Istri Kecil Tuan Ju

Akad



Akad

0  Keesokan harinya.    
0

  Cahaya matahari menyelinap di balik cenda sebuah kamar dimana Qiara duduk termenung menatap bayangan seorang gadis di cermin, gadis itu mengenakan kebaya putih, dengan berhias melati yang menjuntai di dada bagian kanannya, bibirnya merah berkincu, pipinya merona karena blush on dan kelopak matanya berwarna, dia terlihat cantik sekali.    

  Tapi tatapannya begitu kosong, siapapun yang menatap sepasang mata itu akan tahu kalau gadis itu tidak bahagia. Ya, bayangan itu adalah bayangan dirinya sendiri.    

  Setelah tukang make up selesai mendandani Qiara, tinggalah Qiara sendirian di kamar yang telah dihias sedemikian rupa. Aroma harum bunga menusuk hidung dan sudah bisa di tebak kalau kamar itu adalah kamar pengantin Qiara dan Julian.    

  "Oh ya ampun ... Apakah itu aku?". Gumam Qiara seraya menatap dirinya lewat cermin.    

  Setelah itu Qiara berjalan menuju ranjang dan duduk di sisi ranjang sambil menatap pintu kamar yang tertutup rapat tepat di seberangnya, dari luar kamar terdengar suara yang cukup riuh karena orang-orang di luar sana sedang sibuk menyiapkan semua keperluan prosesi akad nikah, seperti permintaan Qiara kalau acara ini hanya di hadiri oleh keluarga dekat saja.    

  Tepat saat itu, pintu tiba-tiba terbuka lalu tertutup lagi, mebuyarkan lamunan Qiara, Qiara melihat Julian berdiri menatapnya, tubuhnya yang tinggi dan jangkung bersandar di pintu.    

  "Apa kamu sudah siap?".    

  Untuk sesaat Qiara terpana oleh penampilan Julian yang karismatik, setelah itu Qiara mengangguk.    

  "Baiklah aku akan memberitahu Mama dulu, setelah Pak penghulu datang nanti Mama yang akan menjemputmu ke sini. Jadi, tenangkan hatimu!". Kata Julian, setelah itu dia kembali menutup pintu sedang Qiara terdiam kaku di tempat tidur, dia ingin menangis tapi sekuat tenaga dia tahan.    

  Sesaat kemudian pintu di buka kembali dan itu Mamanya, dengan senyum manis Renata menghampiri anaknya.    

  "Sayang sudah waktunya, ayo kita keluar!". Wajah Qiara di tekuk, dia tidak mau keluar, Renata mulai bingung harus berbuat apa. "Sayang jangan kayak begini! Kamu sudah di tunggu, malu sama para tamu dan pak penghulu".    

  Qiara menatap ibunya dengan ekspresi memelas, "Mama, Qiara tidak mau menikah, Qiara takut, biar Qiara di dalam saja ya!".    

  "Sayang kenapa kamu mulai lagi sih? Mama kan sudah bilang kemarin kalau semua ini untuk kakakmu. Sudah, jangan sampai menangis gitu, nanti make up nya luntur sayang!". Kata Renata mencoba menenangkan hati putri. Sejujurnya ia juga takut dan tidak rela kalau masa remaja putrinya terenggut, terlebih ia adalah orang yang pernah gagal menikah. Tapi, ia tidak punya pilihan lain.    

  "Pokoknya setelah menikah aku ingin bercerai, karena rasanya aku tidak mungkin bisa mencintai Julian, di hatiku sudah ada lelaki lain Ma". Ucap Qiara dengan jujur.    

  "Iya terserah kamu, yang penting sekarang ayo kita keluar!". Ucap Renata dengan terpaksa.    

  Setelah Renata berusaha keras membujuk Qiara, akhirnya dia mengangguk dan berjalan di samping Mama dengan patuh, tapi Qiara benar-benar merasa tidak nyaman dengan kebaya yang dia kenakan.    

  Pernikahan itu di laksanakan di rumah Julian secara tertutup, dari pihak Julian hanya di hadiri oleh paman dan tantenya dari pihak Ibu, sedang dari pihak Qiara hanya di hadiri oleh Papa, Mama dan Tantenya dari pihak Papa nya.    

  Acara akad nikah akan segera dilaksanakan tepatnya pukul 8:00, sengaja acara itu di gelar pagi-pagi karena Julian di kejar waktu.    

  "Nak Julian apa kamu sudah siap?". Tanya pak penghulu. Julian mengangguk sambil melirik Qiara, "Insyaallah".    

  Pak penghulu juga tidak lupa menanyakan kesiapan Qiara, "Apakah pengantin perempuan juga sudah siap dan ridha dengan pernikahan ini?".    

  Qiara menunduk sambil mengangguk, setelah itu pak penghulu mengucapkan hamdalah, dan akad nikahpun di mulai.    

  Papa Qiara menjulurkan tangan kanannya kearah Julian. Seketika itu Julian dan langsung menjabat tangan Papa mertuanya itu.    

  "Julian Alvero binti Rahman Alvero, Aku nikahkan engkau dengan putriku Qiara putri senja dengan mahar 20 gr cincin emas dan seperangkat alat sholat dibayar tunai". Ucap Papa dengan ekspresi sendu sebab ia tidak menyangka kalau yang ia nikahkan adalah putri keduanya.    

  Setelah Papa Qiara selesai langsung di sambut oleh Julian, "Saya terima nikahnya Qiara putri senja binti Yunus Muzakkir dengan maskawin 20 gr cincin emas dan seperangkat alat sholat di bayar tunai".    

  "Sah ".    

  "Barakallah".    

  Semua tamu mengesahkan pernikahan Qiara dan Julian, setelah itu Qiara di minta untuk mencium punggung tangan Julian, dengan ragu Qiara mencium punggung tangan Julian. Julian pun mencium kening Qiara dengan berat hati. Sejak saat itu Qiara menyandang status istri Julian.    

  Selesai akad nikah dan menyantap makanan yang sudah di siapkan para tamu langsung pada pulang, hanya menyisakan keluarga inti saja. Qiara langsung masuk ke kamar pengantinnya dan di dalam kamar dia tidak bisa membendung tangisnya lagi.    

  Sesaat kemudian pintu terbuka dan itu Julian, dengan segera Qiara menyeka air matanya.     

  "Kenapa kamu belum ganti baju?". Tanya Juluan seraya melepas dasinya.    

  Qiara menunduk dan terdiam, karena pertanyaannya tidak di jawab Julian hanya bisa menarik nafas setelah itu dia berkata lagi, "Aku mandi dulu karena aku akan segera ke Bandara. Besok supir akan mengantarmu dan Mama kembali ke Bandung".    

  Setelah mengatakan itu, Julian langsung masuk ke kamar mandi, Qiara mendongak melihat kearah pintu kamar mandi dengan kesal.    

  "Haruskah aku menjalani ini?". Gumam Qiara.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.