I'LL Teach You Marianne

Lily-Rose Johansson



Lily-Rose Johansson

0Rose tersenyum mendengar perkataan Aaron. "Jangan berlebihan seperti itu Aaron, maag adalah hal biasa untuk kami para pencari berita. Jadi jangan terlalu dipikirkan."     
0

"Biasa? Apa yang biasa?"Kedua mata Aaron langsung terbuka lebar.     

"Kami harus berangkat pagi-pagi buta jika mendapatkan tugas penting, yang kadang tak mungkin bisa membuat kami mengisi perut terlebih dahulu. Belum lagi saat di tempat tugas kami harus sabar menunggu berjam-jam hingga sasaran kami mau memberikan keterangan, itu kalau mereka mau berbaik hati menjawab pertanyaan-pertanyaan kami. Ada kalanya kami para wartawan harus menghadapi perlakuan kasar pada bodyguard yang menjaga narasumber kami, belum lagi dengan perubahan cuaca. Jadi kalau sakit maag karena sering telat makan itu adalah hal kecil Aaron, kehilangan hasil wawancaralah yang akan membuat kami hilang akal,"ucap Rose panjang lebar, menjelaskan sedikit aktivitas yang harus ia lakukan sebagai seorang wartawan.      

Aaron tak membuka mulutnya saat Rose selesai bicara, ia masih tak percaya ada seorang gadis yang rela menahan lapar demi sebuah pekerjaan yang sangat menyulitkan seperti itu.      

"Kenapa? Heran atau kagum pada kami para wartawan?" Dengan mulut penuh pizza Rose bertanya pada Aaron.     

"Kenapa kau memilih pekerjaan sebagai wartawan seperti itu?"tanya balik Aaron tiba-tiba.      

Rose mengunyah makanan yang berada dalam mulutnya dengan cepat karena ingin menjawab pertanyaan Aaron, akan tetapi karena ia terlalu buru-buru alhasil pizza yang berada dalam mulutnya belum sepenuhnya terkunyah dengan baik. Sehingga ada beberapa potongan yang masuk dalam ukuran besar ke dalam tenggorokan dan membuat Rose terbatuk-batuk karena tersedak. Melihat hal itu Aaron pun langsung bertindak dengan cepat, ia meraih botol minum yang berada disampingnya dan langsung menyerahkannya pada Rose begitu ia membuka penutupnya.      

Dengan gerakan cepat Rose lalu meraih botol yang diberikan oleh Aaron dan langsung menenggak isinya hingga habis setengah, Aaron pun hanya bisa menggelengkan kepalanya berkali-kali karena tak percaya melihat Apa yang dilakukan oleh Rose. Tanpa rasa bersalah Rose pun mengembalikan botol minumannya kepada Aaron, setelah ia merasa lebih baik.      

"Terima kasih dan maaf kau harus melihatku seperti tadi,"ucap Rose pelan sambil mengulurkan tangannya ke arah potongan pizza yang lain, akan tetapi tiba-tiba saat akan memegang pizza yang tinggal beberapa cm itu Aaron memukul tangannya dengan cukup keras.      

"Aww...sakit Aaron!!!"jerit Rose dengan keras.      

"Berhenti makan, kau baru saja tersedak. Biarkan makanan yang berada di lambungmu itu dicerna terlebih dahulu, jangan kau isi lagi dengan makanan yang lain,"jawab Aaron ketus.      

Rose menatap Aaron dengan sinis. "Aku punya maag Aaron, kalau aku tak makan maka aku akan kesakitan. Memangnya kau mau bertanggung jawab saat penyakit itu kambuh?"      

Aaron menghela nafas panjang, perlahan ia menyingkirkan piring yang berisi pizza dari hadapannya dan Rose.      

"Menghindari maag bukan dengan cara makan seperti itu, kalau kau tiba-tiba makan dalam jumlah yang banyak dalam satu waktu seperti tadi maka hal itu akan memperburuk keadaan lambungmu. Cara penanganan maag bukan seperti itu Rose, akan tetapi kau perbaiki pola makanmu. Jangan lagi tunda-tunda lagi makan jika memang kau terasa lapar, tak usah banyak yang penting lambungmu terisi. Jadi usahakan saat kau bertugas bawalah makanan kecil dalam tas mu, jadi kau tak akan kelaparan,"ucap Aaron pelan sambil tersenyum. "Seseorang yang aku kenal pernah mengatakan hal ini padaku."     

"Mengatakannya padamu? Maksudnya kau…"     

"Iya, aku juga punya maag sepertimu. Karena aku mempunyai kebiasaan yang sama buruknya sepertimu, menunda-nunda untuk makan. Malah saat itu dokter sudah memvonis kalau sudah lambungku rusak karena terlalu parah, akan tetapi saat aku mulai memperbaiki pola makan semuanya berangsur-angsur membaik. Dan sampai detik ini aku tidak pernah merasakan sakit kembali,"sahut Aaron dengan cepat memotong perkataan Rose.      

Rose menatap Aaron tanpa berkedip, sebagai seorang wartawan ia memiliki kemampuan untuk membaca kejujuran lawan bicaranya. Tak lama kemudian senyumnya pun mengembang di wajah cantiknya, saat menyadari pria yang baru ia kenal itu tak sedang berbohong.      

"Dan jawab pertanyaanku tadi,"celetuk Aaron tiba-tiba teringat akan pertanyaan yang belum dijawab Rose.     

"Pertanyaan mana?"tanya Rose bingung.      

"Pertanyaan soal tentang kenapa kau memilih pekerjaan sebagai seorang wartawan, padahal kau tahu sendiri bukan menjadi wartawan bukanlah sebuah pekerjaan yang mudah apalagi untuk seorang wanita." Aaron bicara dengan cepat mengingatkan pertanyaan yang belum dijawab oleh Rose.     

"Karena aku ingin membuat terobosan baru,"jawab Rose singkat.     

"Terobosan baru? Apa maksudmu?"     

"Menjadi wartawan memang tak mudah, karena selain beratnya tugas kami ketika sedang mencari berita kami juga harus dihadapkan dengan kejujuran hati. Kau tahu kan banyak orang penting yang tersandung kasus tak segan menyuap wartawan, karena itulah aku memilih pekerjaan ini. Aku merasa tertantang menghadapi orang-orang seperti itu, akan ku tunjukan pada mereka bahwa tak semuanya bisa dibeli dengan uang. Termasuk sebuah kejujuran,"jawab Rose penuh semangat.      

Aaron menyunggingkan sebuah senyum yang tak terbaca artinya, perlahan ia bangun dari sofa dan berdiri dihadapan Rose.      

"Kau masih terlalu muda Rose untuk bicara seperti tadi, ya sudah kalau begitu aku permisi dan terima kasih atas undangan makan malamnya. Aku harus kembali ke rumahku,"ucap Aaron pelan berpamitan pada Rose.     

"Pulang? Jadi maksudnya kau bukan penghuni salah satu apartemen ini?"tanya Rose terkejut.      

"Bukan, tapi aku sangat mengenal wilayah ini terutama kamar yang sedang kau tempati ini,"jawab Aaron kembali.      

Deg     

Rose terkejut, ia langsung waspada mendengar perkataan Aaron. Ia langsung berpikir buruk soal Aaron.      

"Jauhkan fikiran burukmu itu, aku bukan orang jahat. Beberapa tahun yang lalu aku sering datang ke kamar ini, kamar yang ditempati wanita yang aku cintai yang kini menjadi milikmu ini. Dan tadi aku hanya sedang bernostalgia, mencoba mengingat kenangan kami dikamar ini dengan melihatnya dari bawah. Makanya aku sengaja datang kesini,"ucap Aaron jujur pasca berhasil membaca apa yang ada dalam pikiran Rose.      

"Wanita yang kau cintai." Rose mengulang perkataan Aaron.     

Aaron menatap Rose dan berkata, "Iya, wanita yang aku cintai yang tak mencintaiku. Mengenaskan bukan, tapi ya sudahlah aku tak masalah. Melihatnya tersenyum dari jauh saja aku sudah bahagia."     

Rose tertegun mendengar perkataan Aaron, ia tak percaya ada pria tampan seperti Aaron akan mengalami hal seperti itu.     

"Sudah lah tak usah dibahas, aku tak mau terlihat menyedihkan di hadapan orang. Ya sudah kalau begitu aku permisi Rose, terima kasih makanannya dan senang berkenalan denganmu,"ucap Aaron dengan hangat sambil mengulurkan tangannya ke arah Rose.      

"Aku juga senang bertemu denganmu tuan Aaron…"     

"Aaron Sean Connery."Aaron langsung memotong perkataan Rose memperkenalkan namanya dengan lengkap.      

"Lily-Rose Johansson." Rose pun akhirnya ikut menyebutkan nama aslinya pada Aaron dengan masih mencengkram kuat tangan Aaron.     

"Baiklah kalau begitu aku permisi, selamat istirahat Rose dan jangan lupa perbaiki pola makanmu,"ucap Aaron pelan dan melepaskan tangannya dari tangan Rose.     

Rose menganggukkan kepalanya sambil tersenyum, tak lama kemudian Aaron pun berjalan menuju lift untuk pulang ke rumahnya sendiri.      

"Aaron Sean Connery, CEO dari Connery Corporation selemah itu. Cih kau kira aku akan percaya, dasar Playboy. Caramu murahan,"ucap Rose dalam hati saat menatap Aaron berjalan menjauh, ia pun langsung masuk ke dalam kamarnya dan berniat menghabiskan pizza kesukaannya sehabis mandi sebagai teman untuk bekerja malam.      

Bersambung     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.