Istri Kecil Tuan Ju

Merasa Kesepian



Merasa Kesepian

0Setelah Kevin pergi, Maxwell langsung memejamkan matanya lalu menyingkirkan semua beban yang ada dalam hati dan pikirannya agar ia bisa tidur dengan cepat.      
0

'Aku lelah ... Vania ... Apa kamu bisa melihatku? Asal kamu tahu kalau aku sangat kesepian walaupun berada di tengah keramaian.'Batin Maxwell.     

Dari celah matanya yang terpejam, air mata mengalir. Hatinya sangat lelah karena keadaan dan rasa rindu.      

Tidak lama setelah itu, ia tertidur dengan lelap di kamar Kevin yang nyaman.     

Keesokan Paginya.      

Di rumah sakit umum kota B. Qiara masih duduk tanpa tidur sedikitpun. Hatinya sangat gelisah karena ibunya belum juga sadar.     

Tepat saat itu, Julian datang setelah mengantar Sarah dan Zio ke Hotel untuk istirahat.     

"Sayang!" Julian duduk di samping Qiara lalu meremas tangan Qiara yang dingin dan sedikit pucat.     

Qiara menoleh kearah Julian dengan tatapan yang sayu. "Bagaimana dengan Mama dan Zio?"     

"Mereka sudah istirahat di hotel sekarang. Sekarang giliran kamu yang harus istiarahat! Jangan sampai kamu terlihat lesu saat Mama sadar." Kata Julian.     

"Tapi ... "     

"Tidak boleh membantah! Sekarang kamu rebahkan kepalamu di pangkuanku! Jika Mama sudah bangun, maka aku akan segera membangunkan kamu." Kata Julian.     

Qiara memang sangat lelah. Tapi, hatinya tidak bisa tenang sebelum ia memastikan ibunya dalam keadaan baik-baik saja.     

"Tidurlah sayang! Percaya padaku! Demi Mama dan Zio!" Julian membujuk Qiara dengan suara yang lembut.     

Qiara akhirnya luluh. Setelah itu ia merebahkan tubuhnya di sofa dan meletakkan kepalanya di pangkuan Julian.     

Sebelum ia menutup mata, Qiara menatap ibunya yang sedang terbaring di ranjang. Seketika itu, Qiara menangis sekali lagi.     

Hati Julian sangat sakit melihat nya.     

"Jangan menangis lagi! Mama akan baik-baik saja! Setelah ini kita akan membawanya tinggal di kota A bersama kita. Jadi, tidurlah!"     

"Iya." Setelah itu Qiara memejamkan matanya.     

Dengan lembut Julian membelai rambut Qiara. Seketika itu Qiara berhasil terlelap.     

'Sayang ... Kamu sudah banyak menderita. Oleh karena itu aku janji akan membuatmu dan Mama bahagia. Aku akan melindungi kalian dari semua hal buruk.'Batin Julian.     

Diwaktu yang sama. Grace baru saja selesai menyapu ruang tamu.     

Tepat saat itu, ia menemukan kartu nama yang cukup bagus. Grace menatap kartu itu dengan heran.     

"Grace ... Dari mana kamu mendapatkan kartu ini? " Tanya Bibi Qiara setelah merebut kartu nama itu dari Grace.     

"Aku memungutnya disini. " Jawab Grace.     

Bibi Qiara pun langsung membaca kartu nama itu. Seketika itu matanya melotot seakan melompat dari tempatnya.     

"Apa Mama tahu milik siapa kartu nama ini?" Tanya Grace sambil menunjuk kartu nama itu.     

"Kartu nama ini adalah milik Julian Al Vero. Presdir Group JJ"      

"Group JJ ? Julian Al Vero?" Grace sedikit bingung dengan ekspresi bodoh Mama nya.      

"Group JJ adalah perusahaan terkemuka dunia, industrinya meliputi real estat, hiburan, restoran dan beberapa lagi. Lingkup pengaruhnya mencakup semua benua di Asia, Afrika, dan Amerika, merupakan yang terbaik di dunia, benar-benar adalah perusahaan yang menguasai langit! Pemimpin di banyak negara bahkan didominasi oleh Group JJ dan Julian Al Vero adalah Presdir Group JJ."     

Menatap Bibi Qiara yang berceloteh, bibir merah yang membuka dan menutup, Grace sedikit melamun.     

Julian yang dimaksud kemungkinan adalah suami Qiara. Karena dia yang datang semalam. Tentunya kartu nama ini milik nya.      

"Kenzie, apa kamu tahu arti kartu nama ini?" Bibi Qiara sengaja bertanya pada Grace.     

"Apa artinya?" Tanya Grace dengan malas.     

"Artinya orang yang memiliki kartu adalah Tuan Julian. Dia semalam datang ke rumah kita. Dan kenyataan yang tidak ingin aku percaya adalah Julian suami dari sepupumu yang brengsek itu." Jawab Bibi Qiara dengan kesal karena dia tidak rela kalau Qiara mendapatkan kehidupan yang baik dan dipenuhi oleh kemewahan.     

Grace muak pada Ibunya yang sangat materialistis. Ia pun segera pergi sebelum ibunya mengoceh lagi.     

Sementara itu, Bibi Qiara bergegas masuk ke kamarnya untuk berganti pakaian karena dia ingin menjenguk Renata di rumah sakit agar dianggap sebagai keluarga juga oleh Julian.     

Rumah Kevin.     

Maxwell membuka matanya setelah sinar mentari yang menyelinap masuk dari balik jendela itu menyinari wajahnya.     

Tepat saat itu, ponselnya berbunyi dan itu dari Rafael.     

Dengan malas Maxwell menggesernya icon berwarna hijau di ponselnya.     

"Bos! "     

"Ada apa?"     

"Aku sudah menemukan dimana nona Liana. "     

"Diamana?"     

"Dia sedang berada di rumah sakit karena ibunya di rawat. "     

Maxwell langsung duduk sembari membuka matanya lebar-lebar.     

"Rumah sakit mana?"     

"Aku akan kirimkan alamatnya untuk bos."     

"Oke."     

Setelah itu Maxwell menutup panggilannya. Namun, ia tiba-tiba berhenti sebelum kedua kandungnya menyentuh lantai.     

Ia teringat pada kejadian yang pernah terjadi di kota B saat terakhir kali ia datang.     

Flash Back.     

Malam itu di sebuah Club mewah di pusat kota B. Lampu bersinar terang, air mancur kembang api diiringi dengan musik yang elegan, memancarkan kabut air yang menawan.     

Di depan Club banyak terparkir mobil mewah, pria dan wanita yang keluar masuk ke club ini sangatlah kaya. Kemewahan terlihat di mana-mana.     

Di kerumunan mobil mewah itu, sebuah taksi yang tidak sesuai dengan lingkungan itu berhenti di sana, sepasang kaki ramping turun dari mobil.     

Perempuan itu menggunakan pakaian yang sangat sederhana.      

Penjaga pintu memperhatikan perempuan itu sejak turun dari taksi, ada cemoohan di matanya.     

'Satu lagi wanita yang ingin menangkap lelaki kaya.' Batin penjaga itu sambil mengulurkan tangan menahan perempuan itu agar tidak masuk.     

"Nona, di sini adalah Club private, hanya anggota yang bisa masuk."     

Perempuan itu adalah Vania yang kebetulan sedang berada di kota B untuk seminar selama beberapa hari.     

Dengan kesal Vania mengangkat kartu nama di tangannya, cahaya keemasan melintas di mata penjaga pintu. Kareha kartu itu hanya dimiliki oleh anggota spesial.     

Sikap penjaga pintu segera berubah 360 derajat, dengan hormat membungkuk dan berkata, "Nona, silakan masuk! Aku harap kamu dapat menikmati malam ini!"      

Anggota spesial di Club itu adakah Maxwell Adamson. Walaupun si penjaga itu memiliki nyali besar, dia juga tidak berani menyulitkan wanita Maxwell.     

"Vania ... !" Terdengar suara terkejut di sebelahnya. Vania menoleh untuk melihat, itu adalah teman sekolahnya di kota A yaitu Cindy.      

"Vania ... ! Kenapa kamu ada di sini?" Tanya Cindy sembari mencibir Vania.     

Dalam ingatan Cindy, Vania adalah seorang gadis kecil yang berasal dari latar belakang yang biasa saja.     

"Bagaimana denganmu?" Tanya Vania balik tanpa ekspresi karena dia malas meladeni Cindy yang sombong.     

"Hari ini, Direktur  cabang YM Grup mengadakan pesta koktail kecil. Tentu saja aku diundang sebagai tamu kehormatan karena Direktur nya adalah pacarku." Jawab Cindy dengan bangganya.      

"Selamat!"     

"Terimakasih!" Mata Cindy  berbinar karena ia merasa menang dan unggul dari Vania yang terkenal cerdas dan cantik dimasa sekolahnya itu.     

"Bagaimana denganmu? Kenapa kamu bekum menjawab pertanyaan ku?"     

Tanpa menjawab pertanyaan Cindy, Vania pergi begitu saja karena dia merasa sudah membuang-buang waktu dengan meladeni Cindy.     

Beberapa Saat Kemudian.     

Di dalam suite yang remang-remang, Cindy sedang dihimpit oleh Direktur itu sebelum mereka bergabung di acara pesta itu.      

Udara di ruangan itu  dipenuhi dengan hasrat gairah.     

"Tuan,  yang kamu janjikan padaku kamu harus bisa melakukannya! Karena aku sudah tidak sabar untuk menjadi Nyonya Direktur." Kata Cindy dengan gila meliuk-liuk kan tubuhnya.      

"Maaf ... Aku salah kamar!" Kata Vania sambil memalingkan pandangannya dengan cepat.      

Direktur dan Cindy sangat marah melihat Vania muncul. Seketika itu Cindy menduga kalau Vania sedang mencuri perhatian Direktur.      

Dengan marah, Cindy segera berjalan menghampiri Vania. Setelah itu ia mendorong Vani hingga jatuh ke lantai.      

"Ahhh ... " Vania meringis sekaligus kaget di setang secara tiba-tiba.     

"Apa yang kamu lakukan Cindy?" Tanya Vania dengan sinis.     

Direktur itu keluar mendengar suara Vania yang terdengar membentak Cindy.      

Tanpa mengatakan apapun, Direktur itu langsung menampar Vania. Seketika itu Vania memegang pipinya yang memerah.     

"Ahhh ..  "Vania meringis kembali saat rambutnya di Jambak oleh tangan besar Direktur itu.      

"Gadis bau! Berani nya kamu berteriak kepada pacar ku! Apakah kamu sudah bosan hidup?"  Kata Direktur itu dengan tatapan tajam.     

Vania memegang tangan Direktur itu yang menarik rambutnya semakin kuat.      

"Lepasin aku! Kamu menyakitiku!" Kata Vania sambil menangis.      

Cindy tersenyum puas melihat Vania tertekan dan ketakutan.      

"Singkirkan tanganmu dari rambut indah calon istriku!" Suara teriakan seorang lelaki yang cukup keras menggelar di lorong itu.      

Seketika itu mereka semua terkejut dan langsung menoleh kearah sumber suara.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.