Masuk Dalam Dunia Novel

Chapter 149 ( Tidak Ada yang Seperti Ayah )



Chapter 149 ( Tidak Ada yang Seperti Ayah )

0Monna lalu memberikan alasan yang paling logis.     
0

"Tidak ada yang bisa mencintaiku seperti ayah mencintai ibu. Karena ayah adalah pria paling luar biasa yang pernah aku temui,"     

Separuh jiwa Rubylic menyetujuinya.     

"Kau benar. Dan ibu berharap bisa memberikan sebagian keberuntungan ibu ini padamu,"     

Bukan bermaksud membanggakan diri sendiri. Tapi memberikan separuh kebahagiaannya pada Monna. Selama ini Rubylic memang jarang menemukan pria yang bisa mencintai tidak hanya istri. Tapi seluruh keluarganya melebihi Alpen Bourston menyayangi seluruh keluarganya.     

Sehingga Monna yang sadar ucapannya berhasil menenangkan Rubylic. Melanjutkan.     

"Karena itu, kita lebih baik tidur dan beristirahat. Aku yakin, ibu sudah sangat lelah memikirkan banyak hal. Terutama tentangku. Dan aku juga sudah mulai mengantuk.walaupun sempat tidur sejenak lalu kehebohan tadi terjadi,"     

Rubylic kemudian menyelimuti Monna dan ikut berbalik.     

"Ya. Dan ibu harap, kau tidak mengulanginya lagi. Karena jantung ibu hampir saja lepas,"     

Monna lalu menepuk pelan lengan Rubylic yang berbaring miring menghadap ke arahnya.     

"Ya, ibu. Aku minta maaf. Dan aku sama sekali tidak berkeinginan untuk membuatmu cemas atau panik. Aku janji tidak akan mengulanginya lagi,"     

Mulai merasakan matanya berat dan tidak lama setelahnya terpejam. Rubylic yang masih terjaga. Sekali lagi menatap putrinya penuh haru. Tersenyum milis dan ikut memejamkan mata. Setelah perasaan kantuk menyerangnya.     

***     

Esok pagi, masih di kediaman Bourston.     

Monna yang sudah memiliki jadwal sendiri untuk menyelesaikan seluruh keinginannya. Benar-benar mengerjakan satu per satu hal yang dia tulis.     

bangun lebih pagi dan menghabiskan lebih banyak waktu bermain di halaman rumahnya. Menghirup udara segar dan dengan iseng menyelamatkan seekor burung yang tersesat.     

Sebuah teriakan langsung mengejutkan ketika dia baru saja memulainya.     

"Astaga, Tuan Putri!! Apa yang Anda lakukan di atas sana? Dan inisiatif siapa Anda melakukannya??"     

Berteriak dengan panik dan mendongak ke atas pohon. Saat Monna memanjat naik ke atas dengan gaun ringan yang tidak semerepotkan gaun Cattarina ketika menjadi Putri Mahkota, untuk mengambil seekor burung yang sayapnya tersangkut di dahan pohon.     

Monna hampir saja tersungkur jatuh ketika mendengar suara yang menyusup masuk dalam gendang telinganya tanpa mengurangi oktaf.     

"Bibi Therens!! Kenapa tiba-tiba saja berteriak?! Dan kenapa bibi pagi-pagi sudah heboh dan mengejutkanku?"     

Tidak pernah melihat kepala pelayannya heboh dan lepas kendali. Wanita yang sudah menginjak usia 35 tahun itu nampak tidak bisa mengendurkan ekspresi paniknya.     

"Bagaimana saya bisa tidak berteriak dengan heboh dan mengejutkan Anda? Jika Anda saja sudah berada di atas sana, Putri!!" balas Therens.     

Masih mendongak ke atas dan takut jika Cattarina sampai jatuh.     

"Ayo, cepat turun, Putri!" pinta Therens serius.     

"Jangan hanya bertengger di sana. Dan, ayo cepat turun. Jika Tuan dan Nyonya sampai melihat. Mereka pasti akan memarahi kami,"     

Therens akhirnya melirik ke sekeliling. Mencari orang yang bisa disalahkan.     

"Apa tidak ada satu orangpun yang bisa menegur Tuan Putri? Dan apa tidak ada yang sanggup mencegah? Atau paling tidak menggantikannya naik ke atas?"     

Tidak mengerti apa yang dikerjakan oleh para dayang atau pelayan yang lain.     

Dua pelayan saja seharusnya sudah cukup untuk mencegah Putri Cattarina naik ke atas. Atau paling tidak menggantikannya melakukan pekerjaan yang berbahaya.     

Therens masih saja berusaha membujuk Cattarina.     

"Tuan Putri.. tolong jangan membuat jantung saja bekerja berkali lipat melihat Anda di atas sana. Saya, mohon turunlah dan saya akan menyuruh seseorang menggantikan Anda,"     

Monna masih saja berusaha meraih burung yang sudah menjadi incarannya.     

"Sebentar, Bibi Ther. Sedikit lagi aku berhasil menggapainya. Lalu setelahnya aku akan turun,"     

Therens semakin dibuat panik.     

Masih mendengar beberapa pelayan mengucapkan dalih.     

"Kami sudah meminta Tuan Putri untuk tidak naik. Dan membiarkan kami mengambil tangga. Namun, Putri tidak sabaran. Dan langsung naik tanpa bisa kami cegah,"     

Therens lalu melihat ke sekeliling.     

"Kenapa Lily? Dan kemana satu pelayan wanita baru yang Putri bawa kemari?"     

Menggeleng lemah.     

Salah seorang pelayan lain membalas.     

"Mereka berada di dapur untuk membuatkan cemilan ringan yang Putri Cattarina minta,"     

Menyentuh pelipisnya dengan frustasi dan memejamkan mata sejenak.     

Therens sungguh tidak bisa dibuat mengerti sekaligus tertekan.     

Hingga sebuah suara menyadarkannya.     

"Ah!! Berhasil!!" teriak Monna dengan penuh semangat.     

Lalu berusaha turun.     

"Hati-hati, Tuan Putri...." rengek Therens yang terus diuji kesabarannnya.     

Melompat dengan mulus turun ke bawah.     

Monna kemudian menunjukkan burung kecil yang berada di telapak tangannya.     

"Lihat, Bibi! Bukankah burung ini terlihat kasihan?" tunjuk Monna.     

Menampilkan wajah memelas.     

"Sayapnya patah dan untuk sementara dia tidak bisa terbang. Apa bibi bisa meminta seseorang untuk menyembuhkannya,"     

Menatap dengan kikuk dan bingung.     

"Saya akan menyuruh seseorang untuk membawanya,"     

Melirik salah seorang pelayan dan memberikan perintah.     

"Bawa burung kecil ini dan berikan pada Dokter Emily,"     

Mengenali Dokter Emily sebagai salah satu dokter hewan terbaik di kota mereka. Monna dengan perasaan tenang mempercayakan burung yang baru saja dia selamatkan pada salah seorang pelannya.     

Menatap pada satu titik dengan penuh daya tarik. Monna lalu berseru.     

"Dessie?? Apa yang kau lakukan di sini? Dan kenapa kau bisa berada di sini?"     

Melihat lurus pada sosok Dessie. Dayang istana Monna ketika masih menjadi Putri Mahkota.     

"Selamat pagi, Tuan Putri!" sapa Dessie ramah dan tersenyum.     

"Senang bisa melihat Anda sekali lagi dan saya sangat merasa tersanjung bisa menemui Anda,"     

Wajah bingung Monna langsung terlampir.     

"Kau datang kemari untuk menemuiku?"     

Sempat melirik ke arah pelayan yang membawa pergi burung hasil tangkapannya.     

Monna lalu berjalan mendekat ke arah Dessie.     

"Ya, Yang Mulia. Saya datang untuk melamar pekerjaan di sini jika diizinkan,"     

Kini giliran Monna menatap Therens yang sudah memasang wajah datar kembali.     

"Dessie datang untuk melamar pekerjaan. Sudah berhenti bekerja di istana dan ingin mengabdi pada Anda. Saya hanya akan mengizinkannya bekerja jika Anda berkenan,"     

Lugas dan to the point selalu menjadi ciri khas Therens yang dapat dipercaya sebagai pemimpin dan kepala pelayan.     

Tegas dan bisa mengambil keputusan dengan cepat. Lalu mencegah hal-hal yang tidak diinginkan terjadi. Sembari membuat keputusan melalui berbagai pihak dan sudut pandang. Therens selalu bisa bersikap hati-hati dan tidak gegabah.     

"Kau berhenti dari pekerjaanmu di istana dan kau ingin bekerja di kediaman Bourston? Bekerja padaku?"     

Masih sulit percaya. namun Dessie lagi-lagi menunjukkan keyakinannya.     

"Itu benar, Yang Mulia. Dan saya sudah merasa nyaman bekerja dengan Anda. Sehingga saya memutuskan untuk mencari Anda. Karenanya.."     

Menatap ragu dan malu-malu.     

"Apa saya masih diizinkan untuk bekerja pada Anda dan mengikuti seluruh perintah Anda?"     

Menyambut dengan tangan terbuka.     

"Tentu saja! Kenapa tidak? Aku yakin ayah tidak akan keberatan jika dia mempekerjakan satu lagi orang kepercayaannya."     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.