I'LL Teach You Marianne

Rencana kejam



Rencana kejam

0Sebuah mobil Bugatti Chiron terlihat masuk ke parkir bawah tanah sebuah hotel mewah setelah sebelumnya melaju dengan kecepatan tinggi di jalan raya, sang pengemudi mobil itu terlihat sangat marah sekali sehingga tak memperdulikan keselamatannya sendiri.     
0

"Hi, selamat..."     

Prank     

Sebuah vas bunga langsung hancur berkeping-keping saat terkena lemparan sebuah benda keras yang tak lain adalah ponsel yang dilempar sang empunya begitu pintu kamar mewah itu terbuka.     

"Nona Allen..."     

"Apa!!! Kau mau marah? Marah saja karena aku pun juga sedang sangat marah saat ini,"pekik Giselle dengan keras memotong perkataan seorang pria yang baru saja membukakan pintu untuknya yang tak lain adalah Leon.     

Menyadari mood Giselle sedang sangat kacau Leon pun memutuskan untuk tak berkomentar lagi, ia memilih untuk menutup pintu kamarnya dengan cepat karena tak mau membuat orang datang. Wajah Giselle memerah menahan emosi yang membuncah pasca melihat Jack dan Anne bermesraan di Temple de Saint-Pierre, gereja yang bersejarah untuknya karena penuh kenangan indah bersama Jack ditempat itu sejak mereka masih remaja.     

Setelah menutup pintu Leon kemudian meraih gelas kosong dan menuangkan wine kedalamnya. "Minumlah, kau akan merasa lebih baik,"     

Giselle menatap tajam pada Leon yang sedang memberikan gelas berisi wine padanya, alih-alih menerima gelas yang diberikan Leon padanya Giselle justru merebut botol wine yang ada ditangan kiri Leon dan langsung menenggak wine dari botolnya. Melihat apa yang dilakukan Giselle membuat Leon menyunggingkan senyumnya.     

"Fuck...dasar wanita rubah sialan, beraninya mengotori tempat bersejarahku,"ucap Giselle dengan suara meninggi saat sudah selesai menenggak wine.     

Leon menggoyang-goyangkan gelas yang berisi wine di tangannya. "Apa kau sedang PMS, nona Allen?"     

"Shut up, aku sedang tak ingin bergurau Leon."     

Leon tertawa mendengar jawaban Giselle, ia pun akhirnya meminum wine yang ada ditangannya sampai tandas.     

"Jadi bagaimana? Apa kau setuju dengan penawaran kerjasama yang sebelumnya kau berikan padamu, nona?"     

Giselle menetap Leon tanpa berkedip. "Apa kau yakin bisa memisahkan mereka?"     

"Marianne adalah istriku yang sangat mencintaiku sebelum ia bertemu dengan Jack dan terkena rayuannya, jadi aku percaya sekali dia pasti mau kembali padaku. Hanya masalah waktu saja Anne kembali padaku."     

"Jaga ucapanmu, Leon. Bukan Jack yang merayu mantan istrimu itu tapi mantan istrimulah yang menggoda Jack, jadi jaga ucapanmu,"sahut Giselle ketus menyahut perkataan Leon dengan mata yang membulat sempurna penuh amarah, Giselle tak terima Jack disebut sebagai perayu.     

Leon terkekeh. "Sudahlah, jangan bahas ini. Kalau kita membahas soal siapa yang merayu atau siapa yang dirayu maka usaha kita untuk memisahkan mereka tak akan berhasil. Lebih baik sekarang kita fokus pada tujuan kita, menyusun rencana untuk memisahkan mereka."     

Giselle terdiam, ia mencerna perkataan Leon. Tekadnya sudah bulat saat ini, ia harus mendapatkan Jack. Giselle sudah pernah kalah dengan Shopia Higgins dan kini ia tak mau kalah lagi, apalagi kalah dengan seorang Anne yang tak selevel dengannya.     

"Lalu bagaimana rencanamu, Leon?"tanya Giselle pelan tak lama kemudian.     

Leon tersenyum dan duduk dikursi tepat dihadapan Giselle, Leon mengatakan semua rencananya pada Giselle. Selema Leon bicara Giselle sama sekali tak menjawab, Giselle hanya menganggukkan kepalanya saja beberapa kali merespon perkataan Leon.     

"Karena itulah aku butuh bantuanmu, Giselle. Sebagai orang yang pernah dekat dengan Jack dikantor aku yakin kau punya akses untuk masuk ke sistem perusahaannya, aku yakin kau pasti bisa membantuku menghancurkan perusahaannya dari dalam,"ucap Leon pelan menyudahi perkataannya.     

Giselle meremas kedua tangannya penuh emosi. "Semua aksesku untuk masuk ke sistem di perusahaan sudah di blok si brengsek Erick itu, Leon. Aku yakin sekali Erick adalah orang yang membuatku tak bisa mengakses emailku lagi."     

"Semua aksesmu di blok?"     

"Iya, karena itu aku khawatir tak bisa membantu banyak."     

Leon terdiam mendengar perkataan Giselle, raut kecewa terlihat jelas diwajahnya. Akan tetapi Leon berusaha untuk tetap tenang saat ini, ia tak boleh membuat calon rekannya itu kecewa padanya.     

"Baiklah, hal itu tak usah kau pikirkan. Saat ini lebih baik kita gunakan dulu rencana B, nanti kalau rencana B sudah berjalan maka kita bisa mencari jalan untuk merusak konsentrasi Jack dengan kehancuran Muller Finance Internasional kebanggannya itu,"ucap Leon datar berusaha tenang.     

"Kau yakin rencana ini akan berhasil?"tanya Giselle sedikit ragu.     

Leon tersenyum. "Kita tak akan tahu jika tak mencoba, nona Alllen. Yang jelas kita bisa memanfaatkan rasa cemburu berlebihan dari Jack untuk menghancurkannya, tapi dalam melakukan ini kau harus hati-hati. Jangan sampai kau menyakiti Marianneku, ingat kesepakatan kita ini, Giselle."     

"Aku tahu, tenang saja. Kau jangan khawatir."     

"Ok, sekarang katakan padaku semua hal yang sudah kau lewati bersama Jack. Aku harus tahu sedekat apa kalian selama ini,"ucap Leon kembali sambil menyandarkan tubuhnya ke kursi.     

Giselle menarik nafas panjang, ia pun mulai menceritakan masa-masa indahnya bersama Jack saat remaja dulu. Giselle menceritakan semua perhatian Jack padanya, perhatian yang sudah ia salah artikan. Pasalnya perhatian yang Jack berikan padanya hanyalah perhatian sebagai teman, tapi Giselle yang sudah terlanjur jatuh cinta pada Jack menutup fakta itu. Bagi Giselle saat ini ia harus mendapatkan Jack, tak perduli harus dengan cara apa. Meskipun ia sudah tahu Jack sudah bahagia dengan keluarganya, meskipun harus menyakiti perasaan wanita lain. Selama tujuannya tercapai Giselle tak perduli.     

****     

"Akh kenyang sekali, semua kue ini enak semua. Aku pesan lagi ya, Jack,"ucap Anne pelan saat baru saja selesai menyuapkan kue potongan terakhir pada Jack.     

"Jangan."     

"Kenapa?"tanya Anne dengan sedih.     

Jack langsung menelan kue almond yang ada didalam mulutnya meski belum terkunyah secara halus. "Kalau dibawa ke rumah maka rasanya tak enak lagi, babe."     

"Benarkah?"     

"Iya, lebih enak jika dimakan di tempat seperti ini,"jawab Jack asal bicara, ia tak mau menjadi korban keganasan Anne kembali karena dipaksa terus menghabiskan kue-kue itu lagi.     

Anne menatap Jack dengan mata berkaca-kaca. "Lalu bagaimana jika aku mau makan kue ini lagi?"     

"Kita bisa datang lagi ke toko ini, honey. Kau tak usah khawatir, aku juga siap mengantarmu dengan senang hati,"jawab Jack kembali sambil mencengkram kedua tangan Anne yang berada diatas meja.     

Anne terdiam beberapa saat, sebelum akhirnya ia tersenyum lebar pada Jack yang menatapnya penuh cinta. Dengan cepat Anne melepaskan cengkraman tangan Jack dan meraih tisu yang ada diatas meja untuk menyeka sisa coklat yang tertinggal di pipi sang suami.     

"Baiklah kalau begitu, aku setuju. Ya sudah ayo kita selfie,"ucap Anne dengan tersenyum lebar.     

"Selfie? Dalam keadaan perutku seperti ini?"tanya Jack dengan suara serak.     

Anne memiringkan kepalanya. "Memangnya kenapa perutmu?"     

Jack langsung bangun dari sofa dan berdiri dihadapan Anne setelah mengangkat t-shit yang menutupi perutnya yang sudah buncit. "Aku akan jelek sekali di foto tak sebanding denganmu yang cantik, aku tak mau."     

Fix, pasangan suami istri cocok. Sama-sama mempunyai sikap ajaib yang sama.     

Bersambung     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.