Istri Kecil Tuan Ju

Belum juga Dewasa



Belum juga Dewasa

0Qiara merasa kesal mendengar perkataan Mama nya yang sedari tadi mematikan keinginan nya bahkan terus-terusan mengejeknya, padahal orang yang lebih dulu mengejek Julian adalah dia sendiri.      
0

"Mungkin benar kalau Julian bukan orang yang terlalu bisa bermain game. Akan tetapi dia punya sahabat yang ahli banget dalam menciptakan game dan dia ahli dalam setiap permainan. Oleh karena itu aku percaya sekarang dengan apa yang Julian katakan." Ucap Qiara ketika mengingat cerita Julian tentang temannya yang ahli dalam bermain game.      

"Benar itu, aku sampai lupa. Oh iya, apa kamu tertarik untuk melihat cara pembuatan game sekaligus bagaimana untuk memainkan nya? Atau bagiamana caranya untuk bisa menang?" kata Julian lagi sambil mengiming-imingi Qiara.      

"Tentu saja aku mau. Tapi, siapa sahabat kamu itu? Apa dia tinggal di kota A juga? Kamu belum pernah memberitahuku tentang dia. " tanya Qiara beruntun karena tidak sabaran.      

Renata merasa sakit kepala melihat kelakuan dua pasangan terpaut usia yang cukup jauh itu, dia fikir Julian cukup dewasa untuk menghadapi sikap kekanakan Qiara.      

"Besok kamu akan tau siapa dia. Kalau begitu kita sebaiknya pulang sekarang karena aku ada kerjaan yang harus segera di selesaikan. Selesai itu malam ini kamu harus belajar dan lulus kuis agar kamu bisa menyombongkannya padaku. Jika kamu bisa mendapat nilai bagus, maka aku akan membawamu bertemu dengan teman ku yang ahli game itu. Bagaiman?" Kata Julian lagi sambil tersenyum.      

"Biklah. Aku akan medapat nilai kuis yang cukup tinggi, walaupun aku sudah tidak mengikuti kuliah selama seminggu, tapi aku masih sanggup." Kata Qiara dengan semangat.      

"Ya sudah, sebaiknya kita berangkat sekarang!" Kata Julian sambil tersenyum.      

Qiara pun langsung mengangguk senang dan tidak sabar untuk sampai di kota A.      

Setelah itu Qiara dan Julian pamitan untuk pulang kepada Renata.      

"Julian, apa kita bisa bicara sebentar? "Tanya Renata ketika melihat Qiara sudah masuk ke mobil.     

"Boleh Ma! Ada apa? " Tanya Julian yanga selalu berusaha meluangkan waktunya untuk mertuanya itu.      

"Begini, harus nya kamu tidak mendukung istrimu untuk jadi seorang gamer. Karena dia sudah menjadi istri, dan tidak cocok buat nya!" Kata Renata.      

"Mama, jika Vania masih hidup dan mengetahui apa yang aku lalukan, aku yakin dia pasti setuju karena dia sangat mendukung bakat Qiara dalam bidang apapun. "Jelas Julian sahut dengan percaya diri.      

"Tapi, dia itu perempuan yang sudah bersuami. harusnya yang dia pelajari itu adalah tentang Fashion atau masak. Coba kamu lihat penampilan Qiara yang tidak mencerminkan kalau dia anak perempuan dan istrimu. Aku dan Mamamu selalu khawatir dengan kalian yang mungkin tidak rumun gara-gara sikap kekanakannya Qiara. " jelas Renata dengan seribu kekhawatiran tergambar di wajahnya.      

"Mama tidak perlu khawatir, aku sudah terbiasa dengan sikap baik dan buruknya Qiara, jadi kami tidak akan berantem. Ya sudah ya Ma, aku berangkat dulu karena Qiara sudah mulai bosan di mobil sendirian. " Kata Juliam seraya mencium punggung tangan mertuanya.      

Renata pun mengangguk lalu tersenyum sambil melambaikan tangannya kepada Qiara.      

Tidak lama kemudian, mobil Julian meninggalkan halaman rumah Qiara.      

"Umm... Apakah kamu serius tentang sahabatmu itu? " Tanya Qiara setelah lama mereka terdiam.      

"Iya, tentu saja. Aku tidak akan mungkin membohongimu. "Jawab Julian tanpa melirik Qiara.      

"Apakah dia tampan? Atau mungkin lebih tampan darimu? " Tanya Qiara yang mulai menggoda Julian.      

Julian sudah tentu terkejut mendengar pertanyaan istrinya, dia memang mengakui kalau wajah temannya itu terlihat lebih muda dari dia. Maklum saja dia orang Korea, fikir Julian.      

"Khemm... Tentu saja aku lebih ganteng bagi istriku" Kata Julian dengan bangganya.      

"Bagaimana kalau aku menyukainya? Apakah kamu tidak akan menyesal memperkenalkan aku dengan dia? " Tanya Qiara lagi sambil menahan senyumnya.      

"Apakah kamu serius akan berpaling dariku jika ada yang lebih tampan?" tanya Julian dengan ekspresi yang rumit.      

"Tentu saja. Aku menyukai cowok tampan dan seksi. "Jawab Qiara yang mulai memancing rasa cemburu Julian.      

"Aku tidak akan mengajakmu bertemu dengannya. " ucap Julian dengan ekspresi gelap.      

"Yaaahhh ... Aku kecewa dong! Bukankah kamu sudah berjanji padaku, masak main ingkari begitu saja." Ucap Qiara dengan cemberut.      

Mendengar perkataan Qiara. Julian terdiam sejenak. Dia mencoba memikirkan jalan keluar untuk Qiara . Karena dia tidak ingin Qiara bertemu tamanya itu, tiba-tiba dia kefikiran kata mertuanya tadi yang melarangnya mengajari Qiara main game. Seketika itu ia merasa setuju.      

"Bagaimana kalau kita ganti permainan saja? Misalnya main apa saja yang kamu suka." Kata Julian setelah lama memikirkanya.      

Mendengar kata Julian yang mengubah janjinya, Qiara langsung menyeringai aneh kearah suami nya itu. Bagaimana bisa dia mengubah kata-katanya begitu cepat. Apakah suami nya penghianat yang suka membatalkan janji begitu saja?     

"Apa kamu fikir aku ini bodoh? Kamu bukan lelaki jika tidak menepati janji. Kamu tau kan kalau aku sampai marah, maka rumahmu yang mewah itu akan menjadi berantakan karena semua barang akan aku pecahkan. Aku bukan perempuan biasa yang kalem dan pandai mengendalikan emosi. Kamu tau itu kan? " kata Qiara dengan sinis.     

Julian. kembali terdiam dan fokus sama jalan di depan nya. Tidak lama setelah itu, dia berkata.      

"Baiklah, aku akan fikirkan lagi. Mungkin aku akan berdiskusi sama temanku itu dulu baru mengajakmu bertemu dia." Kata Julian setelah menarik nafas dalam.      

Qiara langsung mengangguk mendengar keputusan Julian yang kembali mau menepati janjinya.      

Julian berharap akan menemukan solusi bagus untuk Qiara, karena sangat tidak mau hal apapun menganggu kehamilan Qiara.      

Tidak lama setelah itu Qiara tertidur dengan mudahnya, melihat itu Julian tersenyum lalu fokus kembali untuk menyetir karena dia harus segera sampai. Ia sengaja tidak membawa sopir karena dia hanya ingin berdua saja melewati hari panjang.      

Sementara iti waktu sudah menunjukkan pukul sebelas siang. Yumi kembali masuk siang. Sehingga ia masih bisa bekerja paruh waktu sebagai pengantar makanan. Dia sudah memundurkan diri dari Restauran teman Natan agar ia tidak bertemu lagi dengan Natan. Selain itu, di kampus juga Yumi menjaga jarak sama Natan sehingga selama seminggu ia tidak bertemu dengan Natan.      

Dibawah terik matahari, Yumi berkendaraan dengan kencang karena dia di buru waktu sebab pemilik pesanan tidak mau sabar.     

Namun, ponselnya tiba-tiba mati sehingga ia kelihangan arah. Namun, ia nekat untuk mengambil jalan yang dia yakini.      

'Aduh, sepertinya aku salah jalan deh.' Batin Yumi dengan gelisah sambil melirik ke kanan dan kekiri.      

Tepat saat itu Yumi memperhatikan dari kaca sepionya kalau ada sebuah mobil terus mengikutinya.      

'Apakah mereka sedang mengikutiku? Bagaimana kalau memang benar?' Batin Yumi yang semakin gelisah hingga akhirnya dia benar-benar tersesat.      

Sektika itu dia di hadang di tempat yang lumayan sepi karena tanpa sadar Yumi masuk ke sebuah jalan kecil untuk menghidari mobil itu tapi nyatanya dia malah di cegat dari arah yang berlawanan.      

'Siapa mereka?' Batin Yumi setelah dia berhenti mendadak.      

Tiba-tiba beberapa orang dengan pakaian hitam keluar dari dalam mobil. Yumi mulai hilang ketenangan melihat mereka.      

"Siapa kalian?Kenapa kalian menghadangku?" tanya Yumi.      

Untuk sesaat Yumi merasa heran berada di dalam keadaan seperti ini untuk yang pertama kalinya.     

"Kamu tidak perlu tau karena hari ini juga kamu akan lenyap dari dunia ini" kata ketua dari para penghadang itu. Mereka menggunakan pakaian para preman yang terlihat sangat menakutkan.      

Yumi gemetaran mendengar perkataan ketua penjahat itu.      

"Kalian bukan malaikat maut yang bisa dengan mudah mencabut nyawa sesesorang. " kata Yumi dengan mulut yang betgetar.      

Penjahat itu tersenyum licik mendengar perkataan Yumi.      

"Hahaha ... Sayangnya hidupmu ada di tangan kami sekarang!"      

"Siapa yang menyuruh kalian untuk melakukan ini hah?" tanya Yumi sambil turun dari motornya dengan gemetaran.      

"Kamu terlalu banyak bicara, sekarang juga terimalah kematianmu!"     

Ketua mereka mulai tidak sabaran dan langsung mengambil tindakan.      

Melihat para penjahat itu maju, Yumi langsung berjongkok dan menutup wajahnya sambil berteriak sekencangnya.      

"Aaa.. Natan tolong aku!" Teriak Yumi sambil menyebut nama Natan, karena hanya Natan yang dia selalu ingat.      

Tepat saat itu, gelas yang ada di tangan Natan terjatuh, perasaanya mulai kacau.      

"Asataga... Natan, ada apa denganmu? Kenapa gelas itu bisa pecah? Apa kamu mulai ceroboh? " Tanya salah seorang temannya.      

Melihat gelas yang pecah dan tiba-tiba jatuh, perasaan Natan mulai gusar dan tidak tenang, langsung saja fikiranya tertuju pada Yumi dan ancaman Papa nya.      

Tanpa menghiraukan pertanyaam temannya, Natan langsung membuat panggilan pada Yumi, tapi tidak ada yang mengangkatnya bahkan tidak dapat tersambung setelah melalukan panggilan berulang kali.      

Ditengah keramaian kantin kampus. Natan berubah panik.      

"Ada apa?" tanya temannya lagi yang semakin penasaran. setelah menyesap minumannya.      

Tanpa menjawab lagi, Natan segera pergi dari kantin itu sambil berlari karena dia ingin menemukam Yumi.      

Di waktu yang sama, para penjahat itu semakin mendekat kearah Yumi yang ketakutan dengan mundur beberapa langkah.      

Namun, sebelum sempat mereka menyerang Yumi, tiba-tiba kepala sang ketua terkena leparan sepatu hak tinggi yang cukup tajam.     

"Aduhh, siapa itu?" teriaknya sambil meringis menahan sakit dibagian kepalanya.      

"Apa ketua baik-baik saja?" tanya anak buahnya.     

"Aku kesakitan begini bagaimana bisa dikatakan baik-baik saja. Sekarang cari siapa yang melempar sepatu hak tinggi ini? " teriak ketua itu lagi dengan ekspresi yang gelap.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.