Istri Kecil Tuan Ju

Dia Pamanku



Dia Pamanku

0  "Auuu ... ". Terlambat bagi Qiara untuk menoleh, punggungnya langsung menabrak tubuh kekar lelaki itu dan langsung jatuh ke lantai sambil meringis kesakitan.    
0

  Melihat Qiara bikin ulah lagi, kumis Pak Rahmat langsung naik.    

  "Qiara aaa ... !!".    

  Qiara menutup kedua telinganya mendengar teriakan kencang pak Rahmat, semua teman-teman perempuan termasuk gengnya yang masih belum pulang berkumpul mengitari Qiara dan pak Rahmat, tapi bukan karena teriakan pak Rahmat melainkan itu karena pesona lelaki tinggi di sebelah pak Rahmat.    

  "Ya ampun siapa itu?".    

  "Ganteng banget".n    

  "Apakah dia guru baru?". Tanya Lola tanpa berkedip melihat kearah lelaki itu. "Lelaki dewasa yang menawan, ini mah tipe aku banget". Kata Mia sambil menggigit kuku telunjuknya.    

  Melihat tatapan aneh teman-temanya, Qiara merasa heran, dia berdiri dan langsung melihat kemana arah tatapan teman-temannya, seketika itu Qiara terkejut bukan main.    

  "Diakan Julian kalau aku tidak salah ingat, terus ngapain dia ada disini? Aduh jangan sampai dia bilang kalau aku calon istrinya!" Gumam Qiara dengan ekspresi yang buruk.    

  "Qiara tidak bisakah kamu libur sehari aja untuk tidak bikin ulah hah?". Tanya Pak Rahmat sambil berteriak di depan wajah Qiara. Qiara menunduk karena tidak berani menatap tatapan tajam Julian.    

  "Maaf pak, kalau begitu saya akan pulang sekarang!".    

  "Pak terimkasih sudah memberikan ijin buat Qiara untuk libur selama 3 hari!". Ucap Julian sambil menjabat tangan pak Rahmat. "Sama-sama anak muda, semoga urusan keluarga kalian lancar!". sahut Pak Rahmat dengan ramah.    

  Mendengar obrolan Julian dan pak Rahmat, ekspresi Qiara menjadi gelap, dia berfikir apakah Julian mengatakan kalau dia adalah calon suaminya?    

  "Ayo kita pulang!". Seru Julian tanpa ekspresi.    

  "Aku bisa pulang sendiri". Kata Qiara dengan nada kesal.    

  "Baiklah, kalau kamu tidak mau pulang denganku maka aku tidak punya pilihan selain memberitahu guru dan teman-temanmu tentang kita!". Julian mencoba mengancam Qiara.    

  Melihat Julian nampak dekat dengan Qiara, Mia langsung menarik lengan Qiara semari berbisik, "Ra, apa kamu mengenalnya?".    

  Dengan kesal Qiara berkata, "Dia pamanku. Ya udah, aku akan pulang dulu sama dia nanti aku bisa di marahi".    

  Mia menjadi histeris mendengar pengakuan Qiara, meski tidak sempat kenalan karena Qiara keburu meminta Julian untuk segera meninggalkan sekolah, tapi Mia cukup senang karena besok dia masih bisa Minta nomernya ke Qiara.    

  Di dalam mobil Julian dan Qiara hanya terdiam. "Apa kamu mau makan?". Tanya Julian memecah keheningan.    

  Qiara menggeleng, setelah itu dia menatap Julian dengan sinis, "Kenapa kamu ke sekolahku?".    

  "Aku di minta oleh Mama mu untuk memintakanmu ijin tidak masuk besok sampai hari senin". Jawab Julian tanpa ekspresi.    

  "Kenapa harus kamu?". Tanya Qiara lagi seraya menyeringai kearah Julian. "Karena tante Rentana sudah berangkat ke Jakarta tadi pagi bersama Mamaku".    

  "Apa? Bukankah kamu bilang yang datang menjemput adalah supir? Lalu, kenapa sekarang kamu disini? Dan kenapa Mama ku harus berangkat duluan?". Qiara tampak geram seraya memandang Julian dengan heran.    

  "Pernikahan kita di majukan menjadi besok, karena aku harus berangkat ke Eropa untuk melakukan perjalanan bisnis selama tiga bulan. Pertanyaan yang lain bisa kamu tanyakan pada Mama mu". Jelas Julian. Sedang Qiara merasa frustasi mendengar penjelasan Julian.    

  "Aaa .... Terserah kalian sudah aku tidak perduli!".    

  Melihat sikap kekanak-kanakan Qiara, Julian hanya bisa menarik nafas, ia cukup faham bagaimana sikap calon istrinya yang masih labil itu. Qiara menatap jalan dengan penuh rasa kesal, dia tidak bisa bahkan tidak berani membayangkan kalau besok dia akan melaksanakan akad nikah, setelah itu dia akan menyandang status sebagai istri di usianya yang masih muda.    

  "Ini benar-benar gila ... Aku harap ini hanya mimpi!". Gumam Qiara.    

  Setelah sampai di rumah, Qiara langsung bersiap-siap dan mengemas beberapa pakaian dan barang-barang pentingnya. Tidak lama kemudian, Qiara langsung memasukkan kopernya ke dalam bagasi seraya berharap kalau pernikahan besok di batalkan.    

  "Haruskah aku menikah dengan lalaki yang sepertinya beda sepuluh tahun denganku? Ya Tuhan inikah takdir Qiara yang sudah engkau gariskan di atas sana?". Gumam Qiara serya terdiam di belakang mobil.    

  "Ayo masuk!". Suara Julian membuyarkan lamunannya. Qiara cembrut menatap Julian. "Ayo cepat! Mama dan tante Renata sudah menunggu kita di rumah! Biar kita tidak kemalaman sampai di Jakarta". Lanjut Julian.    

  Dengan berat hati Qiara mengangguk dan masuk mobil dengan patuh. Sepanjang perjalanan, Qiara hanya terdiam begitupun Julian, mereka tidak tertarik untuk ngobrol.    

  Beberapa saat kemudian, mobil mereka sampai di rumah Julian di Jakarta. Rumah itu besar dan memiliki halaman yang luas. Ada beberapa mobil berderek di bagasi mobil.    

  "Apakah ini rumahmu?". Tanya Qiara setelah keluar dari mobil. Julian mengangguk, "Iya, masuklah duluan!".    

  Mendengar perintah Julian, Qiara langsung masuk. Di dalam, dia sudah di tunggu oleh Sarah, Mama dan Papanya.    

  "Qiara sayang, selamat datang di rumah kami yang sederhana ini!". Sambut Sarah sambil memeluk Qiara dengan hangat. Qiara pun langsung tersenyum sembari bergumam dalam hatinya.    

  "Ini mah bukan sederhana namanya, wong rumah sebesar ini juga."    

  "Qiara !". Panggil pak Yunus dengan lembut. Mendengar suara akrab itu, Qiara melepas pelukan Sarah dan melihat wajah paruh baya itu. "Papa?".    

  "Semoga kamu bahagia ya nak!". Ucap Pak Yunus sambil memeluk putrinya. Qiara membalas pelukan Papa sambil mengangguk dengan terpaksa.    

  "Oh ya, mungkin Qiara capek sebaiknya langsung istirahat saja ya! Biarkan kita para orang tua mengurus semuanya"Kata Sarah. Setelah itu ia menoleh ke pelayan rumah Julian. "Bik, tolong antar Non Qiara ke kamarnya!".    

  Pelayan itu mengangguk, setelah itu berjalan menghampiri Qiara yang baru saja melepas pelukan Papa. "Non, ayo ikut bibik!".    

  Dengan patuh Qiara mengikuiti pelayan, setelah sampai di kamarnya, Qiara langsung merebahkan dirinya di tempat tidur. Ia menatap kesekeliling kamar itu yang sudah dihiasi dengan cat dan pernak pernik berwarna merah sesuai warna kesukaan Qiara.    

  "Apakah kakak bahagia melihatku akan menikah dengan lelaki pilihan kakak? Aku tau kakak selalu menginginkan yang terbaik buatku. Tapi, apa harus dengan cara ini kak? "Gumam Qiara sambil menatap langit-langit kamar itu.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.