Istri Kecil Tuan Ju

Merasa Cemas.



Merasa Cemas.

2Qiara berdiri dengan perasaan yang tidak enak. Setelah itu ia menoleh kearah Aurel sambil berkata, "Aku juga bingung kenapa hatiku terasa sakit dan gelisah. Sepertinya ini bukan tentang Pak Kevin atau rasa tidak enak terhadap yang lain."       0

"Mungkin itu perasaanmu saja. " Kata Aurel dengan santai.     

Qiara tidak bisa tenang karena perasaan nya sungguh sangat tidak enak. Apalagi sekarang sudah malam dan harusnya dia sudah ada di rumah menemani Zio.     

Tepat saat itu, ponselnya berbunyi dan itu dari Bibi Liu.     

"Kakak Aurel, aku angkat telpon dulu!" Kata Qiara sambil menunjukkan ponselnya.      

"Oke. "  Aurel mengangguk tanpa mempertanyakan siapa yang menelpon Qiara.     

Setelah itu Qiara segera menggeser icon berwarna hijau di ponselnya dengan sedikit gemetar.      

"Halo ... " Sapa Qiara lebih dulu dengan suara pelan.     

"Nyonya ... Tuan kecil menangis terus setelah dia bangun dari tidurnya. " Kata Bibi Liu dengan suara yang cemas.     

Ekspresi Qiara berubah panik, ia baru mengerti kalau kecemasan nya sebagai ibu pertanda ada yang tidak baik dengan anaknya. Itu yang Qiara fikirkan.     

"Apakah dia tidak bisa diam? Atau, telpon papa nya agar dia lebih tenang. Biasanya dia akan cepat tenang kalau mendengar suara Papa nya. Sementara itu aku akan segera pulang." Qiara semakin tidak tenang dan gemetaran karena hatinya dua kali lipat lebih cemas dari sebelumnya.     

"Sudah saya lakukan nyonya. Tapi, nomer tuan tidak aktif."      

Qiara tambah cemas lagi karena Julian tidak biasanya mematikan nomer saat malam hari sebelum ia pulang.      

"Kalau begitu, tolong jaga Zio! Aku akan mencoba menghubungi asistennya. " Setelah itu, Qiara mengakhiri pembicaraannya dengan bibi Liu.      

Setelah itu, Qiara membuat panggilan kepada Andi untuk menanyakan keberadaan Julian.     

"Halo nyonya Ju! Apakah ada yang bisa saya bantu?" Terdengar suara Andi dari seberang telpon setelah panggilan tersambung.     

"Pak Andi, dimana bos mu?" Tanya Qiara yang terpaksa mengucap kata bos daripada suami karena dia tidak ingin Aurel mendengarnya.     

"Bos sudah keluar sejak sore tadi setelah saya melaporkan sesuatu kepadanya. Tapi, dia tidak memberitahu saya kemana dia pergi. "Jawab Andi.     

Qiara terdiam. Ini sangat aneh karena Julian biasanya kemana-mana pasti bersama Andi.      

"Pak Andi, apakah saya boleh tahu apa sesuatu yang anda laporkan itu?" Tanya Qiara yang mulai curiga.     

Andi terdiam karena bos nya sudah berpesan agar tidak memberitahu siapapun tentang hal itu.     

"Tolong bapak jujur sama saya!"Qiara mulai mendesak.     

"Maaf nyonya! Saya tidak bisa memberitahu anda karena bos meminta untuk merahasiakan nya." Andi bertahan untuk tidak memberitahu Qiara karena dia adalah asisten yang setia dan hanya patuh pada bosnya saja yaitu Julian.     

Qiara sangat kesal, tapi ia tidak bisa memaksa Andi karena dia juga tahu bagaimana setianya Andi pada Julian.     

Tanpa mengatakan apapun pada Andi, Qiara mengakhiri panggilan secara sepihak. Setelah itu ia segera kembali menemui Aurel.     

"Kak Aurel, maafkan aku karena sepertinya aku harus pulang sekarang karena ada hal buruk yang terjadi di rumah." Kata Qiara dengan panik sekaligus khawatir kalau Aurel tidak akan mengizinkannya pergi.     

"Oh ... Kita pulang bareng saja karena kata Pak Kevin dia tidak pulang ke rumah sekarang. Baru saja aku selesai bicara dengannya. "     

Qiara merasa lega karena ia tidak perlu memohon atau berbohong lebih jauh lagi sama Aurel.     

"Apakah kamu butuh bantuan ku?"Tanya Aurel ketika melihat wajah cemas Qiara.      

"Terimakasih kakak, tapi aku bisa menyelesaikan nya sendiri. Kalau begitu, aku duluan ya kakak!" Setelah mengatakan itu Qiara segera berlari keluar tanpa menunggu apa yang akan Aurel katakan.     

Sepanjang perjalanan, Qiara tidak berhenti-henti nya membuat panggilan ke nomer Julian. Tapi, tetap saja tidak aktif.      

'Ada apa ini? Kenapa Julian tidak bisa di hubungi? Apakah dia sedang berada dalam suatu masalah?' Batin Qiara sambil menatap bingung kearah ponselnya.      

Tidak lama setelah itu, ia membuat panggilan kepada Jasmin karena ia pikir kalau Julian sedang bersamanya.     

Akan tetapi, Jasmin pun tidak mengangkat panggilan itu.      

Satu-satunya hal yang bisa Qiara pikirkan adalah rumah keluarga Julian.     

"Apa mungkin Julian ada di rumah Papa dan Mama? Apa aku harus mencarinya ke sana? Tapi, Mama belum tahu tentang aku, kemungkinan ia akan syok saat melihatku datang dan tiba-tiba mencari Julian." Qiara terus berperang dengan pikirannya karena dia sangat cemas pada Julian.     

Awalanya dia meminta Supit Taxi itu membawanya menuju ke rumah keluarga Julian. Akan tetapi, ia segera mengurungkan niatnya saat ia mengingat kalau Zio lebih membutuhkannya.     

Rumah Julian.     

Tidak lama setelah itu, Qiara sampai di rumah Julian. Ia langsung turun dari taxi dengan tergesa-gesa.     

"Bibi Liu ... " Qiara berteriak memanggil Bibi Liu setelah ia membuka pintu utama.     

Tidak mendapatkan jawaban, Qiara pun langsung berlari menuju kamar Zio.      

"Zio ... " Qiara tidak melanjutkan kata-kata nya ketika melihat Zio sudah tertidur kembali dan ditemani oleh Bibi Liu.     

Melihat kedatangan Qiara, Bibi Liu langsung turun dari ranjang Zio. Ia lalu menghampiri Qiara yang masih berdiri di depan pintu.     

"Tuan kecil sudah tidur kembali setelah lelah menangis." Kata Bibi Liu dengan sopan.     

"Terimakasih Bibi! " Qiara merasa lega dan tidak lupa mengucapkan kata terimakasih nya pada Bibi Liu yang sudah menemani anaknya sampai tenang.     

"Kalau begitu, saya akan keluar sekarang Nyonya. "     

"Iya. "     

Setelah itu, Bibi Liu keluar dari kamar Zio. Sedangkan Qiara berjalan menghampiri ranjang. Ia meletakkan tas kecilnya di atas meja dekat ranjang, setelah itu ia duduk di pinggir sambil menatap sendu wajah Zio.     

"Sayang ... Kenapa kamu menangis? Ada apa denganmu? Kamu adalah anak yang kuat dan sangat jarang menangis. Tapi, hari ini Mama melihat air matamu sudah membasahi pipimu. Ada apa sayang?" Qiara menyeka sisa air mata di pipi Zio dengan lembut.     

Hati Qiara terasa sangat sakit melihat anaknya meneteskan air mata. Karena setahunya Zio tidak akan menangis jika itu hal sepele.      

Setelah puas memperhatikan wajah mungil dan tampan Zio, Qiara  meninggalkan kamar Zio dengan niat untuk memeriksa ruang kerja Julian. Siapa tahu dia ketiduran disana, pikir Qiara.      

Ruang Kerja Julian.     

Qiara membuka pintu ruang kerja itu dengan pelan, setelah itu ia melangkah masuk mendekati tempat duduk yang biasa Julian tempati.     

Qiara menatap ke segala arah untuk memperhatikan setiap detail ruangan itu karena selama ini ia hanya masuk tanpa memperhatikan setiap sudut ruang kerja itu.     

Qiara berhenti tepat di depan rak buku yang cukup tinggi dan di penuhi oleh berbagai judul buku.     

'Pantas saja anak dan suamiku menjadi orang yang cerdas. Ternyata mereka memiliki hobi Yang sama, yaitu membaca. Tapi, dimana sekarang suamiku berada?' Batin Qiara sambil menunduk sedih.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.