Istri Kecil Tuan Ju

Tidak Butuh Mama!



Tidak Butuh Mama!

0Zio semakin bingung melihat ekspresi Qiara yang tiba-tiba menjadi serius lalu menangis sambil menatapnya dengan tatapan yang dalam.     
0

"Tidak ada yang mengajariku. Ini bermula saat aku melihat anak yang tinggal disamping rumah. Dia memiliki Mama sedang aku tidak. Jadi, setiap kali aku merasa rindu dan ingin memiliki Mama, aku menatap bintang sehingga hatiku langsung merasa tenang. " Kata Zio dengan ekspresi sedih.     

Hancur, itulah satu kata yang bisa menggambarkan perasaan hatinya saat mendengar penjelasan Zio.      

'Ya Tuhan, apakah ini adalah balasan dari perbuatan ku dimasa lalu? Aku meninggalkannya sehingga Bintang Jauh lebih baik menjadi Mama nya daripada membiarkanku menjadi Mama nya. Apakah anak kecil ini sangat terluka sehingga ia bersikap seperti ini?' Batin Qiara sambil mengusap air matanya.     

Setelah itu, Qiara langsung memeluk putranya dengan erat sambil menangis sesegukkan. Hatinya remuk dan hancur. Ia merasa tidak pantas menerima yang lebih besar lagi dari apa yang Julian berikan padanya.      

'Batinku sangat sakit, aku membiarkannya di kucil kan dan merasa kesepian karena tidak memiliki Mama. Zio sayang, kamu sudah melalui banyak hal sayang. Jika suatu hari nanti kamu tahu kalau aku adalah Mama mu, tolong jangan maafkan aku. Tapi , sekarang tolong biarkan aku untuk selalu berada di sampingmu dan menjagamu. Aku janji akan merawat mu dengan baik sayang. Aku akan mempertaruhkan nyawaku untukmu. ' Batin Qiara yang tidak bisa berhenti untuk menangis itu.     

Zio hanya terdiam, ia bisa merasakan detak jantung Qiara yang begitu cepat. Selain itu, ia juga merasakan punggungnya yang basah oleh air mata Qiara yang tidak juga berhenti.      

Seketika itu, Zio menepuk-nepuk bahu Qiara dengan tangan kecilnya sebagaimana Papa nya yang selalu melakukan itu saat ia sedang menangis atau mengamuk.      

Tidak lama setelah itu, Qiara melepas pelukannya lalu menatap Zio dengan tatapan yang sendu.      

"Zio, apakah tante boleh bertanya sesuatu! " Tanya Qiara setelah menyeka air matanya.      

Zio langsung mengangguk tanpa berkata apapun.      

"Seandainya, Mama Zio kembali, apakah Zio akan menerimanya? " Tanya Qiara dengan perasaan yang tidak karuan.      

Jantung Qiara berdebar hebat, ia harap-harap cemas menunggu jawaban Zio. Sementara Bintang kecil itu hanya menatapnya tanpa emosi sehingga ia tidak bisa menebak apa yang Zio pikirkan.      

Tanpa menjawab pertanyaan Qiara, Zio turun dari ranjang dengan dua kaki kecilnya turun bersamanya menyentuh lantai.      

Qiara mengerutkan keningnya saat melihat apa yang Zio lakukan, mendadak otaknya menjadi kosong karena tidak bisa mengerti akan sikap putranya yang cerdas itu.      

"Itu Mama ku, jadi aku tidak butuh Mama yang lain. " Ucap Zio sambil menunjuk kearah bintang dari balik jendela kamarnya.      

Seperti petir yang menyambar saat badai menerjang, kilatannya tepat mengenai Palung hati Qiara sehingga ia merasa sesak nafas.      

Putranya tidak membutuhkannya, adakah hal yang lebih menyakitkan bagi seorang ibu dari kalimat seperti itu yang keluar tanpa penghalang dari mulut kecil yang mengemaskan itu?      

'Dia tidak membutuhkanku, apakah itu benar? Anak ini dibesarkan oleh seorang ayah dengan mandiri. Dia tidak butuh siapapun kecuali ayahnya. Apakah ini kutukan? Apa yang harus aku lakukan sekarang terhadapnya? ' Batin Qiara sambil meneteskan air mata yang lebih deras lagi.      

"Tante, jangan menangis lagi, aku tidak suka dikasihani oleh orang. Aku sudah biasa hidup tanpa Mama, jadi aku tidak sedih sekarang. Aku sudah besar dan bisa melakukan apapun sendirian. Ya sudah, apakah tante mau menemaniku melukis! " Kata Bintang kecil yang lembut itu sembari memegang tangan Qiara setelah ia menunjukkan dimana Mama nya.      

....     

Qiara langsung menatap mata kecil yang indah itu. Seketika itu ia memutuskan satu hal terberat dan paling baik yang dia bisa pikirkan.      

'Benar, sekarang aku bukan Mamanya, karena Mama nya sudah meninggalkannya. Sekarang, aku adalah tantenya dan biarkan seperti itu selama aku masih bisa berada sedekat ini dengannya. Tidak apa hidup sebagai orang lain, selama bisa ada di sampingnya.' Batin Qiara seraya mengangguk sambil tersenyum dalam tangisnya.      

"Asik... Sekarang, aku punya teman untuk melukis. Apakah tante bisa melukis? " Kata Zio sambil berjingkrak- jingkrak kegirangan.      

"Melukis adalah keahlian tante. Malam ini, kamu mau melukis apa sayang? " Tanya Qiara sambol mengikuti Zio menuju meja belajarnya.      

'Sayang ... Bagaimana mungkin Mama tidak bisa melukis, jika keahlian melukis mu menurun dari Mama.'Batin Qiara.     

Sesaat kemudian.      

Mereka berdua duduk di kursi sambil memegang pensil gambar dan buku gambar.     

"Aku ingin melukis taman binatang. Aku ingin ada Mama, Papa dan anak Gorila dalam satu kandang, karena aku pernah melihatnya. " Jawab Zio setelah semua peralatan gambarnya sudah siap.     

'Berantakan sudah hati ini, bagaimana mungkin aku bisa memelihara cinta pada yang lain jika semua sudah hancur? Aku menyesal hanya itu yang bisa kau katakan pada diriku. Tapi, jika aku harus kembali ke masa lalu, aku akan tetap melakukannya demi kebaikan anak dan suamiku. ' Batin Qiara lagi sambil memandang wajah mungil yang tampan itu.     

"Tentu saja, aku akan membuatnya seindah mungkin. Apa kamu mau aku ajari tekhnik melukis yang baik? " Ujar Qiara dengan semangat.     

"Umm... Aku mau. " Zio menganggukkan kepalanya sambil tersenyum.     

Mereka berdua pun mulai melukis di buku gambar. Yang sebelah adalah milik Qiara dan yang sebelahnya milik Zio.      

Malam itu, mereka melukis dengan gembira karena hanya itu yang bisa Qiara lakukan saat ini untuk Zio yaitu membuatnya merasa bahagia.      

Setelah selesai menggambar, Zio menguap, Qiara pun tersenyum dan menutup buku gambar itu.      

"Melukisnya besok lagi ya sayang, sebaiknya kita tidur agar besok bisa bangun lebih awal. Bagaima? " Kata Qiara dengan nada suara yang lembut.      

Dengan tatapan yang sayu karena menahan kantuk, Zio pun mengangguk.      

Setelah itu Qiara menggendong Zio lalu merebahkan tubuh kecil itu di ranjang.      

"Sekarang tidurlah! " Kata Qiara sambil mengecup kening Zio.      

Setelah itu Qiara berniat untuk keluar dan tidur di kamarnya, namun tangannya di tarik oleh tangan kecil yang memiliki jari jemari yang lentik.     

"Ada apa? Apakah kamu butuh sesuatu? " Tanya Qiara setelah menoleh kearah Zio lagi.      

"Apakah tante mau menemani Zio tidur!" Tanya Zio.     

Qiara tersenyum manis ketika mendengar pertanyaan putranya yang membuatnya sangat bahagia. Walaupun di panggil tante, setidaknya Zio masih mau dekat dengannya.     

"Dengan senang hati tante akan menemanimu tidur." Jawab Qiara.     

Setelah itu Qiara bergegas naik ke atas ranjang dan merebahkan tubuhnya di samping Zio.     

Tiba-tiba, Zio langsung menyampingkan tubuhnya lalu memeluk Qiara dengan tangan kecil dan lembut itu.      

Kebahagiaan Qiara tidak terkira saat melihat Zio bermanja-manja padanya. Ia pun langsung menarik tubuh kecil itu kedalam pelukannya yang hangat.      

"Tidurlah sayang, tante akan menjagamu. " Ucap Qiara sambil menepuk-nepuk bahu Zio dengan pelan.      

Zio pun mengangguk dan menenggelamkan wajahnya di pelukan hangat yang tidak pernah ia rasakan itu selain pelukan papanya.      

'Tidurlah anakku sayang, Mama akan menjagamu sepanjang malam. ' Batin Qiara.      

Tidak lama setelah itu, Zio terlelap dalam pelukannya. Ia pun memejamkan matanya lalu menyusul Zio yang sudah terlelap lebih dulu.      

Malam itu, anak dan ibu yang sudah lama saling merindukan itu tertidur dengan lelapnya dalam keadaan saling berpelukan.      

Zio terlihat sangat nyaman dan tenang, begitupun Qiara yang sulit tidur nyenyak itu kini tertidur seperti bayi yang tidak berdosa.      

Satu Minggu Berlalu.      

Selama satu Minggu, Qiara lewati dengan menghabiskan waktu bersama Zio di rumah setelah ia pulang syuting tanpa adanya Julian yang masih berada di Amerika.     

"Ny. Liana, ada surat buat anda!" Kata Bibi Liu sambil menyerahkan amplop berwarna pink itu.     

Qiara yang lagi sibuk menghabiskan hari liburnya dengan menggambar bersama Zio itu pun langsung menoleh kearah Bibi Liu lalu mengambil amplop berwarna pink itu.     

"Surat? "     

Qiara tertegun ketika melihat amplop surat di tangannya itu. Ia heran jika di zaman modern seperti ini masih ada yang bersurat?     

"Iya Nyonya. Ini diantar langsung oleh sopirnya Tuan Ju. " Sambung Bibi Liu.     

"Oh begitu. Terimakasih ya Bibi! " Ucap Qiara sambil tersenyum.     

"Sama-sama Nyonya!" Setelah itu Bibi Liu pergi dari hadapan Qiara.     

Sedangkan Qiara langsung membuka surat itu yang dibungkus dengan amplop warna pink yang memiliki cap bibir di tengah amplop.     

'Amplopnya cantik. Tapi, kenapa harus ada tanda cap bibirnya, Julian bisa saja?.'Batin Qiara sambil tersenyum.     

Setelah membatin Qiara pun langsung membuka surat itu lalu membacanya.     

Dear istriku.     

Aku merindukanmu. Oleh karena itu, bisakah kamu pergi bersama sopir yang sudah menunggumu di luar? Bawa anak kita juga!     

Salam hangat, suamimu.     

Qiara tersenyum saat membaca isi surat itu walaupun dia tidak mengerti apa yang Julian maksud. Tapi, kata rindu yang Julian ucapkan membuat Qiara tersipu malu, karena sejujurnya dia juga rindu pada suaminya itu.     

"Sayang, apa kamu mau ketemu Papa? " Tanya Qiara pada Zio. Ia hanya menebak kalau Julian sudah ada di kota A. Walaupun dia tidak yakin karena ini bukan hari yang disebutkan Julian sebagai hari kembalinya.     

Zio menoleh kearah Qiara laku mengerjapkan matanya beberapa kali. Setelah itu ia pun mengangguk.     

"Bagus, kalau begitu ayo pergi! " Kata Qiara dengan penuh semangat.     

"Apakah Papa sudah pulang? Kenapa tidak ke rumah? " Tanya Zio sebelum ia mengikuti langkah Qiara.     

"Iya. Tapi, Papa sepertinya punya kejutan buat kita. Jadi, ayo kita cari tahu! " Jawab Qiara sambil mengedipkan matanya.     

Untungnya dia diberikan libur selama dua hari oleh Aurel setelah menyelesaikan syuting yang padat selama satu Minggu.     

"Oke Tante ..." Setelah itu Qiara membawa Zio ke kamarnya dan membantunya mengganti pakaiannya.     

Kamar Zio.     

"Sebaiknya Tante bersiap juga dan tidak perlu membantuku, karena aku bisa mengganti pakaian ku sendiri. Aku bukan anak manja." Kata Zio tanpa ekspresi.     

"Benarkah? Kalau begitu, Tante akan ke kamar sekarang. Tapi, jika kamu merasa kesulitan, kamu harus segera memanggil Tante atau bibi Liu." Ujar Qiara.     

"Iya." Zio pun mengangguk.     

Setelah itu Qiara meninggalkan kamar Zio dengan senyum yang merekah karena ia bangga melihat anaknya yang masih kecil itu sudah bisa mandiri.     

Beberapa Saat Kemudian.     

Mereka berdua akhirnya sudah siap. Seketika itu pun mereka langsung keluar dan menemukan sopir suruhan Julian sudah siap di depan pintu utama.     

"Silahkan masuk Nyonya ... !" Sambut sopir itu dengan sopan.     

"Qiara pun mengangguk lalu mengajak Zio masuk ke mobil.     

Setelah itu, mobil yang membawa Qiara dan Zio meninggalkan area rumah itu.     

Sepanjang perjalanan, jantung Qiara berdebar tidak karuan seakan ia baru menemukan cinta dalam hidupnya. Seperti orang yang akan kencan pertama kali, begitulah perasaan Qiara.     

Sedangkan Zio hanya diam sambil menatap lurus ke depan.     

"Zio, tante dengar kamu pernah menciptakan game. Apakah itu benar? " Tanya Qiara untuk menghilangkan kesunyian yang terjadi diantara mereka.     

Zio langsung menoleh kearah Qiara saat mendengar pertanyaan itu. Setelah itu ia mengerjapkan matanya beberapa kali tanpa mengatakan apapun.     

'Ya Tuhan, kenapa anak hamba sangat dingin? Perasaan aku dan Julian bukanlah pribadi yang dingin dan jarang bicara. Apa karena dia memiliki otak yang jenius? ' Batin Qiara.     

"Ada apa? Kenapa kamu hanya diam sayang? " Tanya Qiara dengan bingung.      

"Kata Papa, Mama itu suka main game oleh karena itu aku menciptakan game ku sendiri agar Mama bangga padaku. " Jawab Zio sambil mengedipkan matanya.      

Mata Qiara kembali berkaca-kaca saat mendengar jawaban Zio. Dia tidak menyangka kalau alasan yang akan Zio ucapkan adalah dirinya.      

"Zio sayang gak sama Mama? " Tanya Qiara dengan suara yang mulai berubah karena menahan tangis lagi.     

Zio menunduk ketika mendengar pertanyaan Qiara. Dia tidak mau menjawab pertanyaan itu, bahkan jika itu Julian.      

"Ada apa? " Qiara mulai khawatir pada anaknya yang tidak mau menjawab pertanyaannya itu.      

Zio tidak menunjukkan reaksi apapun. Ia diam seperti patung kecil yang sangat berharga. Hal itu membuat Qiara merasa frustasi.      

"Sayang, lupakan pertanyaan tante tadi. Apakah kamu bisa melihat tante lalu tersenyum? Karena tante sedang sedih, sehingga tante butuh senyuman mu!. " Kata Qiara yang tidak mau memaksa Zio untuk menjawab pertanyaannya.      

Zio langsung menoleh dan menyaksikan sendiri butiran air mata jatuh di pipi Qiara.      

Setelah itu, Zio meminta Qiara mendekat tanpa bersuara. Seketika itu Qiara mulai bingung, walaupun begitu ia tetap mengikuti perintah Zio.      

Tanpa Qiara duga, kedua tangan kecil itu langsung merangkulnya sembari menepuk-nepuk bahu Qiara.      

"Kata Papa, kalau orang lagi sedih harus di beri pelukan agar tidak sedih lagi. Tapi, Zio tidak suka peluk orang sembarangan. " Ucap Zio.      

Hati Qiara langsung hangat mendengar perkataan Zio.      

'Julian, kamu memang Papa yang luar biasa. Anak seumuran Zio sudah terlihat sangat dewasa. Namun, sampai kapan dia akan menolak ku? Kapan aku bisa mendengarnya memanggilku Mama? '     

Qiara tersenyum diantara tangisnya yang pecah saat mengingat kalau Zio tidak mau memiliki Mama. Dia hanya menganggap dirinya tante, itu artinya dia hanya orang luar yang bisa datang dan pergi begitu saja bagi Zio.     

"Terimakasih, tante sudah tidak sedih lagi. Tapi, bisakah kamu memberi tante senyuman? " Kata Qiara setelah Zio melepas pelukannya.      

"Bagaimana caranya! " Tanya Zio tanpa ekspresi.      

Qiara mengerutkan keningnya saat mendengar pertanyaan Zio yang aneh menurutnya. Bagaimana mungkin seorang anak tidak tahu caranya senyum. Padahal seingatnya, Zio pernah tersenyum padanya beberapa kali, tapi kenapa sekarang dia bertanya bagaimana caranya senyum? Ada apa dengan Zio?      

"Sayang, bukankah kamu pernah tersenyum kepada tante? Kenapa sekarang kamu bertanya bagaimana caranya senyum? " Tanya Qiara yang mulai panik dengan kondisi mental Zio.     

"Aku? " Zio terlihat bingung karena ia tidak mengingat kapan ia tersenyum.      

Ekspresi Qiara semakin panik, dia tidak tenang karena ia baru tahu kalau Zio tidak tahu caranya senyum. Lalu, apa yang dia lihat kemarin?      

"Pak, tolong percepat jalannya! " Seru Qiara kepada sopirnya karena dia tidak sabar untuk bertemu Julian.      

"Baik Nyonya. " Sahut Sopir itu sambil mempercepat jalannya.      

Qiara ingin menanyakan bagaimana kondisi mental Zio yang sebenarnya. Dia akan merasa hancur jika terjadi sesuatu pada Zio hanya karena dia yang sudah meninggalkannya.      

Zio kembali terdiam karena Qiara juga tidak mengajaknya bicara lagi. Dia terlihat tenang dan terkumpul sehingga Qiara tidak bisa menebak apa yang sebenarnya di rasakan oleh Zio.      

Dermaga.      

Tidak lama kemudian, mobil yang Qiara dan Zio tumpangi berhenti di sebuah Dermaga yang paling besar di kota A.      

Dari dalam mobil, Qiara dan Zio bisa melihat kapal pesiar yang cukup besar.     

"Kenapa kita kesini? " Tanya Qiara pada sopir itu.      

"Tuan meminta saya untuk membawa Nyonya dan Tuan Kecil ke Dermaga ini. " Jawab sopir itu.     

Qiara dan Zio pun langsung saling pandang karena mereka bingung dengan keterangan sopir itu, sementara Julian belum juga mereka lihat.      

"Apakah kamu serius? " Tanya Qiara untuk lebih menyakinkan dirinya.      

"Saya tidak mungkin berani berbohong Nyonya. " Sopir itu menegaskan perkataannya yang jujur.     

Qiara bisa melihat kejujuran dari tatapan sopir itu sehingga ia langsung percaya.      

Tidak lama setelah itu, ia mengajak Zio untuk turun dari mobil.      

Setelah ada di luar, cahaya keemasan dari senja yang mulai muncul membuat pikiran Qiara tenang.      

Tepat saat itu ia melihat sosok lelaki tinggi dan tampan sedang berjalan kearahnya.     

Lelaki itu menggunakan pakaian yang rapi dengan mantel hitam yang membuatnya sangat menawan dan menggoda.      

"Papa... " Zio yang lebih dulu mengenal Papanya langsung lari menghampiri Julian.     

Qiara tidak bisa menyembunyikan perasaanya saat melihat lukisan Tuhan yang sangat sempurna di matanya itu.      

"Apakah kamu baik-baik saja ketika Papa tidak ada di rumah? " Tanya Julian setelah melepas pelukan putranya.      

"Aku baik. Setiap hari tante menemaniku bermain setelah dia pulang bekerja. " Jawab Zio sambil melihat Qiara yang masih berdiri tegak memandangi dua lelaki yang sangat berarti dalam hidupnya itu.      

'Seingat ku, aku bukanlah manusia yang baik, aku nakal dan tukang buat ulah. Tidak hanya itu, aku juga pernah menjadi istri yang kurang ajar. Tapi, kebaikan apa yang sudah aku buat di masa lalu sehingga Tuhan memberikan dua manusia jenius dan sangat baik ini kepadaku? Julian, katanya dia mencintaiku makanya dia tidak membenciku. Haruskah aku bahagia setelah semua yang aku lakukan kepadanya dan anak kami? ' Batin Qiara dengan tatapan yang berkaca-kaca.      

Melihat Qiara yang hanya terdiam, Julian pun mulai cemas sehingga ia segera membawa Zio menghampiri Qiara.     

"Kamu kenapa? " Pertanyaan Julian membuat Qiara tersadar dari lamunannya lalu menatap kedua lelaki yang sudah berdiri di depannya itu dengan tatapan yang lembut.      

"Kalian terlalu indah saat bersama sehingga aku tidak tahu harus menghampiri atau tidak, karena aku takut akan merusak keindahan itu. " Jawab Qiara sambil tersenyum.     

Julian mengerjapkan matanya sambil tersenyum menatap Qiara dengan lembut saat mendengar perkataan Qiara.      

Rambut sebahu Qiara yang beberapa kali tertiup angin menutupi wajah cantiknya yang lebih dewasa dari pada lima tahu lalu.     

Melihat itu, Julian tidak bisa menahan diri sehingga ia mengangkat tangan kanannya untuk membantu Qiara menyingkirkan rambut yang menutupi wajahnya itu.     

Seketika itu Qiara tertegun dengan jantung yang berdebar saat merasakan tangan kekar itu menyentuh wajahnya.      

'Kenapa perasaanku masih seperti ini, padahal aku sudah sering bersentuhan dengan Julian. Apa artinya? 'Batin Qiara.      

Zio hanya mendongak memperhatikan dua orang dewasa yang ada di didekatnya itu tanpa mengerti apa yg sedang terjadi diantara Julian dan Qiara.     

"Bagaimana mungkin keindahan ini bisa rusak oleh orang yang menciptakannya, karena yang sudah melukis keindahan ini adalah kamu. " Kata Julian sambil tersenyum.      

"Maksudmu? " Tanya Qiara dengan heran.      

"Maksud Papa, pelukis tidak akan mungkin merusak karyanya yang sudah bagus. " Sahut Zio mendahului Papa nya.      

Qiara dan Julian langsung menunduk melihat bintang kecil yang lembut dan lucu itu memperlihatkan kehebatannya dalan mengartikan sesuatu.      

"Ya ampun, anak siapa ini? Kenapa cerdas sekali? " Tanya Qiara sambil berjongkok menyamakan tingginya dengan Zio.      

"Anak Papa Julian. " Jawab Zio sambil mengerjapkan matanya melihat Qiara.      

Seketika itu, Qiara terdiam mendengar jawaban Zio yang mengatakan kalau dia adalah anak Julian. Padahal dia berharap Zio akan mengatakan kalau dia adalah anak Papa dan Mama nya.      

Menyadari ekspresi Qiara yang tidak enak, Julian pun langsung mengangkat tubuh kecil itu ke gendongannya.      

"Kamu anak Papa dan Mama. Bukankah begitu! " Ucap Julian sambil menatap putranya.     

Qiara berdiri di samping Julian dan berharap Zio mengangguk ketika mendengar pertanyaan Papa nya.      

"Aku hanya anak Papa Julian. " Kata Zio dengan tegas.     

"Febrizio... Papa tidak mengajarimu bicara seperti itu... Kamu... " Belum sempat melanjutkan kata-katanya, Julian berhenti saat merasakan sentuhan tangan Qiara di lengannya untuk menceganhnya memarahi Zio.      

"Tidak apa-apa. Aku baik-baik saja, oleh karena itu jangan marahi dia. " Bisik Qiara.      

Julian menarik nafasnya untuk mengendalikan emosinya. Ia merasa bersalah karena Zio tidak mau mengakui keberadaan Mama nya.      

"Oh iya, kenapa kamu tidak langsung pulang ke rumah dan kenapa kamu meminta kami datang kesini sore-sore begini? " Tanya Qiara mengalihkan pembicaraan.     

Tanpa mengatakan apapun, Julian menoleh kearah kapal pesiar sambil tersenyum.      

"Kamu mau mengajak kami naik kapal pesiar?" Tanya Qiara setelag melihat kapal pesiar yang diperlihatkan oleh Julian.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.