Istri Kecil Tuan Ju

Ikatan Darah.



Ikatan Darah.

0"Kamu sebaiknya pergi dari sini karena melihat wajahmu membuatku ingin memukul orang."  Kata Kevin setelah menarik nafas dalam.     
0

"Baiklah, aku akan keluar. Tapi, aku membawakan pendingin untukmu agar panas di dalam hatimu langsung hilang. " Maxwell tersenyum sambil mengdip kan matanya lalu berlari keluar dari ruangan Kevin.     

Kevin tidak bisa menebak jalan pikiran sahabat nya itu. Seketika itu ia merasa sudah semakin aneh karena memiliki sahabat yang aneh.     

'Kali ini, apa yang ingin dia lakukan? Jangan bilang dia membawa kakekku kesini.' Batin Kevin sambil memejamkan matanya.     

Kevin tidak bertanya apapun pada Maxwell dan membiarkannya keluar begitu saja.     

Tidak lama setelah itu, Kevin mendengar suara pintu yang terbuka.      

"Papa ... "      

Suara menggemaskan dan lembut itu terdengar di telinga Kevin. Seketika itu Kevin membuka matanya lalu menemukan sosok manis dan tampan itu sedang berdiri diatas kursi yang ada di depan meja kerjanya.      

"Gavin sayang ... " Kevin tersenyum melihat anaknya muncul di hadapannya saat hatinya sedang tidak baik.     

"Kata Paman Max, Papa sedang sedih. Makanya aku datang untuk menghiburnya Papa." Kata Gavin sambil memainkan mulutnya yang lucu dan bibirnya yang tipis membuat siapapun ingin mencium dan memeluknya.      

Gavin lebih lembut dan periang daripada Zio. Oleh karena itu Kevin sangat mencintai Gavin.     

"Paman Max suka bercanda sayang. Papa baik-baik saja. Sekarang paman Max dimana?" Tanya Kevin setelah Gavin berada di gendingannya.      

"Kata Paman Max, dia ingin berangkat perang dulu makanya aku diantar oleh paman Rafael. " Jawab Gavin.     

Kevin terdiam memikirkan perkataan Gavin. Maxwell memang aneh dan suka membuatnya marah. Tapi, Kevin akan selalu berada di samping Maxwell dalam segala keadaan.     

'Apakah Maxwell akan melakukan hal yang lebih mengerti kan lagi? Semoga saja dia tidak membuat dirinya berada dalam bahaya!' Batin Kevin.     

Setelah itu, Kevin meminta Gavin di duduk di kursi yang ada di depan meja kerja Kevin.     

"Papa akan bekerja sebentar, apakah kamu mau menunggu sambil main game?" Tanya Kevin dengan suara yang lembut.     

Gavin pun mengangguk sambil tersenyum.      

Setelah itu Kevin melanjutkan pekerjaan nya dengan serius setelah memakai kaca mata minusnya.     

Beberapa Saat Kemudian.     

"Papa ... " Gavin mulai bosan karena Kevin belum juga selesai dengan pekerjaan nya.      

"Ada apa?" Tanya Kevin tanpa melihat ke arah Gavin.     

"Mama ... "      

Kevin menghentikan pekerjannya saat mendengar Gavin menyebut kata Mama. Untuk pertama kalinya, Kevin mendengar kata itu dari mulut kecil Gavin yang menggemaskan.     

"Mama?" Tanya Kevin sambil menatap Gavin dengan heran.     

Gavin pun mengangguk.     

"Apa maksudmu?" Kevin masih bingung karena dia tidak bisa menebak apa yang Gavin pikirkan.     

"Aku kangen Mama! Jadi, Papa telpon Mama sekarang!" Gavin menjelaskan kepada Kevin apa yang dia maksud tanpa menyebut siapa orang yang dia sebut Mama.     

Kevin menarik nafas dalam. Setelah itu ia meletakkan kaca matanya lalu menatap Gavin dengan serius.     

"Mama? Siapa yang kamu panggil Mama?" Tanya Kevin.     

"Mama Agatha ... " Jawab Gavin sambil tersenyum.     

Kevin langsung diam.      

'Bagaimana mungkin Gavin memanggil Agatha sebagai ibu? Bukankah mereka belum tahu identitas masing-masing? Apa mungkin semua karena ikatan batin?'      

Kevin terus membatin karena dia tidak bisa mengerti bagaimana Gavin bisa memanggil Agatha dengan sebutan Mama.     

"Papa ... Kenapa diam? Aku kangen Mama. Bisakah Papa menelpon nya?" Gavin mulai kesal karena Kevin tidak meresponnya.      

"Baiklah! Tunggu sebentar!" Setelah itu Kevin menarik nafas dalam. Ia lalu menggulir kotak masuk nya lalu menelpon ke nomer Agatha yang berada di London.     

"Halo?" Terdengar suara lembut Agatha dari seberang telpon.     

Seketika itu jantung Kevin  berdetak lebih kencang sehingga ia merasa sedikit gugup.     

"Apakah kamu sibuk?" Tanya Kevin.     

"Aku bekerja di malam hari dan istirahat di siang hari. Itu artinya, aku sedang tidak sibuk kalau di pagi hari. Memangnya ada apa pak Kevin?" Jawab Agatha.     

"Aku akan membuat panggilan Vidio." Setelah itu, Kevin mengubah panggilannya menjadi panggilan Vidio.     

Kevin tertegun melihat wajah Agatha yang lebih kurusan dari sebelumnya. Pipi nya sudah tidak tembem lagi sehingga hidung mancungnya mulai kelihatan sangat indah dan cantik.     

"Mama ... " Gavin teriak ketika melihat wajah Agatha di layar telpon.     

Untuk kesekian kalinya, Kevin tertegun mendengar Gavin memanggil Agatha Mama.     

'Hubungan darah memang tidak bisa di bohongi. 'Batin Kevin.     

Setelah itu, Kevin kembali bekerja dan membiarkan Gavin dan Agatha bicara berdua.     

Di waktu yang sama.      

Julian dan Qiara akhirnya sampai di rumah sakit.      

"Apakah Zio sudah bangun?" Tanya Julian pada Andi yang baru saja keluar dari kamar Zio.     

"Iya. Tapi, tuan kecil menolak bicara denganku. Dia juga mengusir dokter yang ingin memeriksa keadaannya. Oleh karena itu saya keluar untuk menghubungi bos. Untunglah bos datang sebelum saya menelepon." Jawab Andi.     

"Terimakasih sudah menjaga Zio. Kalau begitu, kamu boleh pulang!"      

"Baik bos!" Setelah itu Andi menunjukkan hormatnya lalu pergi dari hadapan Julian dan Qiara.     

"Ayo masuk!"      

Qiara menunduk sambil terdiam. Ia masih takut bertemu Zio karena dia tidak sanggup membayangkan penolakan Zio.     

"Kenapa sayang?" Julian memegang kedua tangan Qiara sambil menatapnya dengan lembut.     

Qiara mendongak. Ia menatap Julian dengan khawatir.     

"Kamu saja yang masuk! Karena aku takut akan membuat kondisi  Zio semakin buruk." Jawab Qiara.     

"Kita tidak akan tahu jika kita tidak mencoba. Lagi pula, Zio adalah anak yang lebih kuat dari dugaan mu. Jadi, ayo kita masuk sama-sama!"      

"Baiklah!" Qiara mengambil nafas dalam. Setelah itu ia mengikuti Julian untuk masuk ke kamar Zio.     

Ruang Rawat Zio.     

Julian dan Qiara berjalan pelan menuju ranjang tempat tubuh kecil itu terbaring.      

Zio berbaring kearah kiri sehingga ia tidak melihat kedatangan Qiara dan Julian.     

"Zio ... "     

Mendengar suara Papa nya, Zio pun segera berbalik. Akan tetapi, tatapannya justru tertuju pada Qiara yang sedang berdiri dengan cemas di samping Julian.     

Menyadari tatapan tajam putranya, Julian pun melirik Qiara lalu memegang erat tangannya.     

"Tenang dan yakinlah kalau Zio akan menerima kamu!" Bisik Julian.     

"Iya. " Jawan Qiara sambil menelan ludah dalam-dalam karena dia sangat grogi melihat tatapan Zio.     

"Zio ... "      

"Aku mau pulang ... " Zio menyela ucapan Julian yang belum selesai dengan suara tegas dan lebih tinggi.     

Sebagai seorang ibu, hati Qiara sangat sakit melihat putranya mengabaikan nya setelah memberinya tatapan tajam.     

'Zio ... Mau sampai kapan kamu mengabaikan Mama? Apakah kebencian mu sangat dalam sama Mam?' Batin Qiara sambil menahan air matanya sekuat-kuatnya.     

"Tapi ... "     

"Pokonya mau pulang ... Jika tidak, aku akan kabur!" Teriak Zio sambil menutup telinganya.      

Julian dan Qiara terkejut.      

Tanpa mengatakan apapun, Qiara memberanikan diri untuk mendekat. Naluri keibuannya membuatnya memeluk tubuh kecil yang sedang dilanda kemarahan dan ketakutan itu.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.