Istri Kecil Tuan Ju

Mantan Kakak Ipar.



Mantan Kakak Ipar.

0"Apa maksudmu? Kenapa kamu bertanya begitu? Sudah aku bilang kalau aku tidak ingin mempunyai anak dulu. Apa kamu faham?" Sahut Qiara sambil menjauhkan diri dari Julian.     
0

"Ha ha ... Sudahlah! Jangan banyak berfikir lagi! Aku akan kembali ke kantor sekarang! Jadi, kamu jangan menangis lagi karena kamu tidak akan mungkin hamil selama kita tidak bercinta. Jika kamu ingin tau apa itu bercinta, kamu bisa cari di google. Pelajari baik-baik! Agar kamu tidak salah faham lagi. Oke, aku pergi!" Setelah mengatakan itu Julian tersenyum sambil membuat rambut Qiara berantakan. Tidak lama kemudian, Julian melangkah keluar dari kamar Qiara dengan senyum yang tidak henti mengingat betapa polosnya istrinya itu.     

Mendengar penjelasan Julian dan melihat Julian sudah pergi . Tanpa ragu, Qiara langsung mencari di google tentang apa itu bercinta. Seketika itu matanya bergidik ngeri. 'Ihhh ... Apaan sih? Bercinta? Katanya sakit? Bagaimana mungkin aku menginginkannya? Aku tidak bisa membayangkan semua ini. Aku tidak mau punya anak.' Batin Qiara sambil menutup ponselnya.     

Setelah bergelut dengan batinnya. Qiara pun merasa bosan tiba-tiba karena hari ini, Julian meliburkannya belajar Bahasa Inggris. Tidak lama setelah itu ia teringat akan kisah kakak iparnya. Tidak bisa menahan rasa penasaran, Qiara pun segera keluar menemui pelayan Mu.     

"Ada yang bisa saya bantu Ny.?" Tanya Pelayan Mu dengan sigap ketika melihat Qiara terlihat sedang mencari sesuatu.     

"Ehhh .. Pelayan Mu! Bisakah kamu membantuku?" Tanya Qiara sambil mengedip-ngedipkan matanya.     

"Apa itu Ny.? Katakan saja!" Sahut pelayan Mu.     

"Bisakah kamu memberitahuku dimana rumah sakit tempat mantan pacarnya kakak ipar bekerja?" Tanya Qiara.     

"Rumah sakit Harapan Kita." Jawab pelayan Mu dengan spontan. Ia memiliki begitu banyak informasi yang mudah ia dapatkan karena ia bukan pelayan sembarangan.     

"Terimakasih! Oh ya, kamu jangan memberitahu Tuan Ju kalau aku menanyakan tentang ini! Jika tidak, aku akan membuatmu menyesal. Baiklah kalau begitu, Aku akan pergi sekarang! Karena aku harus ke suatu tempat." Ucap Qiara dengan ekspresi senang.     

Pelayan Mu hanya mengangguk karena dia diperintahkan untuk melayani dan menjaga agar mood Qiara tetap baik. Sementara itu di Rumah Sakit Harapan Kita. Sosok cantik dan tinggi menggunakan kerudung pendek untuk menyamar serta kaca mata hitam menutup matanya. Ia sengaja berpenampilan begitu karena dia tidak ingin di kenali oleh para wartawan yang terlihat bergerombol menuju salah satu ruang pasien yang juga ingin di tuju oleh gadis itu.     

'Dia masih saja menggunakan kepolosannya untuk menarik simpati orang lain. Sungguh menjijikan.' Batin Jasmin sambil memperhatikan sosok perempuan yang sedang duduk di ranjang pasien dengan senyum yang manis. Ketika dia berada tepat di balik para wartawan.     

"Nona Aliya, bagaimana kabar hubungan anda dengan kekasih anda? Ada rumor yang mengatakan kalau anda masuk rumah sakit karena depresi?" Tanya salah satu Wartawan. Aliya adalah sahabat Jasmin di dunia hiburan. Dia salah satu artis papan atas, namun ia selau berada di tingkat kedua setelah Jasmin.     

"Saya merasa masih kurang sehat untuk menjelaskannya. Oleh karena itu, biar dia yang menjelaskan kepada kalian. Kebetulan dia adalah dokter disini, dan dialah yang sudah merawat ku selama beberapa hari disini hingga aku sembuh." Kata Aliya dengan suara lemah lembut. Para wartawan pun mengangguk dan tidak sabar menunggu kedatangan kekasih Aliya itu.     

"Sayang! Bisakah kamu membantuku?" Tanya Aliya ketika panggilannya sudah diangkat oleh seorang yang berada di seberang telpon.     

"Ada apa? Apa kamu masih merasa sakit?" Tanya seseorang itu dengan nada sedikit khawatir.     

"Tolong ke ruanganku! Bantu aku menjelaskan semuanya ke para wartawan." Jawab Aliya dengan manja.     

"Baiklah." Setelah mengatakan itu, seseorang yang di seberang telepon menutup panggilannya. Setelah melakukan panggilan kepada kekasihnya, Aliya tersenyum kearah para wartawan. Namun, matanya tidak sengaja menagkap sosok akrab diantara kerumunan perawat dan wartawan yang sedang memperhatikannya.     

'Jasmin? Apa itu kau? Kenapa kamu datang di waktu yang tepat? Apa kamu siap menerima rasa sakit setelah dia datang mengatakan hal yang mungkin menyakitimu? Aku harap kamu bisa menjaga hatimu!' Batin Aliya sambil tersenyum licik.     

Tidak lama kemudian, seorang pria tinggi dan jangkung serta bertubuh ideal memakai jas dokter. Auranya sangat tenang dan bisa dilihat kalau dia kalem dan tidak banyak bicara. Berjalan melewati wartawan termasuk Jasmin yang tidak bisa dia kenali. Setelah itu ia berdiri di samping Aliya yang sudah menyambutnya dengan senyuman.     

Suasana di kamar Aliya mendadak hangat karena kehadiran sang kekasih. Diam-diam, Aliya mencuri pandang untuk memastikan sang kekasih tersenyum. Para wartawan langsung mengambil gambar mereka. Melihat dua pasangan itu, lidah para wartawan mulai gatal untuk menanyakan banyak hal tentang mereka.     

"Jadi, ini dia dokter yang bisa menaklukkan hati sang bintang kita? Kalau boleh tau siapa nama anda pak dokter?" Tanya salah seorang wartawan mendahului yang lain. Karena itu rumah sakit, wartawan yang diijinkan masuk hanya beberapa orang saja.     

"Nama saya Faris."Jawab Faris dengan singkat.     

"Hallo dokter Faris! Kalau boleh tau, bagaimana perasaan anda merawat kekasih sendiri? Juga, bisakkah anda ceritakan secara singkat awal pertemuan hingga anda jatuh cinta! " Lanjut para wartawan itu.     

"Pertama kali bertemu itu tidak sengaja. Kami jatuh cinta begitu saja, hanya dengan sekali lihat, aku bisa tahu kalau Aliya adalah gadis yang menyenangkan. Dia bisa diajak bicara dan mau menerima kekurangan saya. Setiap kali bertemu Aliya, yang terpikirkan olehku hanyalah bayangan masa depan. Jujur, dia pasien yang baik dan tidak banyak mengeluh. "Jelas Faris sambil menatap kearah Jasmin yang bersembunyi di balik kerumunan wartawan dan pasien serata perawat yang menonton. 'Apa dia mengenalku? Kenapa tatapannya tertuju padaku? Haruskah dia melihatku sambil mengatakan itu?' Batin Jasmin dengan sedikit panik.     

"Wahhh ... Romantis. Kalau begitu, apa yang nona Aliya sukai?" Lanjut pertanyaan itu terus terlempar kepada Faris.     

"Dia suka makan coklat." Jawab Faris dengan mantap. Aliya merasa tersanjung karena Faris selalu bisa menjawab peratanyaan wartawan.     

"Bagaimana anda tahu kalau Nona Aliya suka coklat?" Lanjut wartawan yang lainnya.     

"Karena ia selalu membawa coklat di tasnya. Saat dia lagi bosan serta lelah, dia akan mengambil satu coklat dari tasnya untuk di makan. Dari situ aku selalu membelikan nya coklat sebagi hadiah." Lanjut Faris dengan detail sesuai dengan apa yang dia pernah lihat dari sisi Aliya.     

"Benarkah? Jadi kamu selalu mengamatiku?" tanya Aliya dengan ekpsresi tak percaya. Faris pun tersenyum sambil mengangguk.     

"Kapan anda akan menikah?" pertanyaan wartawan terakhir berhasil membuat Aliya dan Faris serta yang lainnya tertegun menunggu jawaban Faris dan Aliya.     

"Kami akan segera menikah." Jawab Faris tanpa ekspresi. Aliya tersenyum bahagia seraya melirik kearah Jasmin yang ternyata masih berdiri seperti orang bodoh di tempatnya. Lelaki yang dia cintai menyatakan diri akan segera menikah dengan wanita lain. Tidakkah ini begitu menyakitkan?.     

"Wahh selamat kalau begitu! Berarti rumor kemarin tidak benar. Baiklah, waktu yang di berikan oleh pihak rumah sakit sudah habis. Terimakasih nona Aliya karena anda menyetujui untuk bertemu dengan kami! Meskipun anda dalam kondisi yang kurang baik." Kata para wartawan dengan bersamaan.     

"Terimakasih juga karena sudah datang. Berkat kalian, calon suamiku ini mau menunjukkan perasaannya. " Kata Aliya sambil memegang tangan Faris yang masih tanpa ekspresi seolah dia tidak bahagia.     

"Kalau begitu kami akan pamit!" Kata para wartawan. Aliya dan Faris pun langsung mengangguk. Setelah para wartawan pergi. Aliya merasa lega.     

"Terimakasih karena sudah datang!" Ucap Aliya sambil mendongak menatap Faris.     

"Kamu pasienku, jadi wajar aku segera datang." Sahut Faris sambil tersenyum.     

"Sungguh manis! Kalian berdua memang benar-benar pasangan yang sempurna. Dua penghianat saling berkolaborasi di depan kamera." Kata Jasmin sambil bertepuk tangan setelah ia masuk dan menutup pintu kamar Aliya. Melihat kedatangan Jasmin. Ekspresi Faris tetap tenang. Ia tidak ragu untuk menunjukkan sikap itu pada Jasmin.     

"Apa yang kamu mau? Kamu fikir kalau kamu bisa selalu mendapatkan apa yang kamu mau? Asal kamu tau, kami tidak akan perduli apa alasanmu kabur dari rumahmu. Kami bukan penghianat, melainkan dua orang yang saling mencintai." Sahut Aliya dengan sinis.Tepat saat itu. Qiara sampai di depan kamar Aliya setelah ia bertanya keberadaan dokter Faris, dan dia di tunjukkan kamar Aliya, ia pun langsung meluncur ke sana.     

Namun, Qiara berhenti membuka pintu ketika dia mendengar obrolan panas antara dua orang wanita. 'Apa yang terjadi di dalam? Kenapa ada suara perempuan lagi ribut?' Batin Qiara seraya bertanya-tanya pada dirinya karena dia tidak bisa membuka lebar pintu takut ketahuan.     

Karena penasaran, Qiara pun memilih untuk tetap diam menguping pembicaraan itu dengan hati-hati agar tidak ketahuan."Jangan bawa-bawa keluargaku! Memang, penyesalan terbesarku adalah aku lebih memilih lelaki penghianat dari pada keluargaku. Tapi, aku kesini karena untuk memperingati kamu agar tidak main-main padaku. Caramu untuk menjatuhkan sangat murahan. Sayangnya, aku lebih cerdas darimu."Jawab Jasmin sambil menatap sinis kearah Aliya.     

"Jangan percaya dia! Aku tidak melakukan apapun." Ucap Aliya dengan ekspresi sendu ketika melihat Faris menatapnya dengan tajam.     

"Apa kamu percaya dengan ucapan perempuan ini? Bukankah kamu pintar untuk membedakan mana yang salah atau benar?" Kata Jasmin sambil menatap Faris dengan ekspresi yang rumit.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.