Istri Kecil Tuan Ju

Ingatan Masa Lalu.



Ingatan Masa Lalu.

0Singkirkan tanganmu dari rambut indah calon istriku!" Suara teriakan seorang lelaki yang cukup keras menggelar di lorong itu.      
0

Seketika itu mereka semua terkejut dan langsung menoleh kearah sumber suara.      

"Tuan Max ... " Tubuh Direktur itu gemetaran saat melihat ekspresi gelap Maxwell.     

Vania menoleh kearah Maxwell sambil memegang pipinya yang memerah.     

Maxwell berjalan mendekati direktur itu yang diikuti oleh Rafael. Semua orang menjadi tegang setelah melihat siapa yang menyebabkan keributan ditempat itu.      

"Maxwell ... Jangan lakukan apapun! Sebaiknya kita tinggalkan mereka!" Kata Vania sambil memegang lengan Maxwell yang sudah berdiri di sampingnya.      

Dengan pelan Maxwell menoleh kearah Vania. Setelah itu ia menempelkan tangan kanannya di pipi Vania yang memerah. Ia juga menyeka darah yang ada di sudut bibir Vania akibat kerasnya tamparan yang dia dapatkan. Seketika itu hati Maxwell patah.      

"Kamu adalah hartaku yang paling berharga. Kamu bagian dari tubuhku. Oleh karena itu, siapapun yang melukai kamu maka dia harus menerima bayarannya karena secara tidak langsung dia sudah melukaiku." Bisik Maxwell di telinga Vania.      

Mendengar bisikan mengerikan itu, Vania menatap sang direktur dengan kasihan. Karena Vania tahu bagaimana Maxwell sangat menjaga dan mencintainya. Jangankan manusia semut pun ia marahi jika berani menyentuh tangan Vania.      

Setelah mengatakan itu, Maxwell kembali menoleh kearah direktur itu.     

Cindy dan sang direktur mundur beberapa langkah saat melihat Maxwell melangkah kearah mereka.      

Vania tidak bisa menghentikan Maxwell lagi karena tangannya di pegang oleh Rafael.     

"Tuan Max ... Tolong maafkan saya! Saya tidak tahu kalau dia adalah wanita anda!" Kata direktur itu sembari memohon.     

Maxwell tidak mengatakan apapun, dia mengambil botol minuman yang berada di atas meja.      

"Rafael ... Bawa Vania keluar dari sini! Setelah itu bawa dia ke rumah sakit!" Kata Maxwell tanpa memalingkan pandangannya dari direktur itu.     

"Oke bisa!" Setelah itu Rafael menatap Vania dengan sopan."Nona Vania, ayo ikut saya!"      

"Tapi ... " Vania merasa khawatir pada Maxwell. Ia takut kalau Maxwell akan membunuh direktur itu setelah dia pergi.     

"Tolong kerjasama nya nona! Jika anda tidak mau ikut sama saya maka saya yang akan di pukul oleh bos!" Kata Rafael sembari memohon dengan sangat pada Vania.      

Karena tidak ingin melihat Rafael di pukul, Vania pun segera mengikuti Rafael dengan patuh.     

Setelah kepergian Vania, Maxwell kembali fokus pada direktur itu dan membiarkan semua orang melihatnya.     

"Tuan Max ... Tolong ... "     

Maxwell tidak membiarkan direktur itu melanjutkan ucapannya dengan langsung memberikan pukulan di kepala direktur itu menggunakan botol yang sedari tadi ia pegang.     

"Ahhhh ... " Suara teriakan direktur itu mengejutkan semua orang.     

Darah segar keluar dari kepala direktur itu.      

Cindy jatuh kelantai karena ketakutan dan terkejut melihat direktur itu terkapar di lantai dengan berlumuran darah.     

Semua orang yang berada di Club itu bergegas pergi karena mereka tidak ingin berurusan dengan orang seperti Maxwell.      

Sungguh kasihan direktur itu karena semua orang tidak ada yang ingin menolongnya dari amukan Maxwell.     

"Tolong jangan bunuh saya!" Kata direktur itu dengan suara yang putus-putus.     

Maxwell menarik kerah baju direktur itu tanpa ampun. Ekspresi nya benar-benar gelap sehingga ia terlihat lebih kejam dari pada serigala.     

"Beraninya kamu minta dikasihani setelah kamu melukai wajah cantik wanita pujaan ku!" Ucap Maxwell.     

"Maafkan aku tuan! Aku berjanji akan meminta maaf secara resmi padanya!"      

Maxwell tersenyum kecut mendengar apa yang direktur itu katakan. Setelah itu ia mengambil garpu yang ada di atas piring buah itu.      

Ia lalu memainkan garpu itu di pipi sang direktur.      

"Maaf tidak bisa membuat rasa sakit wanitaku hilang. Oleh karena itu, aku akan mengambil yang sebanding dengan rasa sakitnya. " Setelah mengatakan itu, Maxwell merusak wajah direktur itu menggunakan garpu yang dia pegang.     

"Aaaarrgggg .... " Cindy dan direktur itu berteriak dengan sangat keras ketika Maxwell mencakar pipi sang direktur dengan garpu itu.      

Cindy segera bersembunyi di sudut ruangan itu dengan ketakutan. Ia tidak menduga kalau Maxwell sangat mengerikan.      

"Sekarang kita impas! Bersyukurlah karena aku tidak membunuhmu!" Setelah mengatakan itu, Maxwell melempar garpu itu kearah Cindy. Ia lalu bergegas pergi untuk menyusul Vania dan Rafael di rumah sakit.      

Beberapa hari kemudian, Maxwell menerima kabar kalau direktur yang ia lukai adalah anak pertama dari wali kota B.      

Maxwell sempat di persulit di kota itu karena sudah berani melukai anak lelaki mereka satu-satunya.      

Namun, ia diberikan lolos setelah mengadakan diskusi yang panjang dengan kedua belah pihak. Namun, ia tidak diizinkan lagi untuk datang ke kota B untuk ketenangan satu sama lain.     

Karena sebanarnya, wali kota B merupakan rekan sesama Mafia besar dari kakeknya yang memilih menyembunyikan identitasnya dengan menjadi wali kota yang baik.      

Back.     

Maxwell menarik nafas dalam setelah mengingat semua kejadian itu. Bisa saja dia menentang kesepakatan itu karena kejadiannya sudah bertahun-tahun lamanya. Tapi, dia tidak ingin membuat kakeknya marah.      

"Apa kamu tidak ingin sarapan?" Tanya Kevin yang sejak tadi bersandar di kusen pintu sembari mengamati Maxwell yang melamun.      

Maxwell sedikit terkejut melihat Kevin sudah berdiri di depan pintunya dengan Ekspresi nya yang dingin.      

"Paman Max ... Ayo kita sarapan! "Suara kecil yang lembut itu membuat ketegangan di wajah Maxwell menghilang.     

Gavin berdiri di samping Kevin sambil tersenyum kearah Maxwell.     

"Oke ... " Kata Maxwell sembari mengukir senyuman di wajahnya.      

Kevin hanya bisa menarik nafas dalam melihat sikap aneh Maxwell. Ia bisa merasakan ada keresahan yang sedang menyerang sahabatnya itu.      

Tepat saat itu, suara ponsel Maxwell berbunyi. Seketika itu Maxwell meraih ponselnya yang berada di bawah bantalnya.      

Melihat ID pemanggil, Maxwell mengerutkan keningnya karena itu dari kakeknya.      

"Siapa?" Tanya Kevin yang curiga dengan Ekspresi Maxwell.     

"Kakek ... " Jawab Maxwell.     

"Baiklah, kamu bicara saja dulu dengan kakek! Kami akan menunggumu di ruang makan!" Setelah mengatakan itu, Kevin membawa Gavin meninggalkan Maxwell sendirian di kamar.      

Dengan malas Maxwell menggeser icon berwarna hijau di ponselnya.     

"Halo?"      

"Dimana kamu?" Terdengar suara berat Tuan Adamson dari seberang telpon.     

"Di rumah Kevin. Ada apa kakek mencari ku? Apakah Virsen membuat ulah lagi?" Tanya Maxwell.     

"Hari ini ada acara penting di rumah kakek. Jadi, kamu harus datang sekarang!"     

"Tapi ... "     

"Kakek tidak suka mendengar kata tapi!"      

"Baiklah!" Setelah itu Maxwell menutup panggilannya.      

'Acara penting apa yang kakek akan adakan?' Batin Maxwell.     

Setelah membatin, Maxwell segera keluar dari kamar.     

Ruang Makan.     

"Aku akan pulang dan tidak bisa sarapan dengan kalian." Kata Maxwell setelah ia berdiri di depan Kevin dan Gavin.     

"Apakah kakek mu memintamu untuk pulang?" Tanya Kevin tanpa ekspresi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.