Istri Kecil Tuan Ju

Pasport Dan Tiket.(Revisi)



Pasport Dan Tiket.(Revisi)

0"Ra ...? Tepat saat itu, suara Qiano mengagetkan mereka. Seketika itu Qiara langsung menoleh kearah Qiano.     
0

"Ya? Ada apa?" Sahut Qiara dengan heran.     

"Khem ... " Ketiga sahabatnya langsung beraksi mengejeknya. Qiara merasa risih dan malu-malu menyadari ejekan teman-temannya. Namun, ia tetap fokus kearah Qiano yang hampir mendekat.     

"Besok pagi, kamu dan teman-temanmu bisa datang ke sekolah enggak?" Tanya Qiano sambil tersenyum."Memangnya ada apa besok?" Tanya Qiara seraya melirik kearah teman-temanya yang terlihat baper gila.     

"Ada deh. Pokoknya, kamu harus datang jika mau tau. "Jawab Qiano.     

"Bilang iya saja!" Kata ketiga temannya seraya menggoda sekaligus membujuk Qiara.     

"Iya, aku akan usahakan datang." Mendengar jawaban Qiara, ketiga temannya langsung bertepuk tangan. Sedang Qiano tersenyum senang.     

"Terimakasih. Kalau begitu, aku akan tunggu besok! Ingat jam 9 ya!"Ucap Qiano. Setelah itu Qiano pergi meninggalkan Qiara dengan raut wajah yang berseri-seri.     

"Ayo kita pulang! "Ajak Qiara sambil tersenyum menarik tangan teman-temannya. Mendengar ajakan Qiara, mereka semua langsung mengangguk lalu bersama-sama pulang ke rumah masing-masing. Di perjalanan pulang, Qiara terus-terusan di ejek hingga ia kehilangan kata-kata untuk menghentikan ulah teman-temannya. Sesampainya di rumah, Qiara langsung menceritakan semuanya ke Renata. Tenang saja Renata merasa bangga meskipun itu hanya di peringkat 25 dan belum bisa menyamai vania yang selalu berada di peringkat pertama.     

"Sayang ada titipan buatmu!" Kata Renata sambil menjulurkan amplop coklat ke tangan Qiara setelah ia selesai memuji putrinya yang nakal itu. Tidak hanya itu, dia menganggap pengaruh Julian cukup kuat sehingga membuat putrinya bisa berubah dan mau belajar.     

"Apa ini ma?" Tanya Qiara sembari mengambil amplop itu dengan heran.     

"Kamu buka saja! Mama, ke dapur dulu!" Setelah mengatakan itu, Renata beranjak pergi ke dapur. Sedang Qiara langsung masuk ke kamarnya membawa amplop itu.     

Setelah sampai kamar. Qiara menutup pintu lalu melempar tasnya di tempat tidur seraya merebahkan tubuhnya setelah itu. Setelah merasa nyaman. Qiara bangun dan membuka amplop itu karena rasa penasarannya. Tepat saat ia membuka lalu membaca isi ampolop itu. Qiara langsung terkejut bukan main melihat dua pasport dan dua tiket pesawat menuju Jepang. Ia pun segera berlari keluar untuk meminta penjelasan dari Mama nya.     

"Maaa ... " Teriak Qiara semenjak ia keluar dari pintu kamarnya menuju dapur. Renata yang sedari tadi sibuk menjahit setelah beres-beres di dapur. Merasa kaget mendengar teriakan Qiara.     

"Ada apa sayang?" Tanya Renata ketika melihat putrinya sudah berdiri di depannya.     

"Maaa ... Nanti sore kita harus berangkat ke Jepang. Aaaa ... Qiara seneng banget." Ucap Qiara sambil melompat-lompat kegirangan. "Ke Jepang? Bagaimana bisa kita ke sana sayang? Mama kan tidak punya uang juga, kita perlu beli tiket dan membuat pasport untuk bisa pergi. " Mendengar pertanyaan Mamanya, Qiara langsung menjulurkan pasport dan tiket yang dia dapatkan dari amplop itu. "Ini semuanya sudah lengkap. Tinggal kita berangkat aja ke Bandara. Di sini juga tertulis kalau pesawat kita berangkat jam 6 sore ini. " Lanjut Qiara dengan semangat tanpa perduli siapa yang mengirimnya.     

Renata masih bingung dengan penjelasan putrinya. Mengapa tiba-tiba dia punya pasport dan tiket? Sedangkan dia merasa tidak pernah membuat atau membelinya. Tepat saat itu Qiara mendadak terdiam. Ia juga berfikir sama dengan ibunya. Di tengah kebingungan mereka. Terdengar suara ponsel Qiara berdering dan itu dari Julian. Melihat ID pemanggil, Qiara menjadi cemberut melihat nama Julian di kontaknya dan itu nomer Julian ketika berada di luar negeri, yang selalu di simpan oleh Qiara. Kecuali nomer WA nya yang tidak pernah berubah. Namun ia tidak mungkin mengangangkatnya kalau tidak mau kena marah. Qiara pun akhirnya mengangkat telpon dari Julian.     

"Apa kamu sudah menerima amplopnya?" Suara Julian terdengar lembut dari seberang telpon. Namun, tidak mampu membuat hati Qiara luluh.     

"Apa kamu yang mengirimnya?" Tanya Qiara dengan ketus.     

"Iya. Bukankah kamu ingin ke Jepang?" Jawab Julian tanpa ekspresi.     

"Iya, tapi aku tidak mau menerima kebaikanmu begitu saja. Apa kamu punya niat tersembunyi? Tidak mungkin kan kamu sebaik ini begitu saja?" Kata Qiara yang mulai menaruh curiga pada Julian.     

"Qiqi .... Kenapa kamu ngomong begitu sama suamimu sayang? Tidak baik tau!" Kata Renata yang sudah bisa menebak dengan siapa Qiara bicara.     

"Tapi memang benar kan Ma? Tidak ada orang yang tiba-tiba baik kalau dia tidak punya motif tertetu. " Timpal Qiara dengan kesal.     

"Qiara ... Aku ini suamimu dan sudah tugasku membahagiakanmu. " Sahut Julian yang menyela perdebatan Qiara dengan Ibu nya.     

"Baiklah! Aku tidak perduli dengan niatmu lagi. Jika di kemudian hari kamu menuntutnya maka aku tidak akan bertanggung jawab." Ucap Qiara dengan ketus.     

"Cukup Qiara! Sekarang lebih baik kamu dan Mama segera siap-siap! Aku sudah meminta sopir untuk mengantar kalian ke Bandara. Juga, aku sudah mentransfer uang ke rekeningmu lagi. Dan kamu bisa menariknya lalu menukarnya dengan mata uang Jepang. Aku tutup dulu!" Julian benar-benar kewalahan dengan sikap dan cara bicara Qiara yang masih belum bisa menerimanya. Ia pun segera menutup telpon karena dia sendiri juga belum bisa menerima Qiara. Dia hanya menganggapnya adik dari orang yang dia cintai. 'Vania ... Aku sudah berusaha untuk membuat keluargamu bahagia. Aku juga terus mencoba menjadi suami yang baik. Tapi, sampai kapan aku harus bertahan dengan pernikahan yang rumit ini? Tanpa cinta dan kehangatan. Aku merasa pernikahan ini hanya dongeng pengantar tidur. Vania aku rindu sayang, sepertinya tidak ada yang bisa menggantikanmu.' Batin Julian.     

Setelah bicara dengan Qiara. Julian berdiri di balkon salah satu hotel ternama di Korea. Ia menatap bintang bertaburan. Karena itu adalah kebiasaanya setiap malam sebelum memejamkan mata bersaman dengan Vania. Ia berharap dari atas sana Vania juga menatapnya. Cinta Julian masih berkobar pada Vania bahkan setelah kepergiaan Vania. Karena baginya Vania adalah seluruh cinta yang akan selalu bertahta di hatinya, sedang Qiara tidak lebih hanya titipan dari Vania yang harus di jaga dan di bahagiakan.     

'Gadis manisku Vania, senyumnya selalu meluluhkan hatiku, kelembutanya menenangkan jiwaku, karena dia aku bisa seperti sekarang terbebas dari masa laluku yang buruk. Terimakasih sayang karena telah membuatku mengerti kalau hidup ini terlalu singkat dan harus di jalani dengan Baik.' Batin Julian lagi sambil menyeruput minuman di tangannya.     

Sementara itu Qiara dan ibunya sudah selesai berkemas, tidak lama kemudian sopir datang menjemput mereka. Tidak butuh waktu lama, mereka pun sampai di Bandara. Qiara dan Mama nya langsung cek in, dan tak lupa juga Qiara menukar uangnya yang sudah di kirim Julian.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.