Istri Kecil Tuan Ju

Jangan libatkan dia!



Jangan libatkan dia!

0"Tidak ada sarapan buatmu! Tapi, kita perlu bicara! Jadi, sebaiknya kamu tunggu aku di ruang kerjaku!" Kata Kevin.     
0

Maxwell menarik nafas dalam. Ia memang bos di YM Grup. Tapi, Kevin adalah satu-satunya sahabat yang dia miliki. Oleh karena itu dia membiarkan Kevin bersikap semaunya.      

Sebenarnya, Maxell sangat suka pada Kevin yang apa adanya. Dia tidak munafik dan selalu jujur pada dirinya maupun orang lain. Selain itu, Kevin orang yang sangat tegas dan kompeten.     

Setelah itu, Maxwell beranjak pergi dari ruang makan menuju rumah kerja Kevin.     

"Gavin ... Papa akan bicara sebentar dengan paman Max. Jadi, kamu main di kamarmu sebentar ya! Papa akan segera menyusul mu!" Kata Kevin dengan suara yang lembut.      

"Iya Papa!" Setelah itu, Gavin turun dari pangkuan Kevin dengan pelan.     

Tidak lama setelah itu, Gavin berlari menuju kamarnya.      

'Maxwell benar-benar menguji kesabaran ku! Berani sekali dia membawa Gavin kesini tanpa memberitahuku!' Batin Kevin.     

Kevin menyeka mulutnya dengan serbet. Setelah itu ia segera menyusul Maxwell ke ruang kerjanya.      

Ruang Kerja Kevin.     

"Apa maksudmu membawa Gavin kesini?" Tanya Kevin setelah ia berdiri di depan Maxwell yang duduk di kursi kerjanya.      

Maxwell langsung berputar lalu menatap Kevin." Seperti yang aku katakan kemarin!"     

Kevin langsung memukul meja karena marah. Ia tidak menduga kalau Maxwell akan tetap melakukan sesuai dengan rencana awalnya.      

"Kamu gila ... " Ucap Kevin sambil memberikan tatapan marah pada Maxwell.     

Mendengar perkataan Kevin, Maxwell berdiri dengan Ekspresi yang rumit. Setelah itu ia berdiri di samping jendela.     

"Bukankah kamu tahu betapa aku mencintai Vania? Sejak kematian nya aku tidak bisa tenang dan kecurigaan ku pada Jhosep terus bertumbuh sehingga aku mengawasi semua orang yang berhubungan dengannya. Hingga pada akhirnya, aku menemukan Gavin sebagai senjataku untuk menghancurkan nya. Tapi, aku menitip nya padamu sampai waktunya tiba. Dan sekarang adalah waktunya!" Kata Maxwell dengan suara berat dan Ekspresi yang serius.      

Tatapan Kevin mulai melunak. Ia ingat betul apa yang Maxwell katakan pada saat itu. Tapi, dia sudah terlanjur cinta pada Gavin sehingga ia tidak tega untuk menyakiti anak malang itu.     

"Bagaimana pendapat mu sekarang? Apakah kamu masih mau menghalangi ku?" Tanya Maxwell.     

Kevin menarik nafas dalam. Setelah itu ia berjalan menghampiri Maxwell.     

"Aku tahu kalau dia adalah jaminan mu. Tapi, dia sudah menjadi anak ku dimata hukum. Aku selalu ingin melindungi dia dari segala hal yang akan membuatnya terluka. Jika Nathan tahu tentang Gavin, maka dia pasti akan mengambilnya dariku. Aku sungguh tidak mau kehilangan Gavin. Jadi, aku mohon padamu agar tidak melakukan ini!" Ucap Kevin dengan tulus.     

Maxwell tersenyum. Dia baru pertama kali melihat Kevin seperti ini. Menginginkan sesuatu sampah ia merelakan harga dirinya untuk memohon pada orang lain.     

"Akan aku pastikan kalau Gavin tetap menjadi milikmu. Karena tujuanku menggunakan Gavin hanya untuk menyiksa Nathan. Dengan begitu, Nathan pasti akan meneror Jhosep. Selain itu, Nathan tidak memiliki hak untuk mengambil Gavin karena di akta kelahirannya aku menulis nama kamu dan nama ibu kandungnya. Tapi, jika kamu tidak percaya padaku maka aku akan mencari cara yang lain." Kata Maxwell.     

Kevin mendongak menatap Maxwell dengan tatapan yang lembut.     

"Apakah kamu serius akan mencari cara yang lain?" Tanya Kevin dengan harap-harap cemas.     

"Aku terlalu cerdas jika aku hanya mengandalkan satu cara. Aku pasti menemukan cara yang lain. Oh iya, sebaiknya kamu beritahu Agatha tentang Gavin agar dia lebih bahagia. Karena gadis malang itu sudah cukup menderita." Jawab Maxwell sambil memeluk Kevin.     

"Terimakasih karena kamu sudah mau mempertimbangkan nya. Dan aku akan memberitahu Agatha nanti jika waktunya sudah tepat." Kevin menepuk bahu Maxwell dengan pelan sebagai ungkapan rasa terimakasih nya.     

Kevin tahu betul kalau Maxwell memiliki hati yang baik. Maxwell memang seorang Mafia yang kejam, tapi hanya pada musuhnya. Selama dia tidak di ganggu maka dia tidak akan mengganggu.     

"Oh astaga ... " Kevin mendorong Maxwell sambil bergidik ngeri ketika ia menyadari kalau pelukannya dengan Maxwell terlalu intim.     

"Ada apa lagi?" Tanya Maxwell dengan Ekspresi terkejut.     

"Kamu memelukku terlalu bernafsu. Aku masih menyukai wanita. Ingat itu!" Kawan Kevin.     

"Hahahaha ... " Maxwell tertawa cukup keras. Ia merasa Kevin sangat lucu ketika mengatakan itu.     

"Daripada kamu tertawa disini sehingga mengganggu penghuni rumahku, lebih baik kamu pulang!" Kevin memalingkan wajahnya dengan kesal.     

"Baiklah, aku akan pulang sekarang! Salam sama Gavin!" Setelah mengatakan itu, Maxwell meninggalkan ruang kerja Kevin sambil tersenyum.     

Kevin menarik nafas lega karena Maxwell masih mau mendengarkan permintaan nya.     

Pulau Jeju.     

Di waktu yang sama, Reina sedang bersiap-siap untuk segera meninggalkan pulau Jeju karena takut kejadian kemarin terjadi lagi.     

"Nona sudah siap? " Tanya Gabriel setelah ia masuk ke kamar Reina.     

"Aku ingin menemui Qiano dulu sebelum pergi. Siapa tahu dia mau pulang bersamaku. Jadi, pulangnya kita tunda sampai sore saja. Kamu bisa mengundurkan jadwal penerbangan kita!" Jawab Reina.     

"Oke bos!" Setelah itu, Gabriel segera keluar dari kamar Reina dengan pelan karena tubuhnya yang terkena luka tembak masih terasa sangat sakit.     

"Gabriel tunggu!"     

Gabriel menoleh sambil mengerutkan keningnya. "Ada apa bos?"     

"Aku lupa kalau aku belum tahu dimana dia tinggal. Jadi, bisakah kamu mencari tahu dimana Qiano  tinggal." Jawab Reina sambil tersenyum.     

"Oke bos." Setelah itu, Gabriel mencoba mencari tahu keberadaan Qiano.     

Dan dengan kemampuan Gabriel. Ia dengan mudah menemukan dimana Qiano tinggal.     

Reina merasa senang dan puas dengan hasil kerja Gabriel.     

Tidak lama setelah itu, Reina pergi ke tempat tinggal Qiano  dengan perasaan bahagia.     

Walaupun Qiano sudah mengatakan kalau dia akan menghubunginya nanti, tapi Reina tidak sabar untuk bertemu Qiano.     

Tidak butuh waktu lama, Reina pun sampai di depan kamar Hotel tempat Qiano menginap.     

"Kenapa pintu kamar Qiano terbuka?" Tanya Reina pada dirinya sendiri dengan bingung.     

Setelah itu Reina masuk ke dalam dengan pelan karena dia tidak kau Qiano marah melihatnya masuk ke dalam kamarnya tanpa izin.     

"Qiano ... Apakah kamu ada di dalam?" Tanya Reina dengan pelan sambil terus melangkah.     

Tepat saat ia sampai di depan kamar mandi, Reina kaget saat mendengar suara pintu yang hendak di buka lebar-lebar.     

"Sepertinya itu Qiano... " Kata Reina sambil tersenyum.     

Belum saja Reina melanjutkan langkahnya, tiba-tiba mulutnya di bekap dari belakang oleh tangan kekar yang cukup kuat.     

Setelah itu, tubuh Reina di bawa masuk ke dalam kamar mandi.     

Reina mencoba melepaskan diri, tapi tangan yang membekapnya cukup kuat.     

Setelah pintu kamar mandi di tutup. Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki yang begitu ringan di kamar itu. Seketika itu Reina terdiam lalu melirik orang yang membekapnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.