Istri Kecil Tuan Ju

Keputusan Yang Tidak Bisa di Rubah (Cerita Sedikit Berubah)



Keputusan Yang Tidak Bisa di Rubah (Cerita Sedikit Berubah)

0Julian melotot kepada Qiara ketika mendengar permintaan Qiara yang terdengar sangat kejam padanya. Dia pikir Qiara akan menghampus bagian ketika dia tidak di izinkan bertemu dengan anaknya. Tapi, ternyata ia salah.     
0

'Sebenci itukah kamu kepadaku? Sampai anak yang akan kamu lahirkan saja tidak kamu inginkan. Qiara, aku mencintaimu, tidak bisakah kamu menerimaku dan hidup dengan tenang bersama anak kita?'Batin Julian.     

"Kenapa kamu melotot begitu? Apakah kamu keberatan dengan pengaturanku?" tanya Qiara dengan ketus.     

Tanpa mengatakan apapun, Julian langsung menandatangani perjanjian itu dengan ekspresi gelap.      

"Apa kamu puas? " tanya Julian dengan ketus.      

"Iya." Jawab Qiara seraya menggigit bibir bawahnya.      

Setelah itu ia pun menandatangani perjanjian itu.     

"Aku akan mengurus semuanya hari ini agar besok kita bisa berangkat ke Eropa. Jadi, persiapkan barangmu malam ini. " kata Julian dengan suara yang lemah. Dia tidak menyangka akan menyerah begitu saja setelah perjuangannya yang lebih dari setahun itu.     

Setelah mengatakan itu, Julian pun keluar dari kamarnya lalu mengurung diri di ruang kerja.      

Disaat Qiara sedang mengemas pakaiannya sambil menangis, Julian malah termenung seraya menatap bulan yang bersinar terang dari balik jendela kerjanya.      

Keesokan paginya, mereka berangkat ke Eropa tanpa ada yang tau alasan yang sebenarnya. Julian juga memutuskan untuk mengelola perusahaannya yang juga ada di Eropa dan membiarkan yang di kota A dipegang oleh Orangnya.      

Sembilan bulan berlalu, hari -hari selama di eropa mereka jalani dengan suasana dingin. Sangat jarang saling sapa walau tinggal satu rumah. Mereka memiliki kamar masing-masing walaupun begitu Julian tetap tidak ingin mengambil resiko, dia menyediakan dokter pribadi untuk merawat Qiara setiap harinya.      

Malam itu untuk pertama kalinya, salju turun. Qiara duduk seorang diri di dekat jendela menyaksikan butiran demi butiran salju yang jatuh menyapa bumi Eropa.      

Teringat semua kenangan masa indahnya di SMA, dia tidak menyangka itu semua tinggal kenangan.      

Di usia yang terbilang sangat muda, yaitu 19 tahun. Dia harus mengandung dan akan melahirkan seorang bayi. Harusnya, sekarang dia sedang menikmati masa-masa indah dunia perkuliahan.      

"Aku akan segera memulai hidupku yang baru."Ucap Qiara sambil mengelus-elus perutnya yang buncit.      

Tepat saat itu, tiba-tiba saja Qiara merasakan kontraksi yang begitu menyakitkan, pinggang serasa tertekan, ia ingin berteriak tapi tidak mampu saking sakitnya sehingga dengan pelan ia merosot ke lantai.      

Tidak lama setelah itu, rasa sakit itu hilang. Qiara berdiri lalu berusaha menuju ranjang untuk merebahkan tubuhnya. Namun, rasa sakit itu muncul kembali, Qiara mengambil bantal lalu memegangnya dengan erat untuk menahan rasa sakitnya.      

Setelah itu, kontraksi reda kembali seakan mempermainakan Qiara, tepat saat itu Qiara mulai merasakan tanda-tanda melahirkan yang dikatakan dokternya sudah muncul, seketika itu, fikiran Qiara mulai tidak fokus. Perut semakin tidak karuan. Panik dan khawatir.     

Untungnya ponsel ada ditempatnya. Ia pun segera menggulir nomer kontak telponnya untuk menemukan nomer Julian.      

Setelah ketemu, ia langsung mengklik nomer itu, dan itu untuk kali pertama dia menghubungi Julian untuk pertama kalinya.      

"Hallo! "Suara Qiara begitu berat karena menahan sakit sehingga ia tidak bisa bicara dengan jelas.      

"Hallo Qiara, ada yang bisa saya bantu? "     

Mendengar suara perempuan dari seberang telpon, membuat hati Qiara semakin sakit. Tangannya gemetaran dan merasa jijik pada Julian. Belum sampai pada perjanjian, dia sudah bersama wanita lain di malam-malam dingin begini.      

"Siapa kamu? Diamana suamiku?" tanya Qiara dengan ketus.      

"Dia lagi tidur di kamarku. Sepertinya dia tidak akan pulang malam ini. Dan satu hal lagi, jangan panggil dia suamimu lagi karena sebentar lagi kalian akan bercerai. Kalau begitu, aku akan tutup dulu karena kami akan sangat sibuk malam ini. "     

Tut tut ...     

Wanita di seberang telpon langsung menutup panggilannya setelah mengatakan itu. Eksprsi Qiara semakin gelap.     

'Padahal, aku sudah berubah fikiran dan membesarkan anak ini bersama. Tapi, dia mengkhianatiku terlebih dahulu sebelum surat cerai di tanda tangani. Setidaknya tunggu sampai semuanya benar-benar tenang. Aku benci kamu Julian! ' Batin Qiara seraya berteriak dalam hatinya dengan tatapan yang basah dengan air mata.      

Malam itu, rasa sakit yang Qiara alami menghilang sehingga ia bisa tidur dengan nyenyak.      

Jam menunjukkan pukul satu malam. Julian masuk ke kamar Qiara sebelum dia masuk ke kamarnya.      

Perlahan Julian duduk di samping Qiara seraya memandangnya dengan eskpresi sendu.      

Hal yang Julian selalu lakukan sebelum tidur adalah mengunjungi kamar Qiara diatas jam dua belas malam.      

Julian mengrutkan keningnya ketika melihat keringat yang begitu banyak di dahi Qiara. Ia menjadi panik lalu mengeluarkan sapu tangannya untuk membasuh kening Qiara.      

'Sayang, apa kamu mimpi buruk? Kenapa kamu berkeringat begini?' Batin Julian sembari menatap Qiara setelah membersihkan keringat di dahinya.      

'Sayang, tidak bisakah kamu berubah fikiran? Katakan padaku kalau kamu tidak ingin bercerai, maka aku akan merobek surat perjanjian itu. Sayang, bagaimana aku bisa membesarkan anak kita tanpa kamu. Dia pasti akan sedih jika tidak menemukanmu di sampingnya. Apa yang harus aku lakukan agar kamu mau merubah keputusanmu?'Batin Julian lagi seraya menyentuh perut Qiara.      

Tidak lama kemudian, Julian mencium perut Qiara cukup lama. Dia sungguh-sungguh merindukan Qiara karena delama sembilan bulan mereka hidup seperti orang asing tanpa bersentuhan. Hanya ditengah malam, Julian memiliki kesempatan untuk melakulannya diam-diam.      

Tanpa sadar, Julian menenteskan air mata untuk waktu yang panjang dia tidak pernah meneteskan air mata. Namun, kali ini dia tidak bisa membendungnya kala membayangkan rumit dan sakitnya perpisahan itu.      

Yang seperti ini saja, dia sudah merasakan rindu yang teramat gila pada Qiara, apalagi kalau tidak akan bertemu dan saling lihat lagi. Akankah dia mampu menahan rindu yang kejam itu?     

Setelah selesai dengan Qiara. Julian keluar dari kamar Qiara seraya menyeka air matanya. Bukannya ke kamar, Julian malah ke ruang kerjanya karena dia sudah pasti tidak akan bisa tidur dengan nyenyak seperti malam-malam sebelumnya.      

Keesokan paginya. Rasa sakit itu datang kembali saat ia membuka matanya.      

Qiara kembali panik karena rasa sakit ini jauh lebih sakit dari sebelumnya.      

"Aaarrgggg .... Sakit! " kini Qaira berhasil berteriak setelah susah payah mengumpulkan tenaganya.      

Julian yang lagi sarapan terkejut mendengar suara itu. Seketika itu ia langsung berlari menuju kamar Qiara dengan wajah cemas.      

Kali ini, kontraksi yang Qiara rasakan luar biasa sakitnya, ia pun semakin panik dan tegang.     

Napasnya mulai tersengal-sengal sambil memegang erat bantal yang dia tiduri untuk menahan sakit.     

"Anakku, kalau kamu mau keluar maka keluarlah, jangan buat Mama kesakitan seperti Papa mu yang melukak hati Mama. Cepatlah keluar karena Mama ingin segera bertemu denganmu!" Ucap Qiara sambil mengelus-elus perutnya seraya menahan sakit yang teramat menyakitkan.     

Tepat saat itu Julian masuk dan menemukan Qiara kesakitan, ia pun langsung menghampirinya dengan panik.      

"Sayang, kamu kenapa? "Tanya Julian dengan suara yang lembut.      

"Sakit! "     

Hanya kata sakit yang bisa Qiara ucapkan. Ia pun memegang tangan Julian dengan erat sebagai tumpuan untuk menahan rasa sakit.      

Untungnya, dokter yang selama ini merawat Qiara datang tepat waktu sehingga Julian tidak perlu menelponnya.      

"Dokter, istriku kesakitan, bagaimana ini? "Tanya Julian yang sudah tidak tega melihat Qiara menahan sakit.      

"Saya akan periksa dulu Tuan! "Kata dokter itu yang langsung memeriksa keadaan Qiara.      

"Dokter, bagaimana keadaaan istri saya?" Tanya Julian yang tidak saabaran ketika melihat dokter itu selesai memeriksanya.      

"Arrggg ... "Qiara meringis kesakitan karena ia merasakan ada dorongan yang begitu kuat dari jalan lahirnya.      

Tepat saat itu, ia merasakan Air dan darah mengalir membasahi pakaianya.      

"Ketubanya sudah pecah. Sepertinya, istri anda harus melahirkan di rumah karena kita tidak mungkin membawanya ke rumah sakit. Oleh karena iti mohon bantuannya. Selain itu, saya akan menelpon dua perawat saya agar segera datang membawa beberapa hal yang di butuhkan.      

"Ny. Ju, tolong atur nafas anda! "Seru dokter itu setelah bicara dengan Julian.      

Mendengar perintah dokter itu. Qiara pun segera mengatur napasnya pelan-pelan agar pikirannya tenang sehingga ia bisa melahirkan dengan lancar tanpa stres.     

Melihat Qiara meringis menahan sakit, Julian semakin panik dan mendesak Dokter itu.     

"Dokter, bagaimana ini? Tolong lakukan sesuatu agar rasa sakit istriku bisa berkurang! "Ucap Julian yang juga mulai kesakitan merasakan akibat kuku panjang Qiara yang menggenggam erat lengannya.      

Julian merasakan hatinya sakit melihat wajah Qiara yang penuh keringat dan sangat kelelahan menahan sakit untuk melahirkan anaknya.      

"Sayang, tolong jangan menyerah!"ucap Julian seraya mencium kening Qiara.      

Julian sangat cemas sehingga ia tidak melepaskan genggaman erat tangannya dari Qiara.      

"Arrggg ... Mama, sakit! " teriak Qiara lagi dengan air mata yang terus mengalir tanpa henti.      

"Sayang, atur nafasmu dan tenanglah! Kamu pasti bisa dan anak kita sebentar lagi akan lahir!" kata Julian mencoba menenangkan Qiara dengan mata yang berkac-kaca.     

Menyaksikan perjuangan Qiara yang akan melahirkan anaknya, Julian tidak ingin bercerai karena dia mau Qiara hidup dan mati bersamanya.      

"Julian sakit banget !" Ucap Qiara dengan keringat yang mulai bercucuran lebih deras lagi.     

"Ayo kita mulai! "Kata dokter itu setelah selesai melakukan persiapan.      

Seketika itu, Qiara merasa ada dorongan lagi yang membuatnya semakin keranjingan, secara reflek Qiara mengejan sambil berteriak.     

"Argggg ... "      

"Ayo Ny .... Ayo, sedikit lagi!" kata dokter itu dengan suara lembut sambil memperhatikan jalan lahir.     

"Arrggg ... " Qiara menangis sambil ngeden, nafasnya seakan mau habis tapi bayinya belum juga mau keluar.      

Untungnya dia sudah diberikan minum oleh Julian sehingga tenaganya cukup kuat untuk ngeden.      

"Ayo sekali lagi ngedennya! " Sambung Dokter itu ketika ia merasa sudah melihat kepala bayinya.     

Begitu Dokter memberi instruksi untuk mengejan, tubuh Qiara juga secara reflek mengejan lalu keluarlah si bayi dengan sempurna.     

Suara tangisnya membuat Julian dan Qiara tersenyum. Deru nafas yang terenggah-enggah membuatnya tidak mampu bicara karena kelelahan.      

"Anak anda bayi laki-laki!" Kata Dokter itu seraya menyerahkan bayi itu kepada perawat yang baru datang untuk di bersihkan.     

Tidak lama kemudian, semua sudah di bersihkan. Tinggal diberikan asi oleh ibunya untuk pertama kalinya.      

"Sayang, kamu berikan dia asi ya! "Kata Julian seraya menyodorkan putranya kepada Qiara.      

Mengingat yang semalam, rasa bencinya pada Julian menjadi. Dia juga berfikir tidak ingin membuat ikatan apapun dengan bayi itu jika dia mau cerai.      

Qiara memalingkan wajahnya dari Julian dan bayinya. Seketika itu, ekspresi Julian menjadi gelap, ia tidak bisa lagi menahan amarahnya. Sudah cukup dia sabar selama ini tapi Qiara tidak juga berubah.      

"Baik, jika ini yang kamu mau. Hari ini juga aku ceraikan kamu! Dan ingat, jangan pernah berharap kamu bisa melihat anakmu!" Ucap Julian dengan sinis.      

Qiara meneteskan air mata saat mendengar apa yang Julian katakan. Tepat saat itu, dia ingin melihat wajah putranya untuk terakhir kalinya.      

"Julian, biarkan aku melihatnya untuk terakhir kalinya! "Teriak Qiara dengan kekuatannya yang tersisa ketika melihat Julian keluar dati pintu membawa anaknya tanpa menoleh.      

Seketika itu, hati Qiara sakit. Ada rasa penyesalan dihatinya, namun nasi sudah menjadi bubur.      

Setelah ia pulih. Qiara pergi diam-diam dari rumah itu membawa uangnya yang tersisa. Karena Julian tinggal di rumah yang lain bersama anaknya, Qiara pun bebas pergi mengelabui para pelayan dan penjaga rumah.      

~Lima tahun berlalu~      

"Mama, aku akan mencari pekerjaan yang lain lagi untuk mengumpulkan uang yang lebih banyak agar Ibu bisa sembuh!" Kata Qiara dengan cemas saat melihat Ibunya terkulai lemas di ranjang yang sempit itu.     

Setelah mendengar kabar perceraian Qiara dan Julian, Renata langsung jatuh sakit. Sejak itu pula kehidupan Qiara berada dalam kesulitan.     

Ia tidak bisa melanjutkan kuliahnya karena ia harus bekerja dengan keras untuk menghidupi dirinya dan membeli obat untuk Ibunya.     

"Kamu mau mencari kerja dimana lagi? Bukankah kamu sudah mempunyai beberapa pekerjaan?" Tanya Renata dengan suara yang lemah.     

"Mungkin, aku akan pergi ke kota A. Disana lebih maju dari kota B yang terpencil ini. Oleh karena itu aku akan menitip Ibu di rumah paman." Jawab Qiara dengan berat hati.     

Renata terdiam sesaat, ia masih ingat kalau ia memiliki seorang adik lelaki, tapi istri adik lelakinya itu memiliki sifat yang tidak baik sehingga Renata sedikit ragu untuk tinggal di sana.     

"Mama jangan khawatir, aku akan memberikan bibi beberapa uang agar ia mengizinkan Mama tinggal di rumahnya. Tentu saja tidak akan gratis, aku akan membayar sewa setiap bulan." Kata Qiara yang sangat mengenal betul karakter bibinya yang sangat matrealistis.     

Renata pun langsung mengangguk sambil tersenyum karena saat ini, hanya Qiara yang dia punya dan percaya. Selain itu, ia juga tidak tega melihat Qiara terus-terusan merawatnya dan mengabaikan mimpinya.     

Setelah bicara dengan ibunya. Qiara pun segera membawa Ibunya ke rumah Pamannya.     

Sesaat Kemudian.     

"Kenapa kalian kesini? Apakah kalian mau meminta uang pada suamiku?" Tanya Bibi nya sambil berdecak pinggang saat melihat Qiara datang bersama Ibunya yang sakit-sakitan.     

Tanpa mengatakan apapun, Qiara memberikan uang yang dia tabung selama ini kepada Bibinya.     

"Apa maksudmu memberikan uang ini padaku?"     

"Aku harus pergi untuk bekerja, jadi tolong biarkan Ibuku tinggal disini bersama kalian. Bibi tenang saja, aku akan membayar untuk makan dan sewa kamar Ibuku setiap bulannya. Dan uang yang aku berikan ini sebagai bayaran untuk bulan pertama." Kata Qiara.     

Mata bibinya langsung membulat sempurna, ia pun tersenyum licik lalu berkata,"Baiklah, bawa ibumu masuk sekarang! Tapi, kamu jangan sampai telat membayar uang sewa jika kamu ingin Ibumu tetap tidur dan makan dengan enak disini!"     

"Itu pasti, bibi bisa memegang janjiku!" Ucap Qiara sambil mengangguk lalu membawa Ibunya masuk ke kamar yang ditunjukkan oleh bibinya.     

Beberapa menit kemudian.     

"Ibu, aku harus pergi sekarang karena kereta api yang aku tumpangi sebentar lagi akan berangkat!" Kata Qiara setelah memastikan Ibunya dalam keadaan baik.     

"Kamu jaga diri disana, karena sekarang kamu tidak memiliki siapapun di sana. Selain itu, jangan pernah datang pada Papa mu sesusah apapun kamu, jangan pernah menerima bantuan darinya."     

"Sekarang aku sudah dewasa, jadi ibu tidak perlu khawatir padaku karena aku tahu mana yang baik dan yang tidak. Kalau begitu aku berangkat sekarang, aku akan menelpon ibu setelah aku sampai di kota A dan menemukan tempat tinggal dengan sewa yang murah." Setelah mengatakan itu Qiara pun mencium tangan ibunya sambil tersenyum.     

Sebenarnya hati Qiara sangat sakit dan tidak tega meninggalkan ibunya. Tapi, ia harus mengubah hidupnya dengan merantau ke kota A agar Ibunya bisa sehat dan hidup berkecukupan.     

Kota A.     

Setelah menempuh perjalanan beberapa jam menggunakan kreta Api. Qiara pun akhirnya sampai di kota yang pernah memberinya banyak kenangan itu.     

Semenjak kembali ke kota B lima tahun lalu, Qiara tidak pernah berkomunikasi dengan Yumi atau Qiano. Ia menghilang seperti di telan bumi bagi mereka.     

Ia pergi meninggalkan Julian dengan diam-diam tanpa membawa barang apapun, bahkan ia meninggalkan ponsel mewahnya karena ia tidak ingin terhubung dan ingat pada Julian.     

Setelah itu, Qiara mencari tempat tinggal dengan sewa yang murah, ia pun berhasil mendapatkannya di pinggir kota.     

Dulu ia adalah anak manja yang tidak bisa melakukan apapun tanpa Ibunya, tapi sekarang ia tumbuh menjadi gadis yang serba bisa dan bekerja keras hanya untuk mendapatkan uang.     

Seminggu Kemudian.     

Qiara merasa putus asa karena sudah seminggu berlalu, tapi dia tidak juga mendapatkan pekerjaan. Tabungannya pun hampir habis.     

Tepat saat ia sedang duduk melamun di halte bus. Ia tidak sengaja menemukan selebaran yang ditinggalkan beberapa perempuan yang baru saja duduk di sampingnya.      

"YM Entertaiment mencari artis baru untuk tokoh kedua di flim berjudul Raja Langit?"Qiara terdiam sejenak setelah membaca selebaran itu.     

Dia suka melukis dan itu keahliannya, akan tetapi ia tidak bisa mendapatkan pekerjaan sesuai keinginannya karena ia hanya lulusan SMA.      

Oleh karena itu ia tertarik untuk mendaftar menjadi artis baru walaupun ia tidak memiliki pengalaman dalam hal acting.     

Walaupun ragu, tapi Qiara ingin mencoba mengikuti audisi pemeran wanita kedua yang kejam di YM Entertaiment yang sangat terkenal di kota A itu. Dia pikir, tidak apa-apa jika dia ikut audisi dari nol tanpa ada pengalaman. Siapa tahu dia beruntung.     

Keesokan Paginya.      

Qiara sudah siap dengan dandanannya yang sederhana serta pakaiannya yang apa adanya.      

Setelah merasa siap, Qiara pun berangkat menuju halte bus dengan berjalan kaki.     

Tepat saat dia akan menyebrang menuju halte. Tiba-tiba dia dikejutkan dengan mobil mewah berwarna putih melaju kencang ke arahnya.      

"Arrgg ... "     

Suara teriakan Qiara mengejutkan orang yang ada di dalam mobil, seketika itu ia berhenti mendadak.      

Hampir saja kepalanya kejedot di stang mobil saat ngerem mendadak.     

"Astaga, aku hampir saja menabrak orang. " Kata orang itu setelah melepas kaca matanya yang hampir jatuh itu.     

"Hey ... Keluar kamu!" Teriak Qiara sambil mengetuk kaca mobilnya berulang kali.     

Ekspresi Qiara sangar gelap seakan siap memakan orang yang hampir mencelakainya.     

"Gadis ini sangat menarik! "Kata lelaki itu sambil tersenyum.      

Tidak lama setelah itu, ia keluar dari mobil karena merasa tidak nyaman dengan Qiara yang terus-terusan mengetuk pintu mobilnya.      

"Saya minta maaf Bibi! "Ucap lelaki itu dengan tulus setelah ia keluar dari mobilnya.     

Ekspresi Qiara menjadi semakin gelap karena usianya baru saja dua puluh empat tahun bagaimana mungkin ia bisa di panggil Bibi?     

"Apa kamu bilang? Bibi? Sejak kapan aku menikah dengan pamanmu... ?" teriak Qiara dengan sinis dan nafas yang memburu.     

'Gadis ini menarik, dia sepertinya tidak mengenalku. Selain itu, dia tidak tertarik dengan paras wajahku serta mobil mewahku. Siapa dia? ' Batin lelaki itu sambil mengamati Qiara dari atas hingga bawah.     

"Wajahmu seperti Bibiku, makanya aku memanggilmu begitu. Tapi, jika kamu tersinggung aku minta maaf! " Ucap lelaki itu lagi dengan senyum yang menawan.      

Mendengar betapa sopannya suara dan sikap lelaki itu, Qiara pun memperhatikannya dari atas hingga bawah.      

Celana Jins hitam, baju kaos putih longgar dan kalung perak yang memiliki bandul bulat yang ada ukiran srigala ditengahnya. Rambutnya pun tidak rapi dan sedikit pirang. Matanya yang kecoklatan bersinar lembut menatapnya.     

'Kalau dilihat dari gayanya, dia sepertinya hanya anak manja yang hobinya bergaul dengan para lelaki yang masa depannya suram. Sebaiknya aku harus menghindarinya, karena aku tidak mau berurusan dengan lelaki seperti ini.'Batin Qiara.     

"Haruskah aku memperkenalkan diri agar kamu tau siapa aku?" Tanya lelaki itu.     

"Aku tidak butuh! "Jawab Qiara dengan ketus.      

"Setidaknya kamu beritahu aku siapa namamu! "      

Setelah berhasil menahan Qiara, ia memperhatikan Qiara yang memiliki rambut sebahu tanpa menggunakan riasan yang mencolok. Ia hanya menggunakan baju kaos biasa dengan celana jins serta sepatu biasa berwarna putih.      

'Gadis unik' Batinnya sambil tersenyum nakal.     

"Oh iya, apa saya perlu ganti rugi? "Tanya lelaki itu lagi ketika melihat Qiara hanya diam mematung.      

"Lupakanlah! Anggap hari ini tidak terjadi apa-apa! " Setelah mengatakan itu Qiara pun segera menyebrang dengan berlari karena dia diburu waktu dan tidak mau sampai terlambat mengikuti audisi pertamanya ini.      

Lelaki itu tersenyum manis melihat Qiara melarikan dirinya darinya seperti kelinci kecil yang sangat menggemaskan.     

'Aku akan pastikan kalau kita akan bertemu lagi!' Batinnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.