Masuk Dalam Dunia Novel

Chapter 152 ( Membuat Mereka Bungkam, Atau Jerah?! )



Chapter 152 ( Membuat Mereka Bungkam, Atau Jerah?! )

0Sekarang, sifat seperti itu ingin dia munculkan kembali??!!     
0

Tidak bisa memprediksi masa depan dan bagaimana kira-kira Monna akan memancing perkara ketika diberikan umpan.     

Monna mengambil waktu senggangnya untuk mengatur strategi.     

Sudah tidak memiliki beban pikiran.     

Isi otaknya yang terlalu plong, menjadi sangat kreatif.     

Tersenyum dengan puas dan jahat.     

Lily, Merri dan Dessie dibuat menelan ludah dengan susah payah.     

"Nyonya Muda. Anda nampak menakutkan dan tidak biasanya Anda terlihat seperti itu,"     

Menyenggol Merri dengan sengaja agar berhenti bicara dan mengada-ada.     

Merri masih saja menunjukkan kepolosannya.     

"Ada apa? Bukankah aku sudah mengatakan yang sebenarnya? Memang, kalian tidak merasakannya?"     

Lily lalu menyeret Merri keluar. Setelah memberikan kode pada Dessie untuk membawa keluar semua surat-surat yang harus mereka sortir. Melemparkan tatapan cemas pada majikannya dengan nasehat terakhirnya sebelum meninggalkan ruangan.     

"Saya sangat berharap Anda tidak membuat masalah yang akan menyulitkan Anda di masa depan, Nyonya!"     

Monna kini merenung seorang diri dalam kamar.     

Agak lemas karena sepertinya semua orang sudah tahu tentang berita perceraiannya. Dan hal itu berarti kegagalan pernikahannya telah diketahui banyak orang.     

Sadar bahwa cepat atau lambat berita perceraiannya akan mengundang banyak perhatian. Karena Putra Mahkota selama ini memang selalu menjadi pusat perhatian semua orang. Jadi mana mungkin dia tidak digosipkan?     

Tapi, perlukah pengirim surat-surat bodoh itu menambahkan garam di atas luka?     

Kesal jika dianggap remeh.     

Monna mulai menentukan pilihan.     

Membuat mereka bungkam. Atau, membuat mereka jerah?     

Pilihan mana yang terbaik?     

***     

Di lain sisi, Pangeran Argedaff yang ikut penasaran dengan isu perceraian Putra dan Putri Mahkota kerajaan Geraldy, menghubungi Belhart. Mencari tahu kebenarananya dan penasaran. Keduanya kemudian melakukan panggilan telepon sihir.     

Menggabungkan partikel-partikel asing dan membentuknya menjadi sebuah layar biru yang bisa menampilkan jelas bagaimana rupa masing-masing penelepon. Setelah diaktifkan dengan menggunakan batu sihir yang telah dipoles.     

Lalu, dikarenakan kerajaan Methovenia yang tidak pernah menggunakan sihir. Tidak pernah mengembangkan dan tidak pernah mengelolah sihi. Pangeran Argedaff mendapatkan telepon sihir itu dari Belhart yang menghadiahinya sebagai cindera mata.     

Beberapa masih ada yang terjual bebas. Namun harga yang melambung, membuat tidak sembarangan orang bisa membeli dan menggunakannya.     

"Ada apa ini? Kau resmi bercerai? Dengan Cattarina Bourston? Apa ini masuk akal dan apa ada alasannya?" bertanya secara berentet.     

Bukan karena tidak percaya dengan adanya sebuah perceraian dan akhir dari sebuah hubungan.     

Argedaff yang terbiasa meninggalkan wanitanya. Hampir tidak pernah melihat Belhart menyukai atau tidak menyukai seseorang.     

Tatapannya selalu datar. Kepedulian jarang dia tunjukan. Namun, ketika mereka kemarin sempat berburu bersama secara berpasangan. Bukankah Belhart menunjukkan perhatiannya diam-diam pada istrinya?     

Pintar melihat perasaan seseorang dan tahu bahwa penilaiannya tidak mungkin salah.     

Argedaff memicingkan mata.     

"Kau sudah tahu bagaimana sifat aslinya? Dan karena itu, kau memutuskan mengakhiri hubungan kalian?" tanya Argedaff berdasarkan praduganya yang asal.     

Pernikahan politik bukan menjadi sesuatu yang aneh atau bahkan sudah biasa.     

Sekalipun Belhart ingin bercerai karena tidak memiliki perasaan apapun pada putri keluarga Bourston. Waktu kurang dari satu tahun jelas terlalu cepat.     

"Kau tidak memikirkan apa yang akan dikatakan orang lain? Dan kau tidak cemas apa yang akan mereka lakukan terhadap keluarganya? Terutama putri mereka? kau.. sama sekali tidak khawatir?"     

Menyalakan sedikit sorot matanya. Belhart yang tidak senang dengan penuturan Argedaff, menajamkan ekspresi kesalnya.     

"Kau berharap hal itu terjadi?"     

Argedaff buru-buru menjawab.     

"Tentu aku tidak berharap seperti itu. Tapi bagaimana jika hal tersebut akan terjadi?     

"Perceraian sebenarnya bukan hal mudah, Belhart. Sama halnya dengan pernikahan. Kau pikir dia bisa mengatasinya?" tanya Argedaff yang entah bagaimana menjadi terprovokasi.     

Diam seribu bahasa.     

Belhart sama sekali tidak bisa mengatakan apapun.     

Pernah berpikir bahwa jalan ini adalah terbaik. Namun, mungkinkah dia salah melangkah?     

"Kau belum menikah, Daff. Itu sebabnya kau tidak bisa bersikap sok tahu!" ucap Belhart mengambil kesimpulan pendek.     

"Tapi kedua orang tuaku, bercerai!"     

Mengetahui kenyataan ini. Belhart tidak menunjukkan sedikit pun perubahan raut wajah.     

"Sehingga karena itu, aku sangat mengerti bagaimana sulitnya ibuku.."     

Seolah tenggorokannya tercekat.     

Argedaff berusaha mengendalikan dirinya.     

"Ibuku di-bully, Yang Mulia. Itu sebabnya, aku tidak ingin sampai Cattarina juga mendapatkan perlakuan yang sama!" ujar Argedaff jujur.     

Belhart dengan pemahamannya melalui sisi yang lain, membalas.     

"Apa kau menyukai mantan istriku?" tanyanya.     

Tidak menyukai kata 'mantan' dalam nama panggilan istri. Belhart mencengkram kuat tangannya.     

Mendumel dalam hati dan menyadarkan diri.     

Berhenti, Belhart!     

Kau sudah bercerai dengannya. Dan sebutan itu, pantas kau ucapkan!     

Argedaff yang mendadak dituduh terkejut.     

"Apa yang barusan anda katakan?" tanyanya syok.     

"Aku menyukai mantan istri Anda?" ulangnya.     

Memutar bola mata dan merasa ucapan itu adalah lelucon. Tapi sama sekali tidak lucu. Argedaff lalu menyalak.     

"Dia lebih liar daripada banyak wanita yang aku temui, Bell. Jadi aku tidak akan pernah mungkin mengincarnya. Sekalipun dia adalah wanita tercantik di negerimu. Aku tetap tidak akan mengambil resiko," tukas Argedaff yakin.     

Dan masih memberikan beberapa pembelaan tambahan.     

"Lalu, meskipun selama ini aku belum pernah bertemu dengan wanita yang lebih cantik darinya. Aku tetap adalah pria yang waras!"     

Berulang kali menekankan.     

Argedaff sama sekali bukan bermaksud untuk menjelek-jelekan mantan Putri Mahkota. Tapi, hanya sekedar ingin menujukan kepintarannya dalam menilai wanita. Tahu mana yang akan cocok dengannya dan tidak.     

Dan lagi. Saat ini pun, Argedaff masih memiliki Beppeni di sisinya.     

Jadi dia tidak mungkin berpaling dengan wanita lain untuk waktu tertentu, sampai rasa bosannya muncul.     

Belhart lagi-lagi memberikan penafsiran yang berbeda.     

"Jadi, kau hanya tidak mengincarnya? Dan bukan tidak menyukai?" ungkap Belhart konyol.     

Membuat Argedaff terbelalak lama. Dan tidak bisa mengerti dengan jalan pikiran Belhart.     

Argedaff lalu membuat asumsi sendiri.     

Mungkin karena pikirannya sudah kusut, terlalu lama memikirkan mantan istrinya!     

Argedaff lagi-lagi melancarkan bantahannya.     

"Sudah kubilang, kalau aku adalah pria yang waras. Karena itu aku tidak menyukainya!"     

Nada tajam yang sengaja Argedaff berikan pada kalimat terakhirnya. Masih juga tidak kunjung meluruskan pikiran Belhart yang kacau.     

"Jadi, pria yang akan menyukai Cattarina adalah pria yang tidak waras?" gumam Belhart dengan cukup keras seperti berbicara pada diri sendiri. Tapi juga tidak.     

Mengacak rambut dengan frustasi dan lelah. Argedaff mengumpat lagi.     

"Tidak semestinya aku bertanya masalah ini padamu. Dan tidak semestinya aku meladenimu!" seru Argedaff kesal.     

Mengangkat wajah dan masih menunjukkan ekspresi netral. Belhart membalas.     

"Bukankah kau yang lebih dulu menghubungiku?" sindir Belhart.     

Tidak menunjukkan kepedulian dan bersikap menyebalkan.     

Argedaff yang terluka, memutuskan untuk menyerah.     

"Baik! Ini semua salahku dan kebodohanku! Tidak semestinya menghubungimu dan melakukan konfirmasi karena aku penasaran. Kita bicara sampai di sini saja!" seru Argedaff marah kemudian mematikan teleponnya.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.