I'LL Teach You Marianne

Janji teman



Janji teman

0Pelukan Anne terasa semakin kencang saat petir kembali berkilat dan hal itu membuat Aaron merasa kasihan kepada Anne, yang ternyata tidak sedang bergurau kalau ia mengatakan takut kepada petir.      

"Ayo masuk, kalau di luar terus kau akan kembali mendengar kilatan petir dan guntur lagi Anne," bisik Aaron lembut sambil menepuk pundak Anne yang memeluknya kencang.     

"Huum," jawab Anne lirih, ia masih tak mau mengangkat wajahnya dari dada bidang Aaron tempatnya berlindung.     

Aaron tersenyum melihat tingkah Anne, perlahan ia mengajak Anne masuk ke dalam gedung apartemen. Walaupun ia agak kesulitan berjalan karena Anne mencengkram erat tangannya namun Aaron tetap berusaha untuk berjalan masuk ke dalam gedung, ia tak mau Anne kembali mendengar kilatan petir lagi. Dengan susah payah Aaron akhirnya bisa membawa Anne masuk ke dalam gedung apartemen, satu menit setelah mereka berdua masuk tiba-tiba hujan turun dengan lebat disertai kilatan petir yang bermunculan.      

"Akhhh.." pekik Anne kembali dengan menutup kedua telinganya sambil berjongkok di hadapan Aaron, saat kilatan petir kembali datang dan membuat semua tempat menjadi terang benderang seketika.     

Beberapa saat kemudian disusul dengan suara menggelegar yang memekakkan telinga.     

"Anne ayo masuk ke lift, kita harus sampai di kamarmu secepatnya," ucap Aaron pelan sambil berusaha membangunkan Anne.     

"A-aku takut Aaron," jawab Anne terbata, petir dan guntur membawa kembali kenangan buruk yang ingin Anne hilangkan.     

"Aku tau, ya sudah ayo naik ke lift. Kita harus sampai di kamarmu atau kalau tidak kau akan mendengar kilat dan guntur lagi disini," sahut Aaron lembut.     

Anne menganggukkan kepalanya perlahan merespon perkataan Aaron, ia kemudian berjalan menuju lift yang berada tak jauh dari tempatnya berada saat ini dengan perlahan. Beruntung ada Aaron disampingnya yang mau membimbingnya masuk ke dalam lift kalau tidak mungkin sudah terjatuh, di dalam lift tak ada percakapan yang terjadi diantara mereka berdua. Pasalnya Anne lebih memilih diam sambil menundukkan kepalanya dan bersandar pada dinding lift, sementara Aaron berdiri disamping Anne berjaga agar Anne tak jatuh. Tak lama kemudian lift pun berhenti di lantai sepuluh tempat unit apartemen Anne berada, Aaron kembali mengikuti langkah Anne dari belakang menuju kamarnya.      

"Heii Anne...are you ok!!" jerit Aaron kembali saat melihat Anne hampir terjatuh saat baru saja melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar.     

"I'm fine," jawab Anne lirih.     

"No, your not!!" sahut Aaron dengan cepat sambil membimbing Anne duduk di sofa yang ada diruang tamu.     

Setelah memastikan Anne duduk dengan baik di sofa Aaron lalu pergi ke pantry untuk mengambil air minum, semenit kemudian Aaron terlihat sudah kembali dengan membawa segelas air dari dalam kulkas.      

"Minum, kau akan lebih baik," ucap Aaron dengan cepat sambil mengulurkan gelas yang baru ia ambil dari pantry.     

"Terima kasih," jawab Anne tanpa suara, ia lalu meraih gelas yang diberikan Aaron dan langsung menenggak habis isinya tanpa sisa.      

Melihat apa yang dilakukan Anne membuat Aaron tersenyum, kilatan petir yang kembali terlihat menyadarkan Aaron. Ia kemudian bangun dari hadapan Anne dan berjalan menuju jendela yang tirainya masih terbuka dengan satu gerakan Aaron berhasil menutup rapat jendela besar yang ada di unit apartemen Anne yang sangat rapi itu, senyum Aaron tersungging saat melihat interior kamar Anne yang sangat tertata rapi. Ia pun kembali berjalan mendekati Anne yang masih duduk sambil tertunduk di sofa menatap lantai tanpa bicara sambil memainkan jarinya, melihat apa yang dilakukan oleh Anne membuat Aaron langsung bertindak.     

"No Anne jangan begini, kau tak boleh begini. Semuanya baik-baik saja, kau sudah ada di tempat tinggalmu saat ini. Kilat petir dan suara guntur pun sudah tak terdengar lagi dan kau pun sudah aman Anne," ucap Aaron lembut sambil menahan gerakan tangan Anne.     

"Aku takut…"     

"Hei hei heii...dengarkan aku, kau harus melawan rasa takutmu itu atau kau akan selamanya terjebak dalam rasa takutmu ini. Hidup dalam ketakutan singgung menyiksa Anne, apa kau mau hidup seperti ini selama sisa hidupmu nanti?" tanya Aaron dengan cepat memotong perkataan Anne.     

"Tentu tidak," jawab Anne lirih.     

"Bagus kalau tidak tak mau hidup dalam ketakutan seperti, maka dari itu kau harus melawannya Anne. Lawan rasa takutmu itu Anne," sahut Aaron singkat.     

Anne menggelengkan kepalanya perlahan mendengar perkataan Aaron, kedua mata sudah dipenuhi air dan siap untuk jatuh membasahi wajahnya.     

"Kenapa kau menggelengkan kepalamu Anne?" tanya Aaron kembali sambil meraih tissu yang ada di atas meja dan menyerahkannya kepada Anne.     

"A-aku tak tau bagaimana caranya melawan rasa takut itu Aaron, aku benar-benar tidak tau caranya," jawab Anne terbata-bata.      

"Ingatlah kenangan manis saat ketakutan itu muncul lagi Anne, aku yakin dengan mengingat kenangan manis yang terjadi di dalam hidupmu rasa takutmu pasti akan pergi dengan sendirinya Anne," ucap Aaron penuh semangat.     

Alih-Alih mengiyakan perkataan Aaron yang terdengar menyenangkan itu, Anne justru mulai meneteskan air matanya dengan deras sambil menundukkan wajahnya kembali ke lantai saat Aaron membahas tentang kenangan manis. Pasalnya selama ini ia merasa tak pernah mendapatkan kenangan manis apapun selama ia hidup hampir 23 tahun di dunia, semua yang ia lewati selama ini adalah kenangan buruk yang tak diinginkan oleh siapapun termasuk Anne.      

Melihat Anne menangis membuat Aaron bingung, dengan memberanikan diri Aaron meraih wajah Anne yang tertunduk menggunakan jemarinya lalu ia angkat menghadap dirinya. Menatap wajah Anne yang dibasahi air mata membuat Aaron terasa sakit tanpa sebab.     

"Aku menemuimu tidak untuk melihatmu menangis seperti ini Anne, maukah kau berbagi padaku tentang luka yang kau alami dulu sehingga membuatmu ketakutan seperti ini Anne?"tanya Aaron lembut sambil menyeka air mata Anne dengan menggunakan jarinya.     

Anne melepaskan tangan Aaron yang menyentuh wajahnya dengan perlahan, ia lalu duduk bersandar di sofa sambil menatap foto hitam putih usang kedua orangtuanya. Satu-satunya peninggalan terakhir dari kedua orangtuanya.     

"Ibuku meninggal saat aku masih kecil di malam hari di atas ranjang usang milik kami, waktu itu hujan lebat disertai kilat dan guntur sedang menghujani Fussen. Fussen adalah kota Bavaria dekat perbatasan dengan Austria. Saat memasuki sekolah menengah pertama ayahku meninggal setelah ia sakit pasca terjatuh di tempat kerjanya, ayahku adalah seorang kuli bangunan yang tiap harinya hanya mendapatkan upah yang bisa untuk digunakan makan kami berdua. Ayahku rela menahan kesakitannya demi agar aku tetap bisa sekolah dan makan, ia tak mau menggunakan uang yang ia dapat dari hasil kerjanya untuk ke dokter..Sampai akhirnya dia harus menyerah dengan sakitnya dan meninggal tanpa pertolongan dokter, hari itu ayahku pergi meninggalkan aku sendirian dengan suara petir yang ada di langit. Belum selesai sampai saat itu, aku kembali harus mengalami kenyataan pahit. Saat memasuki usia yang beranjak dewasa di mana dengan mata kepalaku sendiri, aku melihat sebuah penghianatan besar yang dilakukan oleh sahabat baikku orang yang aku tolong di pinggir jalan. Ia melakukan sebuah kejahatan yang tidak akan pernah aku bisa lupakan seumur hidupku dan saat itu pun sedang terjadi hujan yang sangat lebat di Berlin. Walaupun sudah bertahun-tahun semua itu terjadi, namun saat hujan petir kembali datang ingatan-ingatan itu kembali muncul. Hujan dan petir seolah-olah tak pernah mau melepaskan aku, ia terus-menerus memaksaku mengingat semua kenangan mengerikan itu," ucap Anne lirih dengan wajah yang sudah dibanjiri air mata.     

Sepanjang Anne menceritakan apa yang menyebabkan ia sangat ketakutan pada hujan petir Aaron hampir tak bisa bernafas dengan baik, ia benar-benar tak menyangka kalau gadis yang terlihat sangat pemberani dan menyenangkan itu ternyata menyimpan sebuah kenangan mengerikan sepanjang hidupnya.      

"Anne…"      

"Aku tak tau cara menghilangkan semua itu Aaron, satu-satunya cara yang selama ini aku lakukan adalah lari dan bersembunyi lalu menyembuhkan lukaku sendiri tanpa mau menoleh kebelakang," isak Anne terbata-bata.     

Aaron terdiam mendengar perkataan Anne, ia benar-benar tak menyangka kalau Anne mempunyai trauma sedalam ini. Dengan perlahan Aaron meraih tangan Anne yang berpangku di atas kedua pahanya, ia meraih tangan Anne dan ia genggam dengan erat.     

"Mari berteman Anne," ucap Aaron tiba-tiba.     

"Apa?"tanya Anne bingung.     

"Berteman, kau mau kan berteman denganku?" tanya balik Aaron lembut.     

"Iya," jawab Anne singkat.     

Sebuah senyum tersungging di wajah tampan Aaron, ia lalu meriah jari kelingking Anne lalu ia ikat dengan jari kelingkingnya. Aaron membuat simbol janji yang biasa dilakukan anak-anak kecil.      

"Sebagai teman tak boleh ada rahasia lagi diantara kita, sebagai teman harus mau membagi suka dan duka bersama," ucap Aaron pelan sambil tertawa lebar.      

"Ikuti Anne," imbuh Aaron tiba-tiba menimpali perkataannya yang sebelumnya.     

"Ikuti apa?" tanya Anne bingung.     

"Ikuti janji teman yang aku ucapkan tadi," jawab Aaron dengan cepat.     

"Itu janji teman? kenapa aku baru mendengarnya?" tanya Anne bingung.     

Cetakkk     

"Awww…"      

Anne memegangi keningnya yang di      

pukul oleh Aaron secara tiba-tiba.     

"Jangan banyak bicara, cepat ikuti," ucap Aaron dengan suara meninggi sambil menggoyang-goyangkan tangannya yang sedang mengikat jari kelingking Anne menggunakan jari kelingkingnya.     

"Iya iyaaaa...aku lupa, coba ulangi," sahut Anne mengalah.     

Sebuah senyum tersungging di bibir Aaron mendengar perkataan Anne, ia senang karena akhirnya Anne mau melakukan apa yang ia pinta. Tak lama kemudian Aaron pun mengucapkan kalimat yang baru ia karang sebelumnya dengan lantang yang kemudian diikuti oleh Anne.      

"Pelan-pelan Anne, pelan-pelan aku akan masuk ke dalam hatimu," ucap Aaron dalam hati sambil menatap ke arah Anne yang sedang mengulangi perkataannya.      

Bersambung      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.