I'LL Teach You Marianne

Akal licik Leon



Akal licik Leon

0Tok      
0

Tok     

"Bolehkah aku masuk Anne?" Edward yang baru selesai meeting dengan Leon saat ini berdiri di depan ruangan Anne sambil tersenyum lebar dengan memeluk laptopnya.     

"Masuklah, aku baru selesai bekerja,"jawab Anne lembut.     

Dengan senyum tersungging lebar Edward masuk ke dalam ruangan Anne, ia takjub dengan interior yang ada di ruangan Anne. "Tuan Leon benar-benar luar biasa, sesuai janjinya dengan profesor Gilbert ia memperlakukan kita dengan sangat baik Anne,"ucapnya pelan.     

"Kita? Apa maksudmu?"     

"Ruanganku Anne, ruanganku juga di desain dengan sangat bagus. Aku juga memiliki ruangan sendiri sama sepertimu, hanya saja ruanganku tidak memakai wallpaper seperti ini. Namun tetap saja ruanganku sangat menyenangkan, karena banyak sekali gambar-gambar yang dapat membuatku rileks dengan pekerjaan. Bahkan Tuan Leon juga meletakkan piringan hitam yang dapat aku dengarkan ketika sedang lelah bekerja Anne, bukankah itu sebuah fasilitas yang luar biasa."Edward menjawab dengan penuh semangat, ia menceritakan ruangannya yang luar biasa pada Anne.     

"Jadi bukan hanya ruanganku saja yang dihias rupanya,"gumam Anne lirih tanpa sadar.     

Brak     

"Tentu saja tidak, aku kan sama sepertimu Anne. Jadi aku juga mendapatkan fasilitas yang sama sepertimu,"sahut Edward dengan cepat sesaat setelah ia memukul meja Anne, Edward tahu sesaat tadi Anne sempat melamun.     

"Iya aku tahu maksudnya bukan itu, tadi beberapa senior sempat menyindirku di depan pintu. Mereka mengatakan kalau aku…. hmm ya sudah lah aku tak perlu menceritakan lagi kau pasti sudah tahu ke arah mana pembicaraanku, yang jelas pasti akan ada orang-orang yang membicarakan kita yang hanya pegawai baru ini tapi sudah mendapatkan fasilitas seperti ini. Sebenarnya tadi aku ingin meminta ganti ruangan kepada Tuan Leon, akan tetapi setelah kau mengatakan kalau ruanganmu ternyata juga dihias seperti ini. Jadi aku akan membatalkan niatku itu untuk minta ganti ruangan,"ucap Anne dengan cepat sambil merapikan laptopnya dan bersiap untuk istirahat karena jam makan siang sudah hampir tiba.      

Edward tertawa mendengar perkataan Anne, ia merasa geli dengan apa yang diucapkan oleh Anne baru saja.      

"Jangan dengarkan orang lain Anne, mereka hanyalah orang-orang yang iri akan apa yang kau dapatkan saat ini. Lebih baik kita fokus dengan pekerjaan kita supaya tidak membuat kecewa Profesor Gilbert dan kampus, aku yakin Profesor Gilbert memiliki harapan besar pada kita. Karena jika kita berhasil membawa nama baik kampus di perusahaan ini, maka aku yakin akan banyak perusahaan lain yang memilih mahasiswa lulusan kampus kita untuk bekerja di perusahaannya. Dengan kata lain kita sudah membuat teman-teman kita lebih mudah mendapatkan pekerjaan Anne,"jawab Edward setengah berbisik.     

Anne menghela nafas panjang mendengar perkataan Edward yang menyinggung soal kampus. "Ya kau benar, hanya saja beban ini terlalu berat untukku. Jujur saja aku takut kalau mengecewakan kampus dan Profesor Gilbert yang sudah berharap banyak pada kita, karena seperti yang kau tahu sendiri Edward menjadi seorang manajer di posisi ini bukan sebuah pekerjaan yang mudah apalagi untuk kita yang masih kuliah. Posisi ini bagai dua mata pisau yang tajam yang siap menghujam kita, kalau kita berhasil maka kita akan membantu kampus dan teman-teman kita namun kalau kita gagal kita akan memberikan Citra jelek di kampus. Karena itulah sejak awal aku menolak posisi ini namun prosesor Gilbert meyakinkanku berkali-kali kalau aku mampu memegang posisi ini, padahal jujur saja aku sendiri merasa tidak mampu."     

Edward menyentuh pundak Anne dengan tersenyum lebar, ia lalu berkata,"Jangan berpikir terlalu jauh seperti itu Anne, yakin saja kau mampu memegang posisi ini dengan baik. Karena Profesor Gilbert tidak akan mungkin menunjuk sembarang orang jika ia merasa orang itu tak mampu, jadi kau harus yakin bahwa dirimu mampu. Ya sudah karena sudah hampir jam makan siang sekarang lebih baik kita pergi ke kantin, perutku sudah sangat lapar Anne. Tadi pagi aku tidak sarapan karena terlalu semangat pergi ke kantor,"ucapnya pelan mencoba untuk mengalihkan pembicaraan.      

"Jangan dibiasakan seperti itu Edward, kalau kau terkena maag itu akan menjadi sesuatu yang sangat menyiksamu,"jawab Anne dengan cepat sambil tersenyum, namun senyum di wajah Anne langsung menghilang ketika tiba-tiba mengingat Aaron yang memiliki penyakit maag kronis.      

"Aku itu bukan seorang laki-laki yang tak mudah sakit karena hal sepele Anne. Lagi pula aku sangat sehat dan rajin olahraga, jadi aku tak mungkin terkena penyakit seperti itu,"sahut Edward dengan cepat menyombongkan gaya hidup sehatnya pada Anne, ia tak menyadari kalau saat ini Anne sedang melamun.     

Setelah berkata seperti itu Edward kemudian berjalan meninggalkan meja kerja Anne menuju pintu, namun langkahnya terhenti saat menyadari Anne masih duduk di kursinya dan tak beranjak mengikuti dirinya.      

"Anne ayo!!!"     

"Akhh iya Edward, tu-tunggu sebentar,"sahut Anne tergagap karena baru tersadar dari lamunannya pasca mendengar teriakan Edward.     

Edward tersenyum melihat Anne yang sedang terburu-buru seperti itu, ternyata gadis yang sudah menarik perhatiannya saat pertama kali ia melihatnya di kampus memiliki sisi yang sangat menyenangkan. Setelah selesai merapikan meja kerjanya, Anne lalu menyusul Edward yang sudah berdiri di depan ruangannya sambil tersenyum.      

"Sudah?"     

"Yes,"jawab Anne singkat.     

"Sebelum ke kantin mampir ke ruanganku dulu, aku harus meletakkan laptopku di meja. Aku tak mungkin makan siang dengan membawa laptop seperti ini, nanti dikira aku seseorang yang arogan karena membawa laptop di kantin,"ucap Edward pelan saat berjalan meninggalkan ruangan Anne menuju ke ruangannya yang berada tak jauh dari lift.      

"Iya tapi aku tak mau menunggu lama Aku sudah lapar Edward."Anne menjawab dengan cepat.     

"Iya aku tahu,"sahut Edward singkat dengan sebuah senyum lebar tersungging di wajahnya, ia kemudian mempercepat langkah kakinya menuju ruangan yang sudah tak jauh dari tempatnya dan Anne berada saat ini.      

Begitu Edward masuk ke dalam ruangannya, Anne nampak mengagumi ruangan Edward yang ternyata juga memiliki desain interior yang sangat menarik seperti ruangannya. Hanya saja karena Edward adalah seorang music director, banyak sekali peralatan musik klasik yang ada di dalam ruangan kerja Edward yang sangat menyenangkan.      

"Baguslah?"tanya Edward dengan cepat.     

"Iya, ruanganmu ternyata juga menyenangkan Edward,"jawab Anne dengan jujur.     

"Maka dari itu tadi aku katakan padamu untuk tidak mendengarkan perkataan orang lain Anne, aku yakin mereka berkata seperti itu karena merasa iri padamu yang mendapatkan fasilitas diatas mereka. Secara mereka hanya duduk bersama-sama di meja seperti itu, sedangkan kita diberikan ruangan khusus oleh Tuan Leon. Sampai sini paham kan?"tanya Edward kembali.     

"Aku paham,"     

Mendengar jawaban Anne membuat Edward tersenyum, ia kemudian meraih tangan Anne dan mengajaknya segera berjalan menuju lift yang sudah berhenti di lantai sepuluh tempat mereka berada saat ini.      

Dari ruangannya Leon tersenyum mendengar apa yang dikatakan oleh Edward pada Anne, ternyata tanpa Edward dan Anne ketahui Leon sudah memasang alat penyadap di ruangan mereka masing-masing. Sehingga saat ini Leon bisa mendengar semua apapun yang dikatakan oleh Anne ataupun Edward.     

"Ternyata keputusanku tepat untuk memberikan ruangan pribadi juga pada Edward, karena dengan itu Marianne tidak akan menolak kuberikan ruangan yang sudah cantik seperti itu. Dan sepertinya saat ini aku harus memberikan pelajaran kepada para karyawan yang sebelumnya sudah berkata yang tidak-tidak pada Marianneku,"desis Leon lirih, matanya menatap tajam ke arah pintu ruangannya yang tertutup, ia tak rela Marianne di sindir-sindir seperti tadi oleh keempat karyawannya. "Tak akan kuijinkan siapapun menyakiti hati Marianneku, nyonya Gankeku."     

Bersambung     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.