Istri Kecil Tuan Ju

Memeluknya.



Memeluknya.

0Tanpa mengatakan apapun, Qiara memberanikan diri untuk mendekat. Naluri keibuannya membuatnya memeluk tubuh kecil yang sedang dilanda kemarahan dan ketakutan itu.      
0

Julian dibuat kaget oleh tindakan Qiara yang tiba-tiba memeluk Zio tanpa banyak berpikir.     

'Tuhan ... Tolong satukan anak dan istriku. Biarkan mereka hidup dalam kasih sayang tanpa kebencian dan ketakutan.' Batin Julian sambil memperhatikan Qiara dan Zio.     

"Sayang ... Tenanglah! Ada Mama disini!" Kata Qiara sambil membelai rambut Zio dengan lembut.      

Air mata jatuh di pipi Qiara tanpa bisa di tahan lagi saat ia menyadari kondisi buruk anaknya.     

Qiara sudah cukup lama bersabar. Dia rela menjadi pengasuh dan di panggil Tante oleh anaknya sendiri. Padahal ia sangat ingin di panggil Mama.     

Zio berhenti memberontak dan berteriak saat mendapatkan kelembutan dan kehangatan dari Qiara.      

Julian tersenyum dan berharap kalau ini adalah awal yang baik bagi hubungan Qiara dan Zio.     

"Zio ... Jangan takut dan sedih. Kamu sekarang punya Papa dan Mama yang akan selalu menjaga dan menemanimu." Kata Julian setelah memeluk Zio dan Qiara diwaktu yang bersamaan.     

Keluarga kecil itu pun saling berpelukan melepas beban berat selama ini. Walaupun Zio belum mengeluarkan suaranya lagi atau memanggil Qiara dengan sebutan Mama.     

Tidak lama setelah itu, mereka melepaskan pelukannya.      

"Sayang ... Apakah kamu mau pulang?" Tanya Qiara sambil membelai pipi lembut Zio.     

Zio mengerjap kan matanya. Setelah itu ia menoleh kearah Papa nya lalu mengambil ponsel Papa nya tanpa menjawab pertanyaan Qiara lebih dulu.      

"Apa kamu mau kita Poto bertiga?" Tanya Julian dengan senang hati saat melihat Zio mengambil ponselnya.      

Zio menunduk sambil menulis sesuatu di ponsel pintar Julian.      

Qiara dan Julian saling pandang dengan Ekspresi yang bingung.      

Sesaat kemudian, Zio mengembalikan ponsel itu lalu meminta Julian untuk membaca apa yang baru saja ia tulis.      

Julian pun langsung membacanya dengan sedikit bingung.     

"Ayo pulang!"      

Setelah membaca dua kata itu di ponselnya, Julian pun kembali melirik Qiara. Julian bisa merasakan kalau Zio belum menerima Qiara tapi dia juga tidak menolak keberadaannya.      

"Ada apa?" Tanya Qiara sambil berbisik.     

"Dia mau pulang." Jawab Julian sambil menarik nafas dalam.     

Sebenarnya Julian ingin Zio melanjutkan pemeriksaan lebih jauh lagi. Apalagi sekarang Zio sudah tidak ingin bicara. Kemungkinan, kondisi Zio semakin buruk. Akan tetapi, Julian tidak mungkin menolak permintaan Zio karena jika dia tolak, Zio pasti mengamuk dan melarikan diri.     

"Baiklah, kita akan pulang. Kalau begitu, Mama akan urus administrasi dan memberitahu dokter kalau Zio akan pulang. " Setelah itu Qiara berdiri sambil menatap Zio dengan senyum yang lebar.      

Qiara memilih untuk mengalah karena dia mengerti kalau Zio tidak nyaman berada di dekatnya. Namu, Qiara cukup senang karena Zio tidak menolak kehadiran nya.      

Julian mengangguk tanpa mengatakan apapun karena dia mengerti kenapa Qiara bersikap seperti ini.      

Setelah Qiara keluar dari ruangan Zio. Julian segera membereskan barang - barang Zio lalu membantu Zio untuk mengganti pakaiannya.      

"Zio ... Apa kamu yakin mau cepat pulang? Dokter belum memeriksanya dan memberikan kamu izin. Papa khawatir kalau kamu belum baik-baik saja" Tanya Julian setelah selesai mengganti pakaian Zio.     

Zio mengangguk tanpa ekspresi. Hal itu membuat Julian menjadi semakin khawatir.      

"Febrizio ... Apakah kamu benar-benar menolak untuk bicara? Ada apa denganmu? " Tanya Julian yang tidak bisa menerima perubahan Zio.     

Zio menganggukkan kepala kecil nya tiga kali.      

"Kamu tidak mau bicara lagi karena karena kamu marah? " Tanya Julian lagi.     

Zio menggelengkan kepalanya dua kali karena dia memang tidak marah.     

"Baiklah, Papa izinkan kamu tidak bicara hari ini. Tapi, jika besok kamu belum juga mau bicara maka Papa akan sangat marah padamu!" Ucap Julian dengan tegas.      

Zio menunduk sedih mendengar ancaman Ayahnya. Dia tidak ingin bicara hanya itu saja. Haruskah Papa nya marah? Pikir Zio.     

Di waktu yang sama. Virsen merasa lebih baik dari kemarin. Ia berdiri tegak di hadapan semua anak buahnya.     

'Kali ini aku tidak akan lembut lagi pada Reina. Jika aku tidak bisa memilikinya maka tidak boleh ia dimiliki oleh siapapun.'Batin Virsen sambil mengepal tangannya.     

"Berikan perintah anda bos!" Kata pemimpin dari anak buah nya itu.     

"Tangkap Reina dan Demian dalam keadaan apapun. Lalu, bawa mereka kesini!" Kata Virsen dengan tatapan yang mengerikan.     

"Siap bos!" Setelah itu mereka pergi dari hadapan Virsen.     

Tepat saat itu, ponsel Virsen berbunyi dan itu dari Viona.     

"Dimana kamu?" Terdengar suara mengerikan dari seberang telpon setelah Virsen menggeser icon berwarna hijau di ponselnya.     

"Jeju. " Jawab Virsen dengan singkat.     

"Kenapa kamu liburan di saat seperti ini? Tidak kah kamu tahu kalau kakek datang ke kota A?" Teriak Viona dengan panik.     

Virsen terkejut.     

"Kenapa tidak mengatakannya dari kemarin? " Virsen mulai gelisah karena dia paling takut pada kakek nya.     

"Aku juga baru tahu. Mungkin Maxwell juga belum tahu. Informasi ini aku dapatkan dari temanku yang bekerja di Bandara." Jawab Viona.     

"Baiklah, aku akan segera pulang. Tapi, jika kakek menemui mu dan mencarinya maka aku mohon jangan katakan padanya kalau aku ada di Jeju!"     

"Tergantung apa yang kamu tawarkan." Viona tersenyum licik karena dia ingin menjadi Virsen kembali patuh padanya.     

"Aku akan melakukan apapun perintah mu!" Kata Virsen dengan percaya diri.     

"Kalau begitu, aku pegang janjimu. Sekarang aku akan tutup!"     

Setelah itu, Virsen mulai gelisah. Dia ingin pulang akan tetapi Reina belum bisa ia dapatkan.     

Oleh karena itu ia menyusul anak buahnya karena ia ingin menangkap Reina sendiri.     

Sementara itu, Reina sedang berada di Hotel tempatnya menginap bersama Qiano setelah puas jalan-jalan.     

Akan tetapi, Reina tidak membiarkan Demian pulang.     

"Kamu boleh pulang setelah selesai makan!" Kata Reina dengan Ekspresi memohon.     

Qiano pun tidak bisa menolak permintaan Reina sehingga ia duduk di kursi menunggu Reina menyiapkan makanannya.     

Tidak lama setelah itu, makanan sudah terjadi diatas meja.     

Sambil tersenyum Reina berkata, " Kamu tidak terpaksa kan?"     

Qiano menggeleng. "Tidak, hanya saja aku tidak nyaman berdua bersama perempuan di dalam kamar."     

Mendengar jawaban Qiano, Reina cemberut, ini bukan jawaban yang diinginkan tapi dia harus memaklumi Qiano.     

Setelah itu, Qiano melirik Reina yang menunduk cemberut. "Kapan kamu akan kembali ke kota A? "     

Reina mendongak. "Mungkin dalam beberapa hari. Apakah kamu mau mengajakku pulang bareng?"     

Reina berharap kalau Qiano mengajaknya pulang bersama.     

Qiano hanya menarik nafas dalam lalu meminum minumannya sampai habis.     

"Sebenarnya aku betah berada di sini." Kata Reina lagi.     

"Betah kenapa?" Tanya Qiano.     

Reina menatap mata Qiano dengan senyum menghias wajahnya. "Karena di sini aku menemukan apa yang aku inginkan.".     

Qiano mengerutkan alisnya. " Apa itu?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.