Istri Kecil Tuan Ju

Di Tampar (Revisi)



Di Tampar (Revisi)

0Di tengah perjalanan pulang suara handphon Qiara berbunyi, karena penasaran dia langsung menghentikan sepedanya di pinggir jalan lalu segera mengecek pesannya. Wajahnya langsung berubah cerah ketika melihat nama orang yang mengirimkan pesan.     
0

'Ya ampun, ini dari Qiano. ' Batin Qiara sambil menahan senyumannya.     

Qiara benar-benar bahagia karena ini pesan dari Qiano untuk pertama kalinya sejak Qiano ada di Belanda, entah mengapa hatinya sangat senang.     

"Ra, kenapa berhenti?" Tanya Natasya dengan heran. Qiara melirik Natasya dan Mia dengan gugup seraya menjawab.     

"Ummmm ... Aku mau angkat telpon dulu!" Natasya dan Mia saling tatap, kemudian balik menatap Qiara lagi.     

"Sepertinya itu telpon penting?" Kata Mia bersamaan dengan Natasya.     

"Iya, ini penting banget soalnya ini dari ibuku he ... " Jawab Qiara.     

"Kalian duluan saja, nanti aku nyusul!" Lanjut Qiara.     

Mia dan Natasya mengangguk tanpa banyak tanya. Setelah itu mereka kembali mengayuh sepedanya dan segera pergi meninggalkan Qiara. Setelah kepergiaan Mia dan Natasya, Qiara segera membalas pesan dari Qiano.     

"Apa kabar sekolah? " Bunyi pesan dari Qiano.     

"Baik." Qiara menjawabnya dengan malas, karena dia berharap Qiano akan bertanya kabarnya bukan malah nanyain kabar sekolah.     

"Dari pagi sampai siang kamu ikut belajar gak?" Lanjut Qiano.     

"Belajar lah, sekarang itu tidak ada waktu kosong buat main atau mengobrol , kan sebentar lagi kita menghadapi UN. Makanya tadi belajar serius. Paling di awal cerita soal PTN, setelah itu langsung belajar kembali" Jelas Qiara.     

"Baguslah, semangat kalau begitu! Ya sudah sampai ketemu!" Kata Qiano lagi.     

"Kapan kamu balik? " Tanya Qiara yang tidak sabar menunggu Qiano pulang.     

"Mungkin dua minggu lagi"Jawab Qiano. "Oh, ya sudah kalau begitu, kamu baik-baik di sana ya!" Qiara mencoba memberikan sedikit perhatian kepada Qiano.     

"Iya, oh iya terimakasih sudah membuatku rindu!" Kata Qiano.     

Qiara tertegun membaca pesan terakhir Qiano, dia tidak pernah menduga kalau Qiano akan mengatakannya, dia juga lupa sejak kapan dia dan Qiano bisa berkomunikasi dengan santai tanpa keributan.     

"Apaan sih? Aku akan pulang dulu!' Setelah mengirim pesan terakhirnya, Qiara langsung mengayuh sepedanya dengan gembira. Hatinya benar-benar di penuhi oleh bunga-bunga di musim semi, Qiara juga merasa lega kalau Qiano tidak membahas soal ketidak datangannya waktu itu. Sesampainya di rumah, Qiara langsung di sambut oleh ibunya.     

"Bagaimana hari ini sayang? " Tanya Renata dengan lembut. Qiara bersandar di sofa sambil melempar tas nya sembarangan sembari menjawab,     

"Begitu aja." Mendengar jawaban Qiara. Renata duduk di samping Qiara sambil membawakan minuman untuknya.     

"Minumlah dulu!" Kata Renata seraya menyodorkan satu gelas yang berisi air jus . Qiara pun langsung meraihnya setelah itu menyesapnya.     

"Mmm ... Sayang. Bagaimana kabar suamimu? Sudah beberapa bulan Mama tidak mendengar kabarnya, dia juga tidak pernah datang ke rumah atau menelpon Mama. Apa kamu membuatnya marah?" Tanya Renata.     

"Aku melarangnya, dan juga aku tidak tau kabarnya." Jawab Qiara dengan santai.     

"Kenapa begitu? Hubungan kalian baik-baik saja kan? Bukannya kalian tampak romantis waktu di Jepang? Juga, kalian sudah melakukanya kan?" Tanya Renata dengan heran. Ekspresi Qiara menjadi aneh mendengar perkataan Renata.     

"Ma ... Aku dan Julian tidak melakukan apapun, dan juga aku tidak mau bicara denganya. Jadi, jangan tanya aku lagi! Aku tidak perduli denganya. Satu lagi! Qiara dan Julian akan segera bercerai" Ucap Qiara dengan ketus. Renata terkejut, ekspresinya berubah gelap dengan spontan dia menampar wajah Qiara.     

"Jaga ucapanmu itu! Mau gak mau kamu harus memperhatikan suamimu! Kamu harus belajar mencintai dan menerimanya karena kamu tidak akan pernah menemukan lelaki yang lebih baik dari Julian! Asal kamu tau kalau perceraian itu selain menyakitkan juga di benci oleh Allah. Mama tau kamu masih muda untuk memahaminya, tapi jika bukan Julian yang memintanya jangan harap Mama akan menyetujui permintaanmu." Qiara kaget mellihat apa yang dilakukan oleh Ibunya.     

Seumur-umur ia tidak pernah di tampar. Tapi sekarang ia tidak menyangka kalau Mama yang dia ketahui sangat lembut tiba-tiba menamparnya, sambil memegang pipinya Qiara menangis, hatinya sakit mendengar ocehan Mamanya. Renata berdiri dan segera meninggalkan Qiara sambil menyeka air matanya, dia juga merasa terluka telah memukul Qiara. Tapi, dia tidak bisa mengontrol dirinya ketika dia mendengar kata cerai, dia hanya tidak ingin melihat anaknya mengalami hal yang pernah dia alami, di ceraikan tanpa alasan yang jelas.     

'Kenapa hidup ini tidak adil padaku? Aku lahir dengan otak bodoh. Tidak cantik dan cerdas seperti kak Vania. Akupun kehilangan kasih sayang Ayah sejak masih kecil, dan sekarang akupun harus menerima takdirku begitu saja tanpa ada yang mau mendengarkan apa keinginanku?' Batin Qiara yang diikuti dengan tetesan air mata yang mengalir deras di pipi.     

Keesokan paginya, Qiara tidak menemukan Renata di dapur. Ia pun langsung mencarinya di kamar dan menemukan ibunya masih terbaring.     

"Ma ... " Panggil Qiara seraya duduk di samping Renata. Akan tetapi, Renata tidak bergerak sedikitpun. Qiara pun langsung merasa khawatir dan mencoba membangunkan ibunya berkali-kali tapi tidak ada respon sedikitpun.     

"Maaa ... Bangun! Jangan buat Qiqi menjadi takut!" Qiara benar-benar khawatir, dia panik sampai tidak tau harus berbuat apa terlebih ketika melihat wajah Ibu nya yang pucat.     

"Ma ... Jangan tinggalin Qiqi! Tolong maafkan Qiqi!" Qiara terus berusaha membangunkan Ibu nya sambil menangis tersedu.     

Setelah itu Qiara mencoba mengecek nafas ibunya, untuk sesaat dia merasa lega karena masih bisa merasakan hembusan nafas Renata. Segera setelah itu, ia berlari keluar untuk meminta bantuan tetangganya.     

Tidak lama kemudian, ia berhasil membawa ibunya ke rumah sakit dengan bantuan tetangganya itu menggunakan taxi. "Pak ... Cepetan!" Seru Qiara dengan tidak sabaran. "Iya." Sahut supir taxi itu sambil mengangguk-anggukan kepalanya.     

Tidak lama setelah itu mereka pun sampai di rumah sakit. Dengan segera Qiara dan tetangganya itu membawa Renata masuk ke UGD. Setelah itu Qiara duduk di bangku tunggu depan ruangan dimana Renata di periksa. Seketika itu, Qiara tampak linglung. Dia menangis tiada henti karena cemas tidak kepalang. Tepat saat itu, ponsel Qiara berbunyi dan itu dari Sarah yang tidak lain adalah ibu mertuanya. Qiara pun langsung mengangkatnya dengan sedikit gemetaran.     

"Hallo Ma ... " Sapa Qiara setelah menggeser Icon Hijau di ponselnya.     

"Hallo, Qiara sayang! Maaf pagi-pagi Mama ganggu! Mama mau tanya apakah Mama mu ada di rumah? Soalnya Mama telpon tidak di angkat? " Tanya Sarah dengan suara yang lembut.     

"Mmmm Ma ... Ma ... Mama ada di..di.. di rumah sakit. Dan ia belum sadarkan diri!" Ucap Qiara sembari menangis tersedu.     

"Apa?"Sarah terkejut. " Sayang ... Tolong tenang! Mama akan segera ke sana! Kamu tunggu ya!"Lanjut Sarah dengan nada suara panik, setelah itu ia mematikan panggilannya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.