Masuk Dalam Dunia Novel

Chapter 192 ( Membaca Pikiran )



Chapter 192 ( Membaca Pikiran )

0Monna lalu buru-buru berteriak pada kakaknya setelah memalingkan wajah.     
0

"Kenapa Putra Mahkota bisa ada di sini? Dan kenapa kalian.."     

Tidak sanggup melanjutkan kata-katanya.     

Asraff yang jijik, melempar Monna dengan bantal.     

"Aduh! Kenapa memukulku dengan bantal?!"     

Lupa sejenak tujuannya menemui Asraff. Perhatian Monna sudah teralihkan pada sosok Belhart yang kini telah berpakaian. Tersenyum ramah padanya dan terlihat sangat ceria ketika mereka bisa bertemu kembali setelah beberapa hari yang menyiksa.     

Monna sontak bertanya dengan gugup.     

"Kenapa Anda tersenyum? Dan kenapa menatapku sampai seperti itu?" tanya Monna tak ingin bersenang hati diberikan tatapan penuh cinta.     

Tunggu.     

Cinta?     

Menggeleng lemah dan bersikap santai.     

"Tidak apa-apa. Aku hanya senang bisa melihatmu lagi. Karena rindu ini akhirnya tersampaikan,"     

Asraff yang muak melempar Belhart dengan bantal kedua. Tidak mempedulikan status Belhart yang adalah Putra Mahkota. Asraff memperingatkan.     

"Berhenti menggoda adik saya. Dan kurangi ucapan norak itu!" ucap Asraff tidak senang. Ketika kekesalannya semakin bertambah karena Belhart berhasil menangkap mulus serangannya tanpa kesulitan.     

Sempat bingung darimana Belhart bisa mengucapkan kata-kata semacam 'rindu'. Monna yang merasakan wajahnya memanas. Mengalihkan fokusnya. Namun separuh enggan ketika tatapan mata Belhart terus dia tunjukkan pada Monna.     

"Kakak.. kita perlu bicara. Dan ini sangat penting! Menyangkut Alliesia dan aku butuh kejelasan sekarang juga!"     

Asraff mengubah raut wajahnya.     

Dari semula yang sudah sempat bertekuk. Asraff tekuk semakin dalam.     

"Ada apa? Apa dia mengatakan sesuatu padamu?" berucap dengan dingin dan tidak nampak senang.     

Monna sangat mengerti, pasti sudah terjadi sesuatu dan masalah ini serius.     

"Kita bicara di tempat lain dan ikut aku,"     

Berpikir mungkin Asraff akan seperti sebelumnya ketika Monna memberikan pertanyaan sensitif. Asraff dengan sikap tenang mengajak Monna keluar.     

"Kita bicara di ruang kerja ayah,"     

Masih penasaran kenapa Belhart ada di rumahnya dan di dalam kamar kakaknya. Pupil mata Belhart terus mengikuti Monna keluar dan itu memunculkan getir-getir yang aneh.     

Apa dia tidak tahu kalau dia itu sangat tampan dan sanggup menghinoptis siapapun yang melihatnya?     

Kesal ketika penggambaran tokoh Belhart dengan visualnya sangat dibuat mendekati sempurna. Monna lalu mencari sosok lain yang tidak kalah tampan seperti Belhart.     

"Kakak, kau juga tampan. Dan karena kau adalah kakakku dan anak dari keluarga Bourston. Kakak juga pasti adalah salah satu laki-laki paling tampan kesekian setelah pria lain yang tidak bisa kakak kalahkan,"     

Menatap sengit dan menyudutkan.     

"Apa yang sebenarnya ingin kau sampaikan. Apa kau mengajakku keluar hanya untuk mengatakan omong kosong?"     

Menyadarkan diri lalu mengecilkan hati.     

Tidak usah memujinya, jika rasa bangga tidak bisa Asraff rasakan!     

Mereka akhirnya tiba di ruang kerja Alpen.     

Penuh dengan buku-buku tebal dan hanya terdapat dua meja berukuran berbeda di dekat mereka. Asraff lalu menyandarkan tubuhnya di meja paling tinggi. Meja yang digunakan Alpen Bourston untuk bekerja dan menenggelamkan segala kesibukannya tanpa henti di sana.     

Monna memilih berdiri di samping meja lain yang berukuran kecil. Meja yang selalu ayahnya gunakan untuk menyambut tamu dan meletakkan beberapa minuman sekaligus makanan ringan sebagai pemanis.     

Monna menatap Asraff tanpa berkedip.     

"Apakah yang dikatakan Alliesia adalah benar? Kakak sengaja mengencaninya karena ingin melindungiku?"     

Belum mendapatkan jawaban dan terlihat sekali Asraff sedang mengatur kata-kata yang akan keluar dari mulutnya. Mona masih merundung Asraff dengan beberpa pertanyaan tambahan.     

"Untuk apa? Dan terhadap siapa? Apa aku pernah memintanya? Dan atas dasar apa kakak melakukannya?"     

Asraff yang mendadak pusing, memijat pelan pelipisnya.     

"Apa pertanyaan semacam itu yang Alliesia berusaha korek darimu? Padahal aku sudah menjelaskannya. Tapi dia masih nampak belum puas?"     

Terus menunggu sampai Asraff membeberkan pernyataannya lebih jelas. Monna yang kesal lebih dulu mengomel.     

"Jadi semua itu adalah benar? Kakak sudah menjadi laki-laki brengsek tebal muka?"     

Terkejut ketika adik sendiri berani mengatainya.     

"Apa yang baru saja kau umpat? Kau berani mengatai kakakmu seorang bajingan?"     

Sama-sama berkata kasar dan tersulut emosi. Monna membalas dengan percaya diri.     

"Ya. Memang kenapa? Bukankah itu kenyataannya? Kakak berusaha menyakiti Alliesia. Baik itu dengan niat bijak atau tidak. Di mataku, semua sama saja. Sama-sama tidak benar dan mengecewakan."     

Asraff mengatur napas.     

Menenangkan diri dan bersikap netral.     

"Aku melakukannya karenamu," ucap Asraff jujur.     

Terkejut ketika itu bukan tipuan. Namun memang sesungguhnya yang terjadi. Monna menyalak.     

"Apa?"     

"Bukankah, Alliesia menjadi satu-satunya penghalangmu mendapatkan Putra Mahkota?"     

Semakin terkejut ketika kebenaran itu diketahui oleh Asraff.     

"Bagaimana kakak bisa memikirkannya?"     

Karena hanya ada satu kemungkinan jika Asraff sampai mengetahui kenyataan itu. Asraff tahu soal masa depannya. Dan dia tahu soal cinta segitiga mereka.     

"Kakak, jangan menyembunyikan sesuatu dariku lagi! Dan berhenti bermain rahasia!"     

Menatap dalam adik yang paling dia sayangi di dunia ini. Asraff menyentuh pipi putih mulus itu dengan hangat.     

"Aku memang melakukannya demi kamu, Catty. Dan hanya untukmu,"     

Monna lagi-lagi terguncang.     

"Sejak kapan. Dan bagaimana?"     

Kenapa semua orang seakan-akan sudah mengetahui mimpi dan masa depannya?     

Berusaha menyembunyikannya dengan rapat. Setelah Alliesia dan Belhart yang sudah mengetahui kenyataan itu. Kakaknya, Asraff. Juga mengetahuinya entah darimana?     

Mundur beberapa langkah karena terkejut.     

Asraff masih memberikan penjelasan yang menenangkan.     

"Kita adalah saudara, Catty. Jadi sulit untukku tidak menyadari perubahanmu. Mendadak menolak pernikahan. Lalu.."     

Menautkan alis dan memfokuskan perhatian.     

"Lalu apa, Kak?"     

Monna sepertinya bisa membayangkan kalimat lanjutannya.     

"Lalu, mimpi yang tidak sengaja aku dengar di kamarmu. Soal kau yang akan tersakiti jika Belhart dan Alliesia bersatu. Aku awalnya tidak percaya,"     

Meski takut, Monna tetap meminta lebih.     

"Lanjutkan, Kak. Aku ingin mendengar semuanya," pinta Monna luar biasa serius.     

"Kau bukan Cattarina, bukan?"     

"Apa?"     

Meralat ucapannya dan mengoreksi.     

"Kau Cattarina adikku. Tapi dalam dirimu ada sosok orang lain yang bersemayan di dalamnya. Apa aku benar?"     

Bergetar dan mulai gugup.     

"Darimana kakak tahu hal itu?"     

Tersenyum pahit dan menatap tajam.     

Monna tidak pernah melihat Asraff memberikan tatapan semacam itu.     

"Karena aku memiliki kemampuan untuk membaca pikiran orang lain."     

Sangat konkrit dan merangkum segalanya.     

Monna yang baru mengetahui hal ini dibuat tidak percaya.     

"Apa?"     

Tidak pernah dituliskan dalam novel. Bahkan hingga akhir cerita tidak pernah disebutkan.     

"Kakak bisa melakukan telepati dalam jenis membaca pikiran orang lain?"     

"Ya. Namun hal tersebut hanya berlaku untuk orang-orang tertentu dan secara acak. Hingga kakak sama sekali tidak bisa memprediksi kapan dan pada siapa, kemampuan ini akan muncul,"     

Tahu dalam dunia fantasi ini, beberapa orang memiliki kemampuan khusus yang terkadang sengaja dia sembunyikan atau pamerkan berdasarkan tujuan mereka masing-masing.     

Namun, sejak kapan Asraff Grey Bourston. Memiliki kemampuan untuk membaca pikiran orang lain?     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.