Istri Kecil Tuan Ju

Merasa Senang.



Merasa Senang.

0"Kamu kenapa?" Tanya Qiano sambil melirik Reina dengan panik.     
0

Sekali lagi Reina tidak bisa menahan senyumannya saat melihat Qiano mengkhawatirkan nya.     

"Ditanya kok senyum? " Tahta Qiano  dengan bingung.     

"Aku senyum karena merasa sangat senang. Aku tidak menyangka kalau yang menolongku adalah kamu." Jawab Reina sambil tersenyum malu.     

Qiano  langsung memalingkan wajahnya. Dalam hati ia merasa senang karena sudah bisa melepaskan Reina dari jeratan Virsen.     

Walaupun begitu, Qiano tetap khawatir kalau Virsen masih akan melakukan hak yang berbahaya pada Reina.     

Tepat saat itu, suara ponsel Qiano  berbunyi, seketika itu  Qiano mengerutkan keningnya melihat nomer yang tidak di kenal.     

'Siapa yang menelpon ku tengah malam begini?' Batin Qiano     

Reina pun heran melihat Qiano yang belum juga menerima panggilan itu.     

"Kenapa tidak diangkat?" Tanya Reina.     

"Sepertinya itu orang yang salah sambung. Karena tidak ada yang akan menghubungiku tengah malam begini." Jawab  Qiano tanpa ekspresi.     

Reina menarik nafas dalam, ia tidak suka dengan sikap  Qiano yang suka mengabaikan panggilan telpon.     

"Aku yang akan angkat. Siapa tahu ada yang penting!" Reina mengambil ponsel Demian.     

"Jangan ... "  Qiano tidak bisa melanjutkan kata-katanya ketika melihat Reina sudah menggeser icon berwarna hijau di ponselnya.     

'Aku lupa kalau dia adalah Reina yang keras kepala dan susah di hentikan apa yang sudah menjadi keinginannya. Dia cocok sama Virsen, tapi aku tidak rela dia jatuh ke pelukan manusia seperti Virsen. 'Batin  Qiano  sambil menatap lurus ke depan.     

"Halo?" Ucap Reina setelah menempelkan ponsel  Qiano ditelinga nya.     

"Halo, apakah ini dengan tuan Qiano ?" Tanya seorang perempuan dari seberang telpon.     

Ekspresi Reina berubah karena rasa cemburu nya mulai muncul saat mendebarkan suara perempuan yang menelpon di tengah malam.     

"Iya. Dia calon suami saya. Ada apa?" Jawab Reina dengan sinis.     

Qiano terperangah mendengar jawaban ketus Reina.     

'Sepertinya dia sangat bangga mengaku sebagai calon istriku. Ya Tuhan, aku terjebak oleh kata-kata ku sendiri!' Batin      

Qiano.     

"Saya perawat rumah sakit Jeju! Pasien yang di bawa oleh Tuan Qiano  kabur dari rumah sakit. Padahal kamu akan segera membawanya ke ruang operasi untuk mengeluarkan peluru di tubuhnya. "     

Reina kaget mendengar penjelasan perawat itu.     

"Apakah dia seorang perempuan?" Tanya Reina dengan bibir yang bergetar.     

"Iya. "     

"Baiklah, kami akan mencarinya. Terimakasih sudah menghubungi kaki!" Setelah itu Reina menutup telpon lalu menoleh kearah Qiano dengan mata yang mulai berkaca-kaca menahan air mata.     

"Ada apa? Siapa yang menelpon tadi?" Tanya Qiano saat ia menyadari kalau Reina menatapnya.     

"Dari rumah sakit. Katanya pasien yang kamu bawa melarikan diri saat ia akan di bawa ke ruang operasi. Apakah pasien itu adalah Gabriel?" Jawab Reina.     

"Dia kabur? Bagaimana bisa dia melakukan itu? Padahal aku sudah membayar uang operasi nya. " Tanya Qiano dengan terkejut.     

"Dia trauma dengan ruang Operasi. Jadi, kita ke hotel tempatku menginap sekarang juga! Aku yakin dia ada disana!" Kata Reina sambil meneteskan air mata.     

"Kamu penginap di hotel mana?"     

"Hyatt Regency."     

"Baiklah, kita akan kesana sekarang!" Setelah itu Qiano menambah kecepatan nya karena dia juga khawatir pada Gabriel.     

Beberapa Saat Kemudian.     

"Berhenti!" Reina berteriak meminta Qiano untuk berhenti.     

Qiano pun kaget sehingga ia berhenti mendadak.     

"Apa kamu gila? Kenapa kamu berteriak sehingga aku kaget. Hampir saja kita celaka!"Qiano  marah saat ia mengatur nafasnya setelah kaget.     

"Maafkan aku. Tapi, aku melihat Gabriel tadi." Jawab Reina dengan perasaan yang campuran aduk.     

"Dimana?" Tanya Qiano.     

Tanpa menjawab pertanyaan Qiano, Reina membuka pintu mobil. Setelah itu ia turun lalu berlari menghampiri perempuan yang dia pikir adalah Gabriel.     

Qiano pun mengikuti Reina turun dari mobil.     

Reina terkejut saat melihat perempuan yang sedang berjalan dengan susah payah itu memang Gabriel.     

"Gabriel ... Apakah kamu baik-baik saja?" Tanya Reina sambil menopang tubuh Gabriel yang lemas.     

Mendengar suara bosnya, Gabriel pun menoleh lalu tersenyum. "Bos, anda selamat?"     

"Iya. Tapi, kenapa kamu kabur dari rumah sakit? Harusnya kamu tunggu kami disana jika kamu memang tidak mau di Opera." Kata Reina.     

"Tidak apa-apa! Aku bisa mengeluarkan peluru ini sendiri." Ucap Gabriel.     

Reina merasa bersalah melihat keadaan Gabriel. Tapi, ia berusaha percaya apa yang Gabriel ucapkan.     

"Sebaiknya kalian segera kembali Hotel! Aku sudah menemukan taxi untuk kalian. Lagi pula Hotel sudah sangat dekat. Maaf karena aku tidak bisa mengantarkan kalian ke Hotel." Kata Qiano  setelah ia membaca pesan dari temannya.     

Setelah itu,  Qiano  membantu Reina dan Gabriel masuk ke dalam Taxi yang tidak jauh dari tempat mereka.     

"Tunggu... " Reina menghentikan  Qiano yang hendak kembali ke mobilnya setelah membantu mereka masuk ke dalam Taxi.     

Qiano  berbalik. "Apa lagi?"     

"Kenapa kamu tidak bisa mengantar kami? Apakah ada hal yang lebih penting dari pada memastikan kami selamat sampai Hotel?" Tanya Reina.     

"Iya. Ini lebih penting." Jawab  Qiano tanpa ekspresi. Setelah itu ia berbalik lalu pergi melanjutkan perjalannya menuju mobilnya.     

Sebenarnya,  Qiano  harus menolong sahabat nya yang sedang di pukuli orang yang tidak di kenal karena menggangu pacar orang lain di tempat karaoke.     

Karena merasa bersalah telah  meninggalkannya sendirian di sana, Qiano  pun bertekad harus segera sampai di tempat itu sebelum temannya terluka parah.     

Baru dua langkah, Qiano  berbalik lagi lalu berkata, "Aku akan mengunjungimu besok."     

" Qiano ... Aku ... " Reina mencoba mengatakan sesuatu tapi  Qiano  sudah masuk ke dalam mobilnya sehingga ia tidak bisa menyelesaikan perkataannya.     

Setelah itu, Reina meminta supir Taxi itu jalan menuju Hotelnya karena ia harus memastikan Gabriel baik-baik saja. Walaupun ia ragu kalau Gabriel bisa menyingkirkan peluru itu tanpa operasi.     

Hotel.     

Tidak butuh waktu lama, Reina dan Gabriel sampai di Hotel.     

Reina menutup luka Gabriel dengan tangannya. Ia lalu berjalan menuju kamar nya dengan hati-hati agar tidak terlihat oleh siapapun. Ia tidak ingin membuat orang lain berpikir buruk tentangnya.     

Beberapa saat Kemudian.     

Reina membawa Gabriel masuk ke kamar nya.     

"Saya harus melakukan apa sekarang?" Tanya Reina dengan panik setelah membantu Gabriel duduk di lantai dan bersandar di tembok seusai permintaan Gabriel.     

"Tolong ambilkan aku tas hitam yang ada di meja kecil samping ranjang ku. Aku membawa beberapa alat yang bisa aku gunakan untuk mengeluarkan peluru ini." Jawab Gabriel sambil memanahan rasa sakit yang luar biasa.     

"Baiklah, tinggi sebentar!" Reina pun langsung berlari keluar.     

Dengan cepat, Reina masuk ke kamar Gabriel dan mengambil tas yang ada diatas meja kecil itu.     

Setelah itu, Reina segera kembali ke kamarnya membawa tas itu.     

"Ini!" Ucap Reina sambil menyerahkan tas itu kepada Gabriel.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.