Masuk Dalam Dunia Novel

Chapter 162 ( Perhatian Kecil Agar Tidak Terlihat Kejam )



Chapter 162 ( Perhatian Kecil Agar Tidak Terlihat Kejam )

0Mengajak Monna ikut bersama dengannya tanpa mengulurkan tangan atau menarik tangannya.     
0

Belhart tidak ingin tindakan sesaatnya membuat Monna menghindar. Dan yang terburuk, melarikan diri.     

Sedangkan Monna yang sudah merasa terganggu dengan guyuran hujan yang semakin deras. Buru-buru mengikuti Belhart berjalan ke salah satu kedai. Berhenti tepat di depan sebuah kedai kosong yang sepertinya sedang tidak berjualan.     

Beberapa orang nampak ikut berlarian ke kedai itu untuk mencari peneduh. Berdiri menghadap keluar jalan dan menunggu sampai hujan reda.     

Hujan yang sudah turun dengan deras, sepertinya akan lama mereda.     

Membuat tubuh Monna mendadak menggigil. Mengusap lengan dengan kedua tangan dan mengeratkan tudungnya agar tidak dikenali.     

Belhart yang sigap dan menyadari kegelisahan Monna, langsung menutupi tubuh dan wajah Monna dengan tubuh bidangnya.     

Sengaja berdiri di pojok agar hanya satu sisi tubuh Monna yang terlihat.     

Tindakannya kali ini membuat Monna merasa lebih baik.     

Berulang kali mengusap telapak tangannya. Ketika jubah tipis yang dia kenakan tidak berhasil tetap menghangatkan pakaiannya yang sudah berlapis.     

Belhart berucap dengan tidak senang.     

"Gunakan mantelku dan kenakan,"     

Melepas mantel dan menyerahkannya.     

Monna yang merasa sungkan dan tidak ingin merepotkan, menolak.     

"Tidak. Terima kasih, Yang Mulia. Saya masih bisa mengatasinya,"     

Tapi baru selesai mengucapkan kalimat yakin dan percaya diri. Monna berdesim.     

"Hasyim!!"     

Menutupi hidungnya dengan kedua tangan dan mengusap ujung hidung beberapa kali dengan gusar. Angin dingin sepertinya sudah masuk melalui pori-pori kulitnya.     

"Lihat! Kondisi tubuhmu saja sudah melakukan protes. Dan kau ingin menolak, ketika tubuhmu rentan terhadap udara dingin?"     

Baru mengetahui fakta itu, Monna mengernyit.     

Terkejut ketika Belhart yang berinisiatif lebih dulu memakaikan jubahnya pada Monna.     

"Terima kasih," balas Monna otomatis.     

Disaat tidak ada kata lain yang lebih tepat dia ucapkan pada seseorang yang sudah berniat baik padanya.     

Monna yang tidak mengira diberikan perhatian. Merasakan ada semacam perasaan aneh dan berdegup yang menganggu.     

"Kita tunggu di sini sampai hujan mereda,"     

Berharap hujan ini tidak akan segera berhenti dan mereka bisa lebih lama bersama. Meski hanya berdiri tanpa kata-kata.     

Monna yang tidak suka dengan keheningan yang menjemukkan, mencari topik.     

"Apa ada masalah gawat yang terjadi hari ini?" tanya Monna.     

Tidak bisa menceritakan bagaimana dia sudah melihat keributan yang hari ini Belhart lakukan di pusat kota.     

Monna yang terus memperhatikan sekeliling. Menyadari kalau ada satu atau dua orang yang mengenali seragam Belhart dan menjadi risih. Mungkin sudah melihat apa yang terjadi di tengah-tengah kota siang ini dan tahu Belhart dan penyidak tadi adalah orang yang sama.     

Belhart yang juga bisa merasakan perhatian kecil itu, mengabaikannya. Memeriksa sekali lagi apakah jubahnya cukup tebal untuk menhangatkan tubuh Monna.     

"Hanya pelanggaran kecil. Tapi mengundang kekesalan." Tutur Belhart yang memberikan kesimpulan bagi Monna untuk lebih baik tidak bertanya lebih banyak mengenai masalahnya.     

Menunduk dan melihat jalanan yang sedikit banjir.     

Monna memilih diam.     

"Sedangkan kau, bagaimana hari-harimu di rumah? Semuanya aman dan terkendali?"     

Mendongak dan merespon.     

Aman dan terkendali seperti apa yang Belhart maksudkan?     

"Ehm.. ya. Semuanya baik, seperti yang terlihat."     

Keheningan kembali menusuk mereka berdua.     

Menjadi kikuk dan seperti orang asing yang baru bertemu.     

Monna mendadak mengenali sebuah benda yang dulu pernah dia berikan.     

"Anda masih mengenakan bros yang saya berikan kemanapun?"     

Tahu Belhart pernah menyimpan perasaannya pada Cattarina. Monna tidak ingin berpikiran bahwa Belhart masih menyimpan perasaan itu untuknya.     

Karena perceraian sudah menjelaskan bagaimana seluruh asumsinya itu luntur.     

Memunculkan sedikit perasaan aneh dalam hati Monna. Ketika dia mengingat kembali bagaimana para putri bangsawan memanas-manasinya dengan kalimat 'Belhart sudah memiliki wanita lain di sisinya'.     

Monna tidak berharap, kemungkinan perasaan itu masih ada.     

Namun, ketika mereka bertemu kembali setelah lama bersitenggang.     

Monna mengira Putra Mahkota akan memperlakukannya secara berbeda. Mungkin akan menganggapnya seperti orang asing. Atau wanita yang sekedar lewat di kehidupannya.     

Belhart malah membalas dengan tenang.     

"Aku bukan orang yang mudah mengabaikan sebuah pemberian. Akan menjaganya dengan baik. Dan seperti katamu. Bros ini sangat cocok denganku. Sehingga, anggap ini semacam kebiasaan. Karena aku juga sudah melihat hanya bros ini yang paling cocok denganku,"     

Tidak mungkin mengatakan kalau hanya bros pemberian Cattarina sengaja dia gunakan karena ingin terus merasakan keberadaannya.     

Monna yang mengira ucapan Belhart hanya basa-basi dan bukan bermaksud menggoda. Tersenyum geli.     

"Benarkah? Padahal ada banyak sekali bros yang tersimpan dalam kotak perhiasan Anda. Tapi bros kecil itu yang selalu Anda sematkan?"     

Tidak menjawab dan hanya memberikan sorot mata hangat setelah mengangguk pelan. Belhart senang, perkataannya membangkitkan senyum tipis Cattarina yang jarang dia lihat.     

Atau mungkin hampir tidak pernah?     

Karena Cattarina lebih banyak merasa tertekan dan frustasi setiap kali bersama dengannya.     

Mungkinkah, ini awal yang baik untuk mereka?     

Setelah sebuah perceraian. Dan itu adalah hal yang aneh.     

Monna lalu mengajukan pertanyaan lain.     

"Kalau begitu, bagaimana dengan istana? Semuanya baik setelah aku pergi dan tidak ada masalah?"     

Sadar tidak memberikan banyak pengaruh pada suasana istana. Monna hanya sekedar ingin mengisi kekosongan mereka menghabiskan waktu menunggu sampai hujan benar-benar reda.     

Berbicara pelan seolah mereka tidak ingin orang ikut mendengarkan dan bergabung.     

"Semua baik. Kecuali ayah yang masih terus merajut dan tidak ingin bicara denganku. Melarangku menemuinya dan melangkahkan kaki ke istananya,"     

Monna tidak bisa tidak terkejut. Menutup kedua mulutnya dengan ngeri.     

"Separah itukah? Lalu, apa aku perlu pergi menemuinya untuk bicara?" tanya Monna cemas.     

Tidak tahu apakah niat seriusnya ini akan berhasil atau berpengaruh. Mencoba untuk tahu hasilnya, tentu tidak ada salahnya.     

Namun Belhart menggeleng.     

"Tidak perlu. Dan biarkan aku yang mengatasinya,"     

Sadar bahwa kesempatan ini bisa membuat mereka semakin dekat. Belhart tidak ingin memberikan beban pada Monna.     

"Aku yakin, ayah tidak akan lama marah. Jadi kau tidak perlu cemas," menambahkan kalimat penjelasan agar Monna tidak salah paham.     

"Baiklah, jika itu yang Anda inginkan." Tukas Monna.     

Lalu menambahkan.     

"Tapi katakan apapun, jika ada yang bisa saya bantu."     

Mengangguk pelan dan setuju.     

Monna kembali mengajukan pertanyaan lain.     

"Lalu, apa Anda masih sibuk bekerja dan mengabaikan protokol kesehatan?"     

Melanjutkan ucapannya dengan cepat. Monna lalu buru-buru membenarkan pertanyaannya.     

"Bukan bermaksud ikut campur. Saya hanya mendadak berpikir Anda mungkin masih sama seperti dulu. Terlalu sibuk bekerja dan lupa makan. Saya harap Anda tidak mengulanginya. Karena mengisi perut adalah hal penting,"     

Senyum Belhart seketika mengembang. Merasakan perhatian yang hangat.     

"Sekarang kau jadi mempedulikanku?" goda Belhart.     

Merasakan wajahnya memerah, Monna membantahnya.     

"T-tentu tidak! Tapi sebagai orang yang pernah menjadi istri Anda walau hanya sebentar. Saya perlu memberikan perhatian kecil agar saya tidak terlihat kejam,"     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.