Istri Kecil Tuan Ju

Terpaksa Menyamar. (Cerita Seidkit Berubah)



Terpaksa Menyamar. (Cerita Seidkit Berubah)

0"Maafkan dia, sepertinya dia lelah dan butuh istirahat. Apakah kamarnya sudah siap sesuai pesanan ku? "kata Julian saat melihat sikap putranya.      
0

"Sudah kok Tuan. Sesuai dengan apa yang ada inginkan. Oh iya, apakah anda ingin ke kantor setelah ini? "      

"Iya, aku akan ke kantor. Oleh karena itu aku berharap kalian menjaga Bintang Kecil. Tenang saja, Bintang Kecil tidak suka keluyuran, tugas kalian hanya memastikan dia makan dan minum diwaktu yang tepat. Bawakan makanan itu ke kamarnya setelah itu biarkan dia di makan sendiri dan jangan di ganggu! "     

"Baik tuan! "     

Setelah itu, Julian membawa Zio masuk menuju kamarnya tanpa memperdulikan pelayannya yang lain.      

Sementara itu, Maxwell yang sedang berada di mobil menuju kantornya itu terkejut saat mendengar suara ponselnya.      

Maxwell pun langsung mengangkatnya karena itu dari Kevin.      

"Halo? " Sapa Maxwell terlebih dahulu setelah menggeser icon hijau di ponselnya.      

"Bos ada dimana? "Tanya Kevin dari seberang telpon.      

"Di jalan. Ada apa? "Jawab Maxwell dengan santai.      

"Aku sudah mengirim pemberitahuan untuk menggunakan Villa mu yang ada di puncak untuk shooting. Apakah kamu sudah membacanya? "      

"Aku sedang menuju Villa untuk memeriksa kebun buah ku. Kata penjaga ada hewan liar yang merusaknya. Jadi, jika kamu mau gunakan, lalukan saja jangan hiraukan aku, asalkan kamu tidak membiarkan siapapun merusak kebunku." Kata Maxwell.     

"Baiklah, aku setuju. Tapi, kamu harus janji agar tidak membuat masalah untukku di sana!"Kata Kevin dengan sinis.     

"Tidak akan. Aku tidak tertarik dengan lokasi shooting atau para artisnya. Jadi, kamu tenang saja!"Jawab Max sambil tersenyum.     

"Aku pegang kata-katamu!" setelah mengatakan itu, Kevin langsung menutup telponnya begitu saja seperti biasanya.     

Villa Maxwell terkenal sebagai Villa paling mewah dan elit disekitar puncak itu. Pemandangan daerah pegunungan dan aroma basah embun pagi hari sangat romantis, terlebih ada kebun buah Maxwell yang sangat indah.     

Itulah mengapa Maxwell selalu menghabiskan waktunya di kebun itu setelah ia kembali ke kota A.     

Kos Qiara.     

Setelah berpamitan dan mengucap terimakasih kepada sopir Maxwell. Qiara pun segera masuk ke kosnya untuk berganti pakaian.     

Tepat saat ia sampai di kamarnya, ponselnya berdering sehingga ia langsung mengangkatnya karena itu dari ibunya.     

"Halo Ma?"     

"Apakah kamu baik-baik saja?" Suara Renata terdengar sangat lemah sehingga Qiara mulai khawatir pada Mama nya     

"Aku baik kok Ma. Oh iya, ada apa Mama menelpon ku!"      

"Sebeluk mama meninggal, Mama ingin sekali melihat anak mu. Apakah kamu bisa meminta Julian untuk membawanya kepada Mama? Atau Mama yang akan ke kota A untuk melihatnya?"      

Qiara mengusap wajahnya yang berlinang air mata saat mendengar permintaan Mamanya.      

"Itu tidak mungkin Ma. Julian dan anakku tidak ada di kota A." Kata Qiara setelah mengatur nafasnya.     

"Kamu tidak boleh bohong sayang. Mama sudah melihatnya di TV. Julian dan anakmu sudah kembali." Kata Renata.     

"Jika pun aku pergi menemui anakku, Julian tidak akan pernah mengizinkanku. Selain itu, anak itu pasti tidak mau pergi bersamaku karena dia menganggap ku orang asing." Qiara berusaha memberikan ibunya pengertian agar Ibunya tidak berharap terlalu banyak padanya.     

"Kalau begitu, dekati anakmu dengan perlahan. Buat ia terbiasa dan sayang padamu terlebih dahulu sebelum kamu mengatakan kalau kamu adalah ibunya!"     

"Aku tidak tahu cara mendekatinya. Dia disimpan rapi oleh Julian. Selain itu, Julian tidak akan pernah mengizinkan aku masuk ke rumahnya."     

Renata terdiam sesaat karena ia mengerti kalau anaknya sudah melalukan kesalahan besar yang mungkin tidak akan pernah dimaafkan.     

"Begini saja, kamu datang ke rumah Julian sebagai orang yang melamar jadi pengasuh Zio. Aku yakin Julian butuh pengasuh. Tapi, kamu harus menyamar agar Julian tidak mengenalimu. Apakah ide Mama bagus? Bukankah kamu juga rindu pada anakmu?"     

Qiara merasa ide Mama nya sangat masuk akal. Dengan begitu ia akan bisa mendekati anaknya.     

"Baiklah, aku akan usahakan." Setelah itu Qiara menutup panggilannya dengan perasaan yang rumit.     

Setelah selesai mandi, Qiara mendapat pesan dari pihak YM Entertainment kalau shooting untuk adegan perempuan kedua akan dimulai minggu depan karena mereka sedang fokus pada adegan pertama dengan tokoh utama.     

Qiara pun duduk di pinggir ranjang sembari melamun karena pagi ini dia hanya akan diam di rumah karena Shootingnya di batalkan. Begitupun juga penandatanganan kontraknya.     

Tepat saat itu ia berpikir untuk mengisi waktu satu minggunya untuk melakukan pendekatan kepada Zio.     

Ia pun tersenyum lalu merias wajahnya dan menggunakan rambut palsu yang ia dapatkan dari salon tempat dia dulu bekerja di kota B.     

Dengan rambut panjang dan kaca mata yang cukup besar serta tahi lalat di pipinya, Qiara yakin kalau Julian tidak akan mengenalinya. Apalagi saat bertemu kemarin, Julian tidak melihatnya dengan jelas.      

Tentu saja ia sangat berbeda dengan Qiara yang lima tahun lalu.     

Setelah merasa sudah siap dengan penyamarannya. Qiara pun segera berangkat menuju rumah lama Julian. Karena dia yakin kalau Julian pasti akan tinggal di rumah lamanya.     

Rumah Julian.     

Itu sudah jam sebelas siang. Julian tidak jadi ke kantor karena Zio tidak mau meninggalkan anaknya dihari pertamanya.     

Pengasuh yang dulu menjaga Zio sudah Julian pecat karena ia anggap kalau pengasuh itu sudah lalai menjaga Zio.     

Dan sekarang ia kerepotan karena Zio hanya ingin bersamanya. Ia pun meminta bibi Liu untuk mencari pengasuh baru. Sayangnya, tidak ada yang cocok sama Zio.     

Yang tua membuat Julian ragu sedangkan yang muda dan terlihat cantik membuat Zio ketakutan mereka akan menggoda Papa nya sehingga ia terpaksa akan memiliki ibu tiri jika Papa nya berhasil digoda.     

Beberapa Saat Kemudian.     

Julian baru saja keluar dari kamar Zio setelah mendapatkan kabar dari Bibi Liu tentang seorang perempuan yang ingin mendaftarkan diri sebagai pengasuh Zio.     

Setelah itu Julian segera berjalan menuju ruang tamu dengan ekspresi yang sangat datar.     

Di ruang Tamu.      

Qiara yang sedang menyamar itu berdiri tegak sambil melihat ke seluruh penjuru ruang tamu dengan perasaan rindu yang tiba-tiba muncul.     

'Suasana rumah ini masih sama, andai kami tidak bercerai, mungkin suasananya akan berbeda.' Batin Qiara.     

Tepat saat itu, ia mendengar suara langkah kaki dari arah belakangnya, seketika itu Qiara berbalik dengan cepat.     

Qiara terdiam sejenak melihat sosok lelaki yang sekarang sudah berusia 36 tahun itu. Tapi, raut wajah tampannya tidak tergores oleh usianya sedikitpun. Ia tampak menawan dibalik kemeja putih dan celana kain berwarna hitam rapi dan bersih itu.     

'Bagaimana mungkin dia masih terlihat sama seperti lima tahun lalu? Bahkan ia lebih tampan sekarang.'Batin Qiara setelah melihat Julian lebih jelas daripada pertemuan di depan kosnya kemarin.     

"Apakah kamu mau mendaftar menjadi pengasuh anakku? Siapa namamu?" Tanya Julian tanpa ekspresi.     

"Nama saya Lin. Saya kesini untuk melamar pekerjaan menjadi pengasuh setelah mendapatkan kabar kalau Tuan mencari pengasuh." Jawab Qiara setelah mengantur suaranya agar tidak dikenali oleh Julian.     

Setelah itu ia menundukkan kepalanya karena merasa sedikit gugup untuk menantang tatapan Julian yang sangat tajam.     

"Baiklah. Jika anakku menyukaimu dalam waktu satu minggu maka aku akan menerimamu bekerja sebagai pengasuh anakku. Bagaimana?" Kata Julian yang mulai putus asa.     

"Saya bersedia!" Qiara merasa sangat senang karena Julian mengizinkannya untuk mencoba mendekati anaknya.     

"Kamu bisa bekerja mulai hari ini!" Kata Julian.     

"Terimakasih , saya akan bekerja sebaik mungkin." Qiara menunjukkan hormatnya kepada Julian sebagai bentuk terimakasihnya.     

"Julian ....."      

Julian dan Qiara langsung menoleh kearah sumber suara. Seketika itu Qiara melihat perempuan cantik sedang berjalan sambil tersenyum kearah Julian.     

Qiara terkejut melihat wajah gadis itu yang pernah ia lihat lima tahun lalu.     

'Bukankah dia adalah Viona? Jadi, benar kalau Julian akan menikah dengan Viona?' Batin Qiara.     

Qiara masih mengingat bagaimana wajah Viona yang cantik.     

"Kenapa kamu kesini?" Tanya Julian dengan suara yang dingin.     

"Kata Tante Sarah, kamu dan Zio sudah pindah kesini. Oleh karena itu aku datang membawakan mainan edisi khusus untuk Zio. Sebagai calon ibunya, aku ingin membuatnya bahagia." Ujar Viona sambil berjalan melewati Qiara lalu berdiri di depan Julian.     

'Calon ibunya? Berani sekali dia berniat menggantikan posisi ku dihari anakku. Tapi, bagaimana aku bisa mendapatkan anakku jika mereka sudah menikah?'Batin Qiara dengan cemberut      

"Dia anak laki-laki dan tidak pantas untuk di manjakan terlalu sering ...." Julian mulai luluh oleh sikap lembut Viona yang menunjukkan perhatiannya pada Zio.      

Julian pun langsung mengambil kotak mainan itu dari tangan Viona. Setelah itu ia melirik Qiara yang sedari tadi diam lalu berkata, "Tolong berikan mainan ini kepada anakku!"     

"Baik Tuan."      

Setelah itu Julian kembali melirik Viona sembari berkata," Bukankah kita harus membicarakan soal pernikahan kita?"     

"Baiklah ... Dimana kita bisa bicara?" Tanya Viona dengan senyum yang lebar.     

"Ruang kerjaku ...." Sahur Julian sambil menarik Viona dan berjalan melewati Qiara.     

Qiara merasa Julian sudah sangat berubah, sikap nya semakin dingin dan tidak berperasaan. Raganya membenci Julian, tapi hatinya selalu ingin berlabuh dalam muara cinta Julian yang seperti dulu.      

Viona menoleh ke belakang dan melihat Qiara sepintas, penampilan Qiara yang sangat biasa ini membuat Viona tidak banyak bertanya.     

Viona terlihat seperti sosok perempuan yang lembut dan penyayang sehingga Qiara merasa tidak keberatan kalau anaknya memiliki Ibu seperti Viona.      

"Nona Lin, ayo saya tunjukkan dimana kamar tuan kecil!" Kata bibi Liu.     

Qiara pun langsung mengangguk dan mengikuti Bibi Liu menuju kamar Zio yang ternyata berada di kamar yang pernah ia tempati dulu saat ia tidak mau satu kamar dengan Julian.     

Qiara tidak sabaran menunggu Bibi Liu membuka pintu kamar Zio karena ia sangat ingin melihat seperti apa wajah anaknya.     

'Anak yang aku rindukan selama ini akan segera aku lihat. Seperti apakah wajahnya? Apakah dia akan terlihat setampan Julian?' Batin Qiara.     

"Silahkan masuk!" Seru Bibi Liu.     

"Terimakasih!" Qiara berjalan masuk mengikuti Bibi Liu dari belakang sambil menunduk dengan hati yang berdebar-debar.     

Qiara berdiri di depan ranjang sambil menatap punggung Zio yang membelakangi orang yang masuk saat ia mendengar suaranya karena ia tidak menyukai siapapun di rumah Ayahnya itu.     

'Dia anakku!' Batin Qiara dengan tatapan yang berkaca-kaca.     

Qiara masih bisa melihat rambut Zio yang hitam dan lurus seperti rambutnya dan sedikit berantakan, meskipun begitu Zio tetap terlihat menggemaskan walaupun Qiara belum melihat wajahnya.     

Selama lima tahun, Qiara hanya bisa membayangkan raut wajah anaknya setiap kali ia merasa rindu.     

"Bintang Kecil ... Ini ada pengasuh yang datang, ayo di sapa!" Kata Bibi Liu dengan suara yang lembut.      

Mata Zio melotot karena ia pikir pengasuh yang di maksud adalah pengasuhnya yang lama.     

Zio pun berbalik dan melihat Qiara dengan tatapannya yang teduh.     

Qiara kaget melihat wajah Zio yang tampan. Walaupun ia terlihat seperti anak perempuan yang cantik juga.      

Mata nya yang tajam sangat mirip dengan Qiara, tapi garis wajah dan bibir mungilnya lebih mirip Julian.     

'Bukankah anak ini adalah anak yang aku tolong saat itu? Apakah takdir memang sudah membawanya kembali kepadaku?'Mata Qiara berkaca-kaca karena ia tidak menyangka kalau anak lelaki yang dia tolong dan sempat memenuhi ruang pikirannya itu ternyata adalah anaknya.     

Qiara berusaha mengendalikan perasaannya agar ia tidak menangis atau memeluk Zio.     

"Nama saya Lin, tapi kamu boleh panggil saya Bibi Lin. Nama kamu siapa sayang?" sapa Qiara dengan suara agak gemetaran.     

Zio tidak menjawab Qiara sama sekali, ia justru membalikkan badannya lalu mengambil ponsel pintarnya.     

"Pegang ponsel ini ....!" Zio menyodorkan ponselnya kepada Qiara tanpa emosi.     

Qiara mengerutkan keningnya saya meliaht ponsel itu.     

"Kenapa kamu memberikan poselmu? Apakah kamu ingin memberikannya padaku?" Tanya Qiara sambil tersneyum.     

"Tolong tekan tanda panah yang berwarna biru yang ada di pojok kanan! Setelah itu tempelkan jempol kirimu disana lalu jawab pertanyaanku!" Jawab Zio dengan ekspresi yang semakin dingin.     

Qiara sedikit terkejut sampai menelan air ludahnya dalam-dalam karena ia tidak mengerti apa yang akan dilakukan oleh anaknya yang baru saja akan berumur enam tahun itu.     

'Sepertinya ini program game .... Apakah dia ingin mengajakku bermain?' Qiara yang sangat suka bermain game itu sudah tentu sangat karam dengan program dan jenis game sehingga ia bisa mengenalinya dalam sekali lihat     

Walaupun ia tidak mengerti apa yang akan dilakukan Zio, Qiara tetap mengikuti perintah itu agar Zio tidak marah.     

"Apakah kamu datang untuk menjadi pengasuhku atau menggoda ayahku?" Tanya Zio setelah melihat jempol Qiara menempel di ponselnya yang sudah ia atur itu.     

"Hanya ingin menjadi pengasuh tuan kecil bukan untuk menggoda Tuan Ju." Jawab Qiara dengan jujur.      

Seketika itu, warna biru muncul dari balik jempolnya sehingga Qiara terkejut.     

'Apa maksudnya ini? Apakah anak ini sedang mengetes kejujuran ku?'     

"Terimakasih karena bibi sudah mau jujur!" Zio mengatakannya dengan sangat yakin karena program pendeteksi kejujuran itu ia buat sendiri sehingga Qiara langsung mematung.     

"Tapi ... Aku tidak butuh pengasuh ... "Sambungnya sambil mendorong Qiara.     

"Ahhh ... "Qiara kaget setelah didorong oleh tangan kecil anaknya.     

Hatinya sakit karena sikap Zio begitu kasar pada orang lain. Ia merasa bersalah karena berpikir sikap Zio turun darinya.     

"Bintang Kecil ... Jangan kasar seperti itu ... Nanti, Papa bisa memarahi mu lagi!." Ucap Bibi Liu yang sudah mendengar suara keras Julian saat memarahi Zio pagi tadi yang bersikap kasar pada semua pelayan yang ada di rumah itu. Ia pun terpaksa mengurungkan niatnya ke kantor untuk menghadapi kenakalan anaknya.     

'Apa? Julian suka memarahinya? Ayah macam apa dia?' Qiara berdiri tegak sambil mengepalkan tinjunya karena tidak terima mendengar Julian memarahi anaknya.     

"Apakah nona tidak apa-apa!" Tanya Bibi Liu pada Qiara.     

"Tidak apa-apa, aku akan menangani Bintang Kecil sendiri ... ." Jawab Qiara sambil mengedipkan matanya kearah Bibi Liu.     

Bibi Liu pun membalasnya dengan senyuman, lalu membantu Zio untuk duduk dengan benar.     

"Kata Tuan Ju, Bintang Kecil memang suka berulah karena IQ nya yang tinggi. Ia akan berusia enam tahun tapi kemampuannya sangat luar biasa. Dan sekarang ia sedang berusaha menciptakan game terbarunya setelah dua game ciptaannya laris di pasaran. Katanya juga, dia tidak perlu duduk di sekolah dasar melainkan langsung ke universitas.Oleg karena itu kamu harus sabar menghadapinya agar kaku lolos menjadi pengasuhnya."     

Penjelasan Bibi Liu membuat Qiara sangat terkejut. Bagaimana mungkin ia memiliki anak secerdas Zio, padahal ia sendiri adalah gadis yang bodoh saat sekolah dulu.     

Itu artinya, dia mewarisi gen Julian yang memang terkenal Jenius.     

'Anu tidak percaya sudah melahirkan makhluk tampan yang jenius, benar-benar luar biasa.'     

"Aku akan mencoba bicara dengannya ..." Qiara duduk di pinggir ranjang sambil menatap Zio dengan senyum yang merekah.     

Sedangkan bibi Liu segera keluar agar Zio dan Qiara bisa bicara.     

"Hey ... Kita belum kenalan dengan benar karena aku belum tahu namamu. Tapi, sebelum kenalan lagi, aku hanya akan memberitahu kalau aku bukanlah perempuan penggoda yang akan merayu lelaki yang tidak di cintai. Lagi pula, mana mau sih Papa mu yang hebat itu kepadaku yang lusuh dan jelek ini. Jadi, apakah kita bisa menjadi teman? Kebetulan aku hebat bermain game." Kata Qiara yang mencoba menjelaskan kepada Zio dengan pelan-pelan.     

Mendengar ucapan Qiara, Zio langsung menatap Qiara dengan sebaik-baiknya.      

Tidak lama setelah itu ia merasa yakin kalau Qiara adalah pengasuh yang baik. Ia pun berpikir untuk memberinya kesempatan untuk menjadi pengasuhnya .     

Yang penting bagi Zio adalah Qiara menawarkan pertemanan dengannya.     

"Namaku Febrizio ... Apakah kamu benar-benar bisa bermain Game?"      

Bibi Liu yang sedari tadi berdiri di pintu tersenyum karena ia melihat kalau Zio sudah menerima Qiara. Ia pun segera pergi dari kamar Zio.     

"Tentu saja. Aku ahli dalam bermain game. Apakah kamu mau menunjukkan game apa yang kamu suka?" Kata Qiara dengan antusias.     

Zio pun langsung mengontak -atik ponselnya, setelah itu ia menunjukkan game kesukaannya kepada Qiara.     

"Apakah kamu tahu game ini bibi?" Tanya Zio.     

Qiara mengerutkan keningnya karena game yang Zio tunjukkan begitu asing baginya.      

Ia juga sudah lama tidak bermain game sehingga ia tidak mengenal beberapa game versi terbaru.     

"Kita akan bermain setelah kamu makan agar mainnya lebih tenang, bagaimana?" Kata Qiara sambil mengambil mangkok makanan yang ada di meja kecil dekat ranjang.     

Bibi Liu sudah memberitahu Qiara kalau Zio tidak kau makan dari tadi, Bahkan Julian sendiri tidak bisa membujuknya sehingga Julian tidak punya pilihan selain mengurungnya di kamar.     

Zio terdiam sesaat, ia tidak berpikir untuk marah pada Qiara ketika pertanyaan nya tidak di jawab. Ia justru mengangguk dan membiarkan Qiara untuk menyuapinya makan.     

Beberapa Saat Kemudian.     

Setelah mengantar Viona sampai depan pintu, Julian kembali masuk ke dalam rumahnya lalu menemui Bibi Liu.     

"Bagaimana dengan Zio?" tanya Julian setelah berdiri di hadapan Bibi Liu.     

"Sepertinya, tuan kecil mau menerima pengasuh baru itu. Mereka sedang ngobrol di kamar seperti seorang teman " Jawab Bibi Liu sambil tersenyum.     

"Baguslah kalau begitu. Baiklah, sekarang aku bisa pergi ke kantor sebentar karena Zio sudah tidak rewel. Katakan pada pengasuh baru itu kalau ia boleh pulang kalau Zio sudah tidur."     

"Baik Tuan." Bibi Liu mengangguk sembari menunjukkan hormatnya kepada Julian yang sudah pergi dari hadapannya.     

Sebelum pergi ke kantor, Julian memeriksa Zio di kamarnya agar ia benar-benar bisa tenang saat meninggalkan Zio.     

Tepat saat ia membuka pintu kamar Zio dengan pelan, Julian terkejut saat mendengar suara tawa Zio.     

"Bibi Lin ... Aku tidak akan membiarkan kamu menang .... " Ujar Zio sambil memandangi Qiara dengan tatapan yang dingin.      

"Aku juga tidak akan membiarkanmu menang ... Tapi, sebelum bermain kamu jangan pasang wajah datar seperti Ayahmu, tapi kamu harus bersemangat dan tersenyum agar lebih seru mainnya ..." Kata Qiara sambil mencubit Pipi Zio.     

Zio cemberut sambil memegang pipinya. Ia tidak pernah membiarkan siapapapun memegang pipinya karena itu menjijikkan baginya. Tapi, ia bingung dengan wanita di depannya karena membuatnya merelakan pipinya untuk di cubit.     

"Aku tidak mau main denganmu. Sekarang aku mau tidur karena capek." Zio langsung bersembunyi di balik selimutnya dengan kesal.     

"Apakah aku harus keluar?" Tanya Qiara sambil mengintip Zio dibalik selimutnya dengan hati-hati.     

"Kamu boleh pergi setelah aku tidur." Jawab Zio dengan malu-malu.      

Entah kenapa ia merasakan hatinya hangat saat mendengar suara Qiara dan dia tidak rela Qiara cepat pergi dari kamarnya. Sayangnya dia belum bisa memahami perasaan itu walaupun IQ nya sangat tinggi.     

"Baiklah, aku akan menemanimu sampai kamu tidur." Qiara langsung mengatur duduknya di samping Zio yang sudah memejamkan matanya.     

Melihat raut wajah Zio saat tidur membuat mata Qiara berkaca-kaca, segera ia menarik dan menghela nafas dalam-dalam mencoba menenangkan diri agar ia tidak menangis.     

Ini adalah pertama kalinya ia menemani anaknya tidur. Seketika itu ia merasa semakin bersalah telah meninggalkan bayinya yang tidak berdosa itu selama lima tahun lamanya.     

Melihat anaknya tertidur dan menerima pengasuh barunya itu, Julian pun mengurungkan niatnya untuk masuk. Setelah itu ia pergi dari depan kamar Zio tanpa curiga pada Qiara.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.