Masuk Dalam Dunia Novel

Chapter 142 ( Tidak Terkejut Dengan Raungan Ibuku )



Chapter 142 ( Tidak Terkejut Dengan Raungan Ibuku )

0Kekecewaan besar tidak bisa hilang dari sorot mata Belhart.     
0

Tidak sanggup harus kehilangan. Dan saat ini perasaan itu merasukinya tanpa mengenal batasan.     

Belhart masih saja berdebat hebat dengan Monna di depan kereta kuda yang sebentar lagi akan mengantar Monna.     

Memaksa ingin ikut adalah pilihan terakhirnya, ketika Monna bahkan tidak berkeinginan menetap dalam istana.     

Namun, masih juga gigih. Monna tidak kunjung mengizinkan Belhart mengantarnya. Mendorong dengan kasar dan frustasi karena ini adalah pertama kalinya dia berbuat nekat.     

Monna lalu menghalangi pintu masuk.     

"Tidak ada kata sopan santun atau etika yang benar, Yang Mulia!" teriak Monna kewalahan.     

"Orang tua saya juga tidak akan mencari-cari keberadaan Anda. Dan sebaliknya mungkin akan mencari ribut dan saya tidak ingin itu sampai terjadi,"     

Belhart menatap bingung.     

"Kenapa mereka harus ribut denganku?"     

Mengoreksi dan tidak ingin memperpanjang masalah atau menjelaskan lebih jauh agar tidak semakin memperkeruh keadaan.     

"Maksud saya.. ah!! Saya tidak tahu! Jangan paksa saya! Dan yang terpenting sekarang, Saya akan pulang bersama dengan orang-orang yang akan ikut serta bersama denganku ke kediaman ayah. Jadi tidak perlu cemas. Dan saya yakin saya akan baik-baik saja," jelas Monna.     

Lalu menambahkan beberapa kalimat setelah dia rasa masih kurang.     

"Loyalitas Anda saya hargai, Yang Mulia. Namun pasti akan ada banyak pasang mata yang melihat dan menilai dari sudut pandang mereka sendiri. Sehingga saya tidak ingin tindakan baik Anda disalahartikan oleh orang-orang tertentu,"     

Belhart seketika bergeming.     

Membenarkan separuh pemikiran Monna. Dan separuh lagi masih tetap ingin berkeras hati. Namun apa daya, jika yang bersangkutan tidak ingin menimbulkan kericuhan yang menurut Belhart sebenarnya mungkin tidak akan terjadi.     

Tapi tidak ada salahnya jika mengantisipasi.     

Hingga Belhart lalu mengambil langkah mundur dan membiarkan Cattarina pergi dengan beberapa dayang sekaligus pengawal yang sudah dia sediakan.     

***     

Lily yang masih memiliki perasaan mengganjal, mengeluarkan uneg-unegnya.     

"Putri Mahkota, Sepertinya Putra Mahkota masih menyukai Anda." Tutur Lily berdasarkan pengamatan dan penglihatannya.     

Bisa melihat jelas bagaimana Putra Mahkota sulit melepas kepergian Putri Mahkota pergi dari istana. Putra Mahkota juga terlihat terus memandang ke arah mereka sampai kereta kuda mereka menghilang di balik jalan.     

Namun masih saja mengajukan surat cerai tanpa mempertimbangkan perasaannya. Lily benar-benar dibuat tidak bisa mengerti dengan jalan pikirannya.     

Sedangkan Monna yang sejak tadi hanya menatap ke luar jendela, akhirnya menoleh.     

"Aku sudah bukan Putri Mahkota lagi, Lily. Jadi berhenti memanggilku seperti itu!"     

Merri justru mengikuti jalan pikiran Lily.     

"Tapi, bagi kami. Anda tetap adalah Putri Mahkota," berucap yakin dan seperti tidak terbantahkan.     

Lily membenarkan.     

"Iya. Itu benar, Yang Mulia."     

Menyentuh kening dan menghela napas.     

"Tapi, tetap saja. Kalian tidak bisa terus seperti ini. Karena jika ada yang mendengar, mereka akan berpikia aku yang memerintah kalian untuk memanggilku seperti itu. Lalu pada akhirnya bukan hanya kalian yang akan direpotkan. Tapi, aku juga."     

Merri lalu merengut. Tahu dan paham kalau Putri Cattarina sengaja mengatakan hal itu untuk membuat mereka jerah.     

"Lalu kami harus memanggil Anda apa, Yang Mulia?"     

"Tuan Putri atau Nyonya. Karena statusku sudah pernah menikah. Kalian bisa memanggilku 'Nyonya'. Atau nama lain. Terserah. Senyaman kalian saja," pinta Monna.     

Merri dan Lily lalu mengalah.     

"Baik, Nyonya. Tapi bagaimana dengan pertanyaan pertama saya tadi?" tanya Lily dengan pembahasan yang masih ingin dia ungkit.     

"Bagaimana jika sebenarnya putra mahkota masih menyukai Anda. Masih memiliki perasaan pada Anda dan tidak benar-benar ingin bercerai?"     

Pertanyaan itu sontak membuat Monna tertawa malas dalam hati.     

"Apapun itu, kami sudah resmi bercerai, Lily. Jadi tidak ada alasan bagi siapapun untuk mempertanyakannya," tukas Monna tanpa peduli.     

"Anda benar. Semua sudah berlalu dan tidak ada jalan untuk Nyonya kembali ke istana," ucap Merri sedih.     

Dan itulah tujuanku, batin Monna.     

Kemudian membalas.     

"Istirahatkan tubuh kalian karena perjalanan akan panjang," ucap Monna santai.     

Lalu menambahkan.     

"Dan, sebagai peringatan awal. Aku ingin kalian tidak terlalu terkejut dengan raungan ibuku," tukas Monna memperingatkan.     

Lily dan Merri lalu saling pandang.     

Berusaha memahami arti ucapan Monna. Namun hanya Lily yang sudah pernah bertemu dengan Rubylic yang tahu bagaimana ibunya.     

Kehebohan pun benar-benar terjadi.     

Sampai di kediaman Bourston dan disambut meriah oleh tiga anggota keluarga yang menunggunya. Beberapa pelayan dan para pekerja juga nampak menantikan mereka di depan gerbang. Menatap dengan berbagai macam perasaan.     

Rubylic menjadi orang pertama yang memeluk putrinya.     

Menatap dengan sangat sedih dan berlinang air mata.     

"Catty!!"     

Panggilan yang terasa memekakan telinga karena Monna bisa membayangkan rangkaian kalimat panjang apa yang akan Rubylic ucapkan setelahnya.     

"Apa yang terjadi padamu, sayang? Dan kenapa kau harus menerima perlakuan yang tidak adil seperti ini?" masih memeluk dengan erat. Monna tidak kuasa untuk menolak dan melarangnya.     

"Ibu..."     

"Ini sangat tidak adil dan keterlaluan! Jadi sebenarnya yang mana? Putra mahkota sendiri yang mengambil keputusan itu? Atau keputusan itu dibuat oleh kalian bersama?!"     

"Kenapa sampai ada yang mengatakan bahwa Putra Mahkota sudah memiliki wanita lain? Dan kenapa ada yang mengatakan bahwa perceraian itu terjadi atas keinginan Putra Mahkota sendiri yang sudah tidak menemukan adanya kecocokan antara kalian?!"     

Sangat bergidik. Monna menatap Rubylic dengan kening berkerut tajam.     

"Ada berita semacam itu di luar sana? Siapa yang mengatakannya?"     

Asraff yang mendengar ikut bersuara.     

"Jelas ada. Memangnya kau tidak tahu? Tidak ada yang memberitahukannya padamu?"     

Sadar bahwa istana hanya memenjarakan tidak hanya tubuh. Melainkan juga mata dan telinganya. Monna menggeleng lemah.     

Menghela napas dengan tanpa daya. Asraff masih ingin melanjutkan penjelasanny. Namun Rubylic menghalangi.     

"Intinya, aku tidak pernah akan suka lagi dengannya!"     

Setelah menatap Asraff untuk mencari jawaban lebih banyak. Monna kemudian menatap ibunya lagi.     

"Tidak suka pada siapa ibu?" tanya Monna heran.     

"Tentu pada Putra Mahkota beserta seluruh keluarganya. Memang siapa lagi yang sedang bermasalah dengan keluarga kita,"     

Monna lalu buru-buru menegur.     

"IBU!! Apa yang ibu bicarakan? Kenapa ibu justru berkata seperti itu?"     

Menatap frustasi, Monna lalu menatap semua orang secara bersamaan dengan kesal.     

"Aku harap tidak ada yang mendengar apa yang ibu katakan dan menyebarkan,"     

Monna satu persatu menghapalkan nama dan wajah-wajah orang yang ada dalam radiusnya.     

Alpen mengernyit.     

"Tidak perlu sampai seperti itu, Ruby. Aku yakin semua ada penjelasan yang lebih masuk akal daripada kita percaya pada isu,"     

Berbalik menatap suaminya marah.     

"Hanya sikap tenang dan menerima seperti ini yang akan ayah tunjukkan? Tidak akan setuju dengan ucapanku dan mendukung aku, ketika apa yang aku katakan adalah benar?"     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.