Istri Kecil Tuan Ju

Hadiahnya Adalah Tubuhku.



Hadiahnya Adalah Tubuhku.

0"Kalau begitu aku akan menunggu kabar darimu. Hati-hati karena Papa bukanlah orang sembarangan." Kata Jasmin sambil menggenggam tangan Maxwell.     
0

"Jangan berlebihan, aku bukanlah orang yang harus di khawatirkan. Aku cuma malas berurusan dengan Papa mu yang menyebalkan itu. Tapi, aku akan membantumu demi pertemanan kita. Sekarang katakan apa kamu tau dimana dia di sembunyikan?" Kata Maxwell sambil melepaskan genggaman tangan Jasmin.      

"Jika aku tau, aku tidak akan memintamu menyelamatkan adikku. Gara-gara Papa aku tidak bisa bergerak leluasa. Yang aku tau, Papa memiliki rumah rahasia yang berada di sebuah Villa yang jauh dari keramaian. Tapi, aku tidak bisa menemukan Villa itu saking banyaknya Villa yang Papa miliki." Jawab Jasmin dengan sedih.      

"Jika aku berhasil membawa adikmu, apa imbalannya untukku?" Tanya Maxwell sambil tersenyum licik.      

"Aku akan bayar dengan tubuhku." Jawab Jasmin dengan lantang dan tanpa ragu.      

"Hey ... Kenapa hadiahnya menjijikkan begitu, jangan turunkan dirimu ke level para pelacur, walaupun aku tahu kamu melakukannya dengan senang. Oleh karena itu aku menolak hadiah ini."     

Maxwell adalah cucu Mafia kelas berat di Amerika. Walaupun begitu, dia tetaplah manusia yang memiliki hati untuk orang-orang yang dia jaga dan sayangi.      

"Apakah aku terlalu menjijikkan buatmu! " Tanya Jasmin sambil menunduk dan meneteskan air mata.      

Maxwell merasa frustasi ketika melihat perempuan menangis di hadapannya. Ia paling benci akan itu.      

Setelah menarik nafas dalam, Maxwell langsung memeluk Jasmin dan menepuk-nepuk bahunya.      

"Jangan menangis lagi, bukan begitu maksudku. Aku cuma tidak suka dengan caramu memberi hadiah. Untung itu aku, jika lelaki lain maka dia akan menghancurkan mu. Dengar kan aku, kamu itu artis papan atas kota A bahkan sudah terkenal di tingkat Internasional. Kamu itu berlian dan sangat berharga, jadi tidak perlu kamu melakukan hal yang akan merusak namamu." Kata Maxwell dengan bijak sana.      

"Iya. Maafkan aku. Ini karena aku sangat panik dan khawatir terhadap adikku. Jadi, apa yang kamu inginkan sebagai hadiah? " Kata Jasmin sambil menyeka air matanya setelah Maxwell melepaskan pelukannya.      

"Aku hanya ingin kamu lebih banyak tersenyum dan hidup dengan bahagia dan nyaman. Itu sudah hadiah yang aku inginkan." Jawab Maxwell sambil tersenyum manis.      

"Hahahaha... Sesederhana itu? Hey... Maxwell Adamson. Ada apa denganmu, apa kamu tidak normal? Ada wanita cantik yang menawarkan tubuhnya buatmu tapi kamu tolak. Lalu, kenapa kamu selalu menolak ku? Apa aku harus mengadakan lamaran terbuka?" Tanya Jasmin sambil terkekeh karena dia berfikir kalau Maxwell sangat lucu.      

Maxwell tersenyum manis mendengar pertanyaan Jasmin yang menggelikan. Setelah itu ia menatap wajah Jasmin baik-baik sebelum menjawab pertanyaan Jasmin, karena dia tidak ingin menyakiti hati Jasmin yang sudah lama menjadi temannya walaupun ia tidak begitu tertarik menjalin pertemanan dengan anak dari Tuan Jhosep yang terhormat itu lagi.     

"Kenapa kamu diam? Apakah jawabannya sangat sulit sehingga kamu tidak tahu harus berkata apa?" Tanya Jasmin yang mulai tidak sabaran menunggu jawaban Maxwell.      

"Tidak semua pertanyaan butuh jawaban. Dari pada membicarakan hal yang tidak berguna, lebih baik kita mulai sekarang. Katakan padaku dimana Papa mu sekarang!" Kata Max mengalihkan pembicaraan.      

Jasmin merasa malu karena Max lagi-lagi mengalihkan pembicaraan saat ia menyinggung soal itu.      

'Apakah aku tidak sesuai dengan harapanmu? Setidaknya katakan padaku wanita seperti apa yang kamu suka.' Batin Jasmin dengan perasaan yang rumit.      

"Dua jam lagi dia akan menghadiri undangan jamuan teh di rumah wali kota. Kamu bisa datang menggunakan undangan ini! "Jawab Jasmin setelah selesai membatin.      

"Oke. Aku akan membawa adikmu ke hadapanmu. Akan tetapi, setelah hari ini hubungan keluarga Adamson dan keluarga mu tidak akan baik. Apa kamu bisa menanggung resiko itu? "Kata Maxwell.     

"Aku akan bertanggung jawab untuk semua itu. Baiklah, aku akan pergi sekarang!" Setelah itu Jasmin segera meninggalkan Max sendiri karena dia sudah tidak sanggup lagi menahan perasaannya setiap kali dia bertemu dengan Maxwell.     

'Maaf Jasmin, kamu tidak akan mengerti kenapa kamu dan aku tidak boleh terlibat perasaan apapun, karena itu hanya akan menyakitimu. Terlebih sekarang aku sudah menyukai orang lain.'     

Setelah membatin Max segera pergi menuju kebunnya karena di sanalah tempat paling nyaman untuk menghilangkan semua penat di hati.      

Satu jam kemudian.      

Max menerima panggilan dari Kevin. Ia pun segera mengangkatnya karena ia tahu kalau Kevin menelpon pasti karena ada hal penting.      

"Halo? " Sapa Max setelah ia menggeser icon hijau di ponselnya.      

"Tolong aku!" Kata Kevin dengan panik.      

Maxwell langsung melepas tanaman yang akan dia tanam ketika mendengar Kevin meminta pertolongannya. Kevin tidak akan meminta tolong jika dia mampu dan jika itu tidak terdesak.      

"Ada apa? " Tanya Maxwell dengan khawatir.      

"Yumi di culik waktu dia sampai di rumahnya. Tentangganya memberitahu kalau dia dibawa paksa oleh sekumpulan orang. Ponselnya terjatuh oleh karena itu tetangganya menelpon ku karena di panggilan terakhir dia bicara denganku." Jelas Kevin.     

"Apakah kamu sudah memeriksanya? " Tanya Max.      

"Tentu saja aku sudah memeriksanya. Jika belum aku tidak mungkin meminta pertolonganmu. Aku pikir ini semua karena konfrensi pers tadi pagi."     

"Aku mengerti. Aku akan mencari Yumi, sebagai gantinya kamu harus memastikan Liana aman. Karena sepertinya dia akan menjadi target selanjutnya" Kata Max yang mulai khawatir terhadap Qiara.      

Tepat saat itu, bola mata Kevin tidak sengaja melihat Qiara sedang bicara dengan Julian di dalam mobil.      

'Bukankah itu Liana? Bagaimana mungkin dia bisa mengenal Julian, apakah mereka ada hubungan?' Batin Kevin sembari memperhatikan lebih jelas lagi apakah itu Liana atau bukan.      

"Kevin, kenapa kamu diam? " Tanya Maxwell dari seberang telpon.      

"Oh ... Tidak apa-apa! Kamu tidak perlu mengkhawatirkan Liana, karena dia pasti aman. " Jawab Kevin dengan gugup.      

"Baiklah, aku akan memeriksanya sekarang." Ucap Maxwell.     

"Kalau kamu sudah memeriksanya tolong bawa aku untuk menemukan Ayumi!"     

"Baiklah, sekarang aku tutup!" Setelah itu Maxwell menutup panggilan dan segera masuk ke rumahnya untuk bersiap-siap.      

Bangunan Tua.     

Sementara itu di ruang kosong yang bau dan sangat mengerikan. Yumi sadar setelah dibius beberapa saat yang lalu.      

"Aku di mana?" Tanya Yumi sambil melempar pandangannya ke berbagai arah dengan gemetaran.     

Tepat saat itu, terdengar suara langkah kaki mendekat. Yumi langsung mundur dan menempel di tembok dalam keadaan kaki dan tangannya di ikat kuat.      

"Halo?" Sapa Tuan Jhosep sambil berdiri tegak di hadapan Yumi dengan tatapan yang mengerikan dan senyum yang menipu.     

"Tuan Jhosep? " Yumi terkejut saat melihat lelaki paruh baya itu berdiri di depannya. Seketika itu, Yumi bergidik ngeri.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.