itu dengan orang yang sudah merenggut masa depannya membuat Anne tak nyaman. Langkah Anne baru terhenti saat secara tak sengaja ia menginjak kaki Noah yang akan mempersiapkan piring untuk tuan mudanya yang baru saja datang itu.     

"Maaf Noah...a-aku tak sengaja,"ucap Anne tergagap pada Noah yang terlihat kesakitan karena kakinya terinjak sepatu hak tingginya.     

Noah menggelengkan kepalanya menahan sakit. "Tidak nona, saya tidak apa-apa,"jawabnya berbohong.     

"Ta-tapi kau..."     

"Saya benar-benar tidak apa-apa nona, jangan khawatir."     

Anne menggigit bibir bawahnya tanpa sadar, saat sedang gugup atau merasa bersalah ia selalu melakukan hal itu untuk menutupi rasa gugupnya. Alan langsung terperanjat saat melihat Anne melakukan itu, jantungnya berdetak sangat cepat saat melihat Anne menggigit bibir bawahnya. Celananya bahkan terasa sesak kembali dengan hal kecil yang Anne lakukan itu, padahal Anne tak sedang menggodanya. Tanpa pikir panjang Alan langsung berjalan dengan cepat untuk mendekati Anne, kemudian dalam gerakkan yang tak terduga Alan meraih salah satu lengan Anne dan menariknya dengan kuat sebelum akhirnya ia mencium dengan rakus bibir Anne. Anne yang tak menyangka akan mendapatkan serangan seperti itu dari Alan nampak sangat kaget, ia tak bisa pergi atau menghindar selain hanya bisa pasrah saat Alan memberikannya ciuman panas di hadapan semua orang.     

"Kau milikku Anne, ingat itu,"ucap Alan dalam hati sambil terus menikmati manisnya bibir Anne.     

Bersambung     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.