I'LL Teach You Marianne

Rahasia besar Anne : Derita keluarga



Rahasia besar Anne : Derita keluarga

0Suara teriakan Anne membuat nyonya Delila dan nyonya Riley yang sedang merapikan keranjang yang sudah selesai dipakai pelanggan terakhir terkejut, mereka pun langsung berlari dan masuk ke dalam ruangan kasir dimana Anne masih tidur. Keduanya terkejut saat melihat tubuh dan wajah Anne dipenuhi keringat, padahal saat ini AC yang ada laundry sangat dingin.      
0

"Anne, kau kenapa sayang?"tanya nyonya Riley panik sambil menyeka keringat di wajah Anne menggunakan sapu tangannya yang masih bersih.     

"Minum, minum dulu Anne,"ucap nyonya Delila pelan sambil memberikan botol air mineral yang baru untuk Anne.     

Anne yang baru saja mengalami mimpi buruk langsung meraih botol minuman yang diberikan oleh nyonya Delila dan langsung menghabiskan air dalam botol itu dengan cepat.      

"Ok, sekarang kau tenangkan dirimu Anne. Ambil nafas panjang dan tenanglah, mengalami mimpi buruk memang melelahkan,"ucap nyonya Riley pelan.     

"Kau ini kenapa Anne, kenapa sekacau ini? Kalau kau ada masalah lebih baik ungkapkan dan ceritakan Anne, jangan kau pendam sendiri. Memang kadangkala kita lebih memilih untuk menyimpan rapat-rapat rahasia itu dalam diri kita namun jika kau tak kuat untuk menahan beban itu kau bisa membaginya dengan orang yang kau percaya agar beban itu sedikit terangkat dari pundakmu," imbuh nyonya Riley kembali, ia merasa kasihan melihat Anne yang terengah-engah karena mimpinya.     

"Iya Anne, kalau kau mau kami berdua siap mendengarkannya. Itupun kalau kau percaya pada kami," ucap nyonya Delila lembut.     

Mendengar perkataan kedua wanita paruh baya yang ada di hadapannya membuat Anne terdiam, ia lalu menatap dengan mata berkaca-kaca ke arah nyonya Riley dan nyonya Delila bergantian. Setelah itu ia lalu menarik nafas panjang sambil memejamkan kedua matanya perlahan sehingga membuat air matanya menetes secara perlahan membasahi pipinya.      

"Sebenarnya mimpiku adalah ingin menjadi seorang pianis Nyonya, alat musik pertama kali yang aku kenal adalah piano. Meskipun alat musik itu bukan milikku tapi aku sangat menyukainya," ucap Anne pelan sambil membuka kedua matanya perlahan.      

"Ayahku adalah seorang buruh serabutan di desa kecil yang bernama Cochem yang membentang di sepanjang sungai Moselle, Jerman. Kami tinggal di desa ini sampai aku berusia satu tahun, karena ibuku adalah seorang pelayan gereja jadi kami tinggal berpindah-pindah mengikuti perintah dari yayasan gereja tempatnya bekerja. Dan akhirnya kami pun berpindah ke sebuah kota yang bernama Triberg im Schwarzwald karena ibu lagi-lagi mendapat perintah dari yayasan tempatnya bekerja untuk melayani gereja yang ada di kota kecil itu, Triberg im Schwarzwald adalah kota cantik yang dikelilingi oleh ladang hijau dan terletak di antara pohon-pohon tinggi di hutan hitam. Di kota ini pula lah semua kejadian buruk menimpa keluarga kami bertubi-tubi, aku yang selalu diajak oleh ibu pergi ke gereja untuk melakukan pelayanan setiap hari minggu selalu senang ketika mendengar ibu bermain piano. Aku bahkan memilih duduk di bawah kaki ibu yang sedang memainkan tuts piano, mungkin bagi anak seumuranku saat itu pasti akan sangat ketakutan ketika mendengar denting piano sedekat itu namun bagiku tidak. Aku justru menikmati permainan jemari ibu di atas tuts piano, kadang bahkan aku bisa sampai tertidur dibawah piano sambil memeluk kaki ibuku. Aku bisa ketiduran seperti itu karena ibu harus mengiringi paduan suara saat ibadah berlangsung selama kurang lebih enam jam setiap hari, dua jam di pagi hari, dua jam di siang hari dan dua jam di sore hari. Di saat semua jamaah pulang aku selalu dilatih ibu untuk bermain piano, meskipun aku belum sekolah namun aku sudah mahir memainkan beberapa simfoni milik Beethoven. Karena ibuku adalah salah satu fans dari Beethoven dan Mozart Karena itulah aku bahkan sampai hafal di luar kepala sepuluh lagu populer yang diciptakan oleh Beethoven saat umurku lima tahun." Anne menghentikan ceritanya sambil memejamkan kedua matanya kembali, sebab setelah inilah semua tragedi terjadi.     

"Akhirnya saat usiaku lima tahun aku mengetahui rahasia besar kenapa kami harus tinggal berpindah-pindah, secara tidak sengaja aku mendengar percakapan ibu dan ayah yang sedang menerima kehadiran seorang tamu yang saat itu sangat kaya. Dia datang dengan membawa banyak sekali uang dan perhiasan serta baju cantik dan makanan enak yang belum pernah aku makan seumur hidupku, karena aku tak tahu apapun aku hanya sibuk memakan makanan yang dibawa oleh orang asing itu sampai akhirnya aku mendengar percakapan mereka yang sangat serius. Ternyata orang itu adalah majikan ayahku yang tertarik kepada ibu dan ia selalu mengejar-ngejar ayah dan ibu ke manapun karena ingin menjadikan ibuku sebagai istrinya yang keempat, namun karena ibuku mencintai ayah ia menolak permintaan orang kaya itu dan rela berpindah-pindah bersama ayahku dan diriku tentunya untuk menghindari orang kaya yang sombong itu. Sejak penolakan besar itu lah semua penderitaan kami dimulai, ayahku selalu dipecat dari pekerjaannya setiap kali ia bekerja menjadi tukang bangunan. Ia hanya akan bekerja selama satu minggu saja di tempat kerjanya, setelah itu ia dipecat dengan alasan tidak jelas. Karena itulah ibuku rela bekerja serabutan di rumah orang kaya untuk menjadi tukang cuci pakaian mereka, aku yang masih kecil benar-benar tidak tau apa yang sebenarnya terjadi dengan kedua orang tuaku. Yang aku tau setiap malam ayahku pasti pulang dengan luka baru di tubuhnya, meskipun ia berkata baik-baik saja namun aku tau dan yakin sekali kalau luka yang ada di tubuh ayah pasti sangat sakit. Karena setelah ayah tidur aku pasti mendengar ibuku menangis dan meminta maaf pada ayahku, hal itu terus terjadi sampai aku berusia tujuh tahun. Dan saat itulah ibuku mulai sakit-sakitan, tentu saja sebagai seorang wanita yang bertubuh lemah ia tidak akan bisa kuat menanggung beban sebagai kepala rumah tangga yang menghasilkan uang untuk kehidupan kami. Ibuku rela mengambil pekerjaan tambahan di rumah orang lain lagi agar kami memiliki sedikit tambahan uang supaya tidak kelaparan untuk minggu selanjutnya, karena itulah ibu rela mengambil banyak pekerjaan demi menyambung hidup itu pun ia masih bisa melayani gereja." Anne kembali berhenti cerita karena dadanya terasa sesak mengingat penderitaan kedua orang tuanya, ia pun masih mengingat dengan jelas rasanya kelaparan di saat hampir dua hari tidak makan karena saat itu gaji ibunya ditahan oleh sang majikan. Dan Hal inilah yang membuat Anne sangat menghargai makanan karena ia tahu bagaimana rasanya kelaparan.      

"Anne, sayang. kalau kau tak mau bercerita tak usah dipaksa sayang," ucap nyonya Delila pelan menahan tangis.     

"Iya Anne, aku tak mau melihatmu seperti ini," imbuh nyonya Riley terbata, melihat Anne berulang kali memegangi dadanya saat bercerita membuatnya merasa tak tega. Ia yakin Anne pasti sangat menderita saat menceritakan semua ini pada mereka berdua.      

"Tidak Nyonya, aku tidak apa-apa. Aku akan menyelesaikan cerita ini, setidaknya setelah a-aku bercerita mungkin semua ketakutan dan kesakitan yang tersimpan di dalam diriku akan menghilang,"jawab Anne lirih.     

"Kau yakin sayang?"tanya nyonya Delila pelan.     

"Yakin." Anne menjawab singkat dengan penuh percaya diri.     

Bersambung     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.