Istri Kecil Tuan Ju

Terpuruk Penuh Ketakutan. (Revisi)



Terpuruk Penuh Ketakutan. (Revisi)

0"Sayang ... Tolong tenang! Mama akan segera ke sana! Kamu tunggu ya!" Lanjut Sarah dengan nada suara panik, setelah itu ia mematikan panggilannya.Qiara kembali terpuruk setelah bicara dengan Ibu Mertuanya. Ia pun merosot ke lantai sambil meringkuk. Tidak lama setelah itu ia teringat kalau hari ini adalah hari aktif sekolah. Ia pun langsung mengirim pesan kepada Natasya.     
0

"Sya ... Hari ini, Aku tidak bisa masuk karena Mama ku masuk rumah sakit. Tolong izinkan aku!" Pesan Qiara untuk Natasya. Tidak lama setelah itu, Natasya membalas pesannya.     

"Ya ampun ... ! Kenapa Tante bisa masuk rumah sakit?"Tanya Natasya.     

"Nanti aku akan jelaskan padamu! Karena sekarang fikiranku lagi tidak jernih. " Balas Qiara.     

"Baiklah! Kamu jaga Tante aja ya! Biar aku izinkan kamu pada guru. Nanti, kami akan mampir ke rumah sakit setelah pulang sekolah." Setelah membaca pesan terakhir Natasya, Qiara kembali meringkuk tanpa berhenti menangis karena dokter belum juga keluar untuk memberi kabar tentang Ibunya.     

Seketika itu muncul rasa takut akan di tinggalkan lagi seperti Vania yang meninggalkanya tiba-tiba. Tepat saat itu, Sarah patah hati melihat Qiara meringkuk dari kejauhan. Ia pun berlari menghampiri Qiara dan langsung berjongkok memeluk Qiara.     

"Ya ampun ... Sayang .... Kenapa kamu begini? Bagaimana dengan Ibumu?" Tanya Sarah. Mendengar pertanyaan Sarah. Qiara mengeratkan pelukanya sambil menangis.     

"Mama sepertinya belum sadar. Karena dokter sedari tadi belum juga keluar. Qiqi takut Ma ... " Jawab Qiara dengan bibir yang bergetar. Mendengar penuturan Qiara. Sarah mengelus-elus rambutnya dengan lembut seraya berkata,     

"Sabar ya sayang! Insyaallah Mama kamu akan segera sadar. Dan jangan lupa berdo'a!" Nasehat Sarah langsung di balas anggukan oleh Qiara. Setelah itu Sarah membawa Qiara untuk duduk di kursi. Tidak lama setelah itu, dokter keluar. Dengan segera Qiara serta Sarah menghampirinya.     

"Dokter ... Bagaimana dengan Mama saya? " Tanya Qiara dengan tidak sabaran. Sarah hanya terdiam karena pertanyaannya sudah diwakilkan oleh Qiara.     

"Keadaanya cukup parah. Ini semua karena penyakit darah tinggi yang beliau alami. Untung beliau cepat di bawa kesini kalau tidak, mungkin nyawanya tidak tertolong lagi!" Jelas dokter itu. Mendengar penjelasn dokter. Kaki Qiara langsung lemas. Seketika itu ia mundur beberapa langkah. Melihat reaksi Qiara, Sarah pun panik.     

"Sayang ... Apa kamu baik-baik saja?" Tanya Sarah seraya merangkul tubuh Qiara. Tanpa menjawab pertanyaan Sarah. Air mata Qiara terus mengalir. Tatapanya kosong serta hatinya di penuhi rasa sesal mengingat ucapanya yang sudah meyakiti hati Mama.     

'Tidak ... Mama tidak boleh sakit apalagi meninggalkan Qiqi sendirian. Mama harus sehat!' Batin Qiara dengan ekspresi ketakutan setengah mati akan di tinggalkan lagi.     

Seketika itu ia merasa tidak kuat lagi menahan tubuhnya yang lemah. Perlahan Qiara merosot ke lantai. Namun, tubuhnya segera di tangakap oleh Julian yang baru saja tiba. Karena setelah mendapat telpon dari Ibu nya,Julian langsung meluncur ke rumah sakit mumpung dia di kota yang sama untuk urusan bisnisnya.     

"Apa kamu baik-baik saja? " Tanya Julian sambil memapah tubuh Qiara untuk duduk di kursi.     

"Syukurlah Julian datang tepat waktu." Ucap Sarah seraya bernafas lega. Qiara tidak merespon pertanyaanya,Julian pun menarik nafas dalam. Oleh karena itu ia memberikan bahunya sebagai sandaran untuk Qiara menuangkan rasa sedihnya.     

"Mama pasti akan segera sembuh! Jadi, tenanglah!" Ucap Julian seraya mengusap-usap bahu Qiara. Mendengar nasehat Julian, Qiara langsung menumpahkan segala keluh kesah dan air matanya di pelukan Julian.     

"Mama begini karena aku! Aku anak yang tidak berbakti. Aku bodoh dan sekarang aku sangat menyesal." Ucap Qiara dengan lirih.     

"Jangan menyalahkan dirimu sendiri! Jika Mama dengar. Mama pasti sedih" Sahut Julian sambil membelai rambut Qiara dengan lembut dan terus berusaha untuk menenangkan Qiara. Qiara pun mengangguk dan membiarkan dirinya menemukan kenyamanan di bahu Julian yang dia benci. Sarah merasa lega melihat dua anak nya akur dan saling berkasih sayang. Ia pun menaruh harap sangat besar agar mereka bisa hidup selamanya dengan damai dan bahagia.     

Tidak lama setelah itu mereka diizinkan masuk oleh dokter dan langsung di pindahkan ke ruang VIV yang sudah di pesan Julian untuk Ibu mertuanya. Melihat ibu nya terkapar tak berdaya, Qiara lagi-lagi merosot dan hampir pingsan. Waktu berjalan begitu cepat. Hingga sore hari, Renata belum juga sadar dan itu membuat Sarah dan Qiara cemas.     

"Sarah! Bagaimana kabar Renata?" tanya Papa Qiara dengan nada khawatir ketika ia yang baru datang langsung melihat Sarah keluar dari ruangan Renata. "Darah tingginya kumat "Jawab Sarah dengan ketus.     

"Apa Kenapa bisa kambuh lagi? Sudah lama aku tidak mendengarnya kambuh. Lalu, hal apa yang membuatnya sampai kambuh lagi?"Tanya Papa dengan panik. karena dia tau betul bagaimana kondisi mantan istrinya meskipun mereka sudah bercerai. Sarah mengangkat bahunya, kemudian dia menatap tajam Papa Qiara.     

"Kamu benar! Aku melihatnya seperti ini terakhir kali waktu kamu menceraikanya tanpa alasan. Bisa jadi ini kemungkinan karena dia mengingat hal itu lagi." Mendengar perkataan Sarah. Wajah Papa berubah sendu sambil menunduk. Seketika itu dia terduduk lemah di banggku tunggu rumah sakit. Ia cukup menyadari kalau ia memang sudah salah. Tapi, ia terpaksa meninggalkan istri yang teramat dia cintai itu bahkan dia lebih sakit dari yang mereka ketahui.     

"Sudahlah! Aku tidak mau membahasnya lagi.     

Karena itu hanya membuat hatiku sakit mengingat bagaimana penderitaan sahabtku karena ulahmu.     

"Sarah benar-benar kesal saat mengingat kejadian itu. Terlebih jika dia mengingat tahun-tahun yang berat dimana dia menyaksikan Renata harus merelakan anak sulungnya di bawa pergi dari pelukannya. Setelah Qiara tenang. Julian kembali memapah Qiara yang lemas untuk mendekati ranjang pasien.     

"Ma ... Ini Qiqi bersama mas Julian! Tolong maafkan perkataan Qiqi kemarin! Tolong bangun Ma .. ! Dan lihatlah Qiqi menggengam tangan mas Julian!" Ucap Qiara dengan lirih sambil menggenggam tangan Julian hanya untuk memancing agar Mama nya bangun untuk melihatnya akur bersama Julian.     

Mendengar perkataan Qiara, Julian langsung mengerti, hal apa yang telah Qiara perbuat hingga membuat Mama nya sendiri jatuh sakit dan sehingga ia menyesali apa yang sudah dia lakukan.     

"Qi ... Biarkan Mama istirahat dulu ya!"Ucap Julian mencoba menghentikan Qiara bicara agar tidak mengganggu istirahat Renata. Qiara menatap ibunya sambil mengikuti arahan Julian dengan patuh tanpa mengeluarkan suara sedikitpun, karena jiwanya benar-benar terpukul dan tidak bisa terima melihat ibunya terkapar di ranjang pasien hanya karena ulahnya.     

"Apa kamu sudah makan?" Tanya Julian dengan nada lembut. Qiara menggeleng, setelah itu Julian menggengam tangan Qiara seraya berkata,     

"Baiklah! Aku akan keluar membelikanmu makanan dulu. Kamu tahan sebentar." Qiara kembali mengangguk, setelah itu Julian langsung bergegas keluar dari kamar pasien. Tepat saat itu ia kaget ketika melihat Papa mertua dan Ibu nya ngobrol depan pintu.     

"Ahhh ... Nak Julian ... Bagaimana Qiara? Juga, apakah Mama mertuamu sudah sadar?" Tanya Papa ketika melihat Julian keluar dari pintu.     

"Qiara sudah tenang. Sekarang aku ingin membelikanya makanan dulu, soalnya dari pagi dia belum makan."Jawab Julian tanpa basa basi.     

"Baguslah! Kalau begitu, Mama akan pergi sekarang dan mungkin Mama akan kembali nanti malam. Kalau ada apa-apa kamu telpon Mama ya!" Sahut Sarah.     

"Baiklah! Mama hati-hati di jalan!" Kata Julian tanpa ekspresi. Setelah itu Sarah langsung bergegas pergi. Sedang Julian melirik Papa mertuanya seraya berkata,     

"Papa masuklah ke dalam! Aku akan membelikan papa dan Qiara makanan dulu" Kata Julian dengan sopan.     

"Ohhh ... Tidak apa-apa! Aku akan tunggu di sini!"Ucap Papa Qiara.     

"Baiklah!" Setelah mengatakan itu,Julian langsung pergi dan bergegas keluar dari rumah sakit.     

Tepat saat Julian kembali ke rumah sakit. Ia mendapat sebuah panggilan dari kantor nya. Julian pun segera mengangkatnya.     

"Hallo Eny! Ada apa kamu menelpon?" Tanya Julian pada sekretarisnya itu.     

"Maaf mengganggu bos! Tapi, di kantor ada keadaan darurat. Salah satu klien penting kita yang dari China datang untuk melakukan tanda tangan kontrak. " Jelas Eny dengan nada suara panik.     

"Kenapa dadakan?" Tanya Julian seraraya menjepit alisnya.     

"Sekretarisnya lupa memberitahu pihak kita, jika hari ini adalah hari dimana ia meminta untuk tanda tangan kontrak. Oleh karena itu pihak mereka juga minta maaf yang sebesar-besarnya. Dia juga bilang kalau cuman hari ini dia bisa berkunjung ke Indonesia. setelah itu dia akan melakukan perjalanan bisnis ke Eropa dalam waktu lama, terlebih hari ini dia datang dengan istrinya, terus bagaimana ini bos!" Jelas Enny."     

"Saya tidak akan kembali mungkin sampai besok! Jadi, katakan pada mereka yang sebenarnya!" Sahut Julian dengan tegas.     

"Tapi bos! Mereka akan kecewa dan membatalkan kontrak kerja sama kita. Bukankah kita sudah lama mengincarnya? Bagaimana kalau mereka langsung pindah ke perusahaan saingan kita?" Kata Eny yang diliputi kekhawatiran yang berlebihan.     

"Kalau begitu biarkan mereka membatalkannya! Lalu memilih yang lain." lanjut Julian dengan sinis.     

"Tapi bos! " Enny berusaha untuk membujuk bosnya.     

"Istri saya jauh lebih penting dari pada kontrak berapapun nilainya. Soal risqi, Tuhan sudah mengaturnya. Jadi, kamu tidak perlu khawatir perusahaan akan rugi hanya karena kontrak kerja itu."Jelas Julian.     

"Baiklah bos! Saya akan mengatakan hal yang sebenarnya!" Sahut Sekretaris itu pada akhirnya karena ia tidak mau membuat bosnya merasa kesal.     

Setelah bicara dengan Eny, Julian langsung bergegas masuk ke kamar mertuanya. Dia terkejut ketika melihat Papa Qiara duduk di samping Renata dengan sedih, sedang Qiara masih duduk termenung dengan deraian air mata di sofa tanpa menghiraukan Papa nya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.