Istri Kecil Tuan Ju

Tidak Ingin Terlibat.



Tidak Ingin Terlibat.

0Sementara itu, Bibi Liu memanggil tuan dan Nyonya nya untuk memberitahu kalau ada tamu yang datang.      
0

"Papa tidak apa-apa! Hanya saja, belum waktunya untuk bicara makanya Papa diam saja." Jawab Kevin sambil mengusap kepala Gavin dengan penuh kasih sayang.     

Gavin mengangguk lalu mengambil ponselnya yang ada di tas kecilnya yang sedari tadi dibawa oleh Kevin.     

Karena tidak sabar ingin bertemu Zio setelah lama berpisah, Gavin pun langsung mengirim pesan ke nomer Zio tanpa memperdulikan rasa sakit di siku nya akibat terjatuh tadi.     

Tidak lama setelah itu, Qiara dan Zio keluar tanpa Julian.      

Qiara berhenti ketika melihat bos nya duduk dengan tenang bersama seorang anak kecil yang menggemaskan seperti Zio.     

'Bukankah itu pakan Kevin? Kenapa dia ada disini?' Batin Qiara dengan cemas.     

"Sayang ... Mama harus ke kamar mandi. Jadi, kamu sapa tamu kecilmu dulu! Nanti, Mama panggil Papa!" Kata Qiara.     

Zio pun langsung mengangguk lalu berjalan sendirian ke ruang tamu.      

Untungnya Kevin sibuk dengan Gavin sehingga ia tidak melihat Qiara.     

"Kenapa kamu gelisah seperti itu?" Tanya Julian yang tidak sengaja bertemu dengan Qiara di depan pintu kamar mereka.     

Qiara menarik nafas dalam. Setelah itu, ia mengatur nafasnya lalu menjawab pertanyaan Julian. "Di ruang tamu ada Kevin bersama anak kecil. Untung dia belum melihatku, jadi aku akan bersembunyi karena ini belum waktunya dia tahu tentang kita."     

Julian tersenyum tanpa mengatakan apapun karena dia menghargai keputusan istrinya.      

"Anak kecil itu adalah anaknya Kevin. Dia satu-satu nya teman Zio waktu di London." Kata Julian.     

Qiara terkejut. "Anak? Pak, Kevin sudah menikah dan memiliki anak?"      

Julian mengangguk. "Iya. Tapi, dia merahasiakan siapa ibu dari anaknya. Bahkan ia menyembunyikan soal Gavin dari semua orang termasuk keluarganya."     

"Kenapa?" Qiara mulai penasaran.     

Julian mengangkat kedua bahunya. "Aku juga tidak tahu. Kamu tahu sendiri kalau Kevin adalah orang yang dingin dan tertutup. Tidak pernah ada gosip tentang dia. Baiklah, kamu istirahat saja! Aku akan menemani mereka. "      

"Iya. Aku akan istirahat. Tapi, aku senang kalau Zio tenyata memiliki teman. Aku bisa melihat saat dia bela-belain menahan kantuknya saat melihat pesan masuk di ponselnya. Bibi Liu juga membangunkan kami sehingga Zio langsung menarik aku karena dia ingin memperkenalkan aku dengan temannya itu. Tapi, aku tidak bisa. Apakah Zio akan kecewa?" Qiara mulai cemas saat mengingat antusias Zio.     

"Kamu tenang saja! Aku akan mengurus semuanya. "      

"Terimakasih! Aku akan masuk sekarang!"     

"Iya." Julian mencium kening Qiara lalu meninggalkannya menuju ruang tamu.     

Ruang Tamu.      

Julian menatap Kevin dan Gavin setelah ia sampai di rumah tahu.      

Mereka ngobrol dengan gembira karena sudah lama tidak bertemu. Kevin pun sedikit melunak saat ia berbaur dengan kedua anak-anak itu.      

Saking sibuknya ngobrol, Zio lupa mencari ibunya untuk di perkenalkan sehingga Julian tidak bingung mau membuat alasan apa agar Zio tidak kecewa.     

Pulau Jeju.     

Sementara itu, Rafael tiba di hotel tempat Qiano menginap. Ia di urus oleh Maxwell untuk menemukan Reina sekaligus Qiano. Karena anak buah yang diandalkan oleh Rafael gagal.     

Tepat saat, itu Qiano baru saja kembali ke Hotelnya setelah menyelesaikan beberapa urusan. Karena sebentar lagi dia akan kembali ke kota A.     

Qiano menyadari kalau dirinya sedang di ikuti, oleh karena dia mencoba mengelabui Rafael.     

"Kemana dia? " Tanya Rafael sambil mencadi kesemua penjuru yang ada di lorong itu.     

Tiba-tiba dari arah belakangnya, Qiano menyerangnya. Dengan cepat Rafael menangkis serangan dengan mudah karena Rafael adalah asisten Maxwell yang sangat hebat dalam bela diri. Rafael juga cerdas dan gesit.     

"Kenapa kamu mengikuti ku?" Tanya Qiano sambil menjulurkan kakinya kearah Rafael.     

Rafael pun langsung menyingkirkan kaki Qiano lalu memperbaiki dasinya.     

"Aku adalah asistennya tuan Max. Saya datang untuk bicara hal penting dengan anda." Jawab Rafael.     

"Hal penting apa yang ingin anda bicarakan dengan saya? " Qiano merasa curiga pada Rafael yang tidak begitu ia kenali.     

"Mari kita bicara dengan santai! Kalau kamu tidak keberatan bolehkah aku bertamu?" Rafael harap-harap cemas kalau dia tidak akan di tolak oleh Qiano.     

Setelah beberapa saat terdiam Qiano mengangguk karena rasa penasaran nya."Ikuti aku!"     

Rafael pun langsung mengikuti Qiano dengan patuh.      

Beberapa saat kemudian mereka sampai di kamar Qiano.     

Mereka duduk di sofa, setelah itu Rafael langsung memulai pembicaraan.     

"Apakah saya perlu memperkenalkan diri saya dengan lebih detail!" Tanya Rafael terlebih dahulu.     

"Langsung saja!" Qiano tidak suka berbasa basi dan ekspresinya sangat dingin. Rafael pun tidak bisa menebak apa yang sedang Qiano pikirkan.     

"Baiklah!" Rafael menarik nafas dan mencoba menyusun kata-kata yang pas agar Qiano bisa memahami maksud kedatangan nya.      

Qiano menatap orang yang baru pertama kali bertemu dengannya itu dengan eksperesi yang rumit.      

"Begini, bos saya ingin sekali bertemu dengan anda. Dia mengatakan ingin menjalin suatu kerjasama yang sangat menguntungkan untuk anda. Apakah anda berminat?" Kata Rafael.      

Qiano tersenyum pahit. "Maaf, aku tidak suka terlibat degan siapapun. Jadi, aku menoleh untuk bertemu dengan bos mu. "     

Seperti yang di duga oleh Rafael. Qiano bukan orang yang mudah untuk di bujuk. Namun, Rafael tidak mau menyerah. " Bos hanya ingin bicara padamu dan tidak ada maksud lain. Oleh karena itu, tolong pikirkanlah!"     

Qiano menyeringai kearah Rafael lalu berkata, "Saya rasa urusan kita sudah selesai, anda tau pintu keluar kan?"     

Ada rasa kesal dalam hati Rafael karena dia gagal membujuk Qiano. Tapi, sebelum ia pergi, ia meletakkan kartu namanya di atas meja. "Jika kamu berubah pikiran segera hubungi aku!"     

Qiano hanya diam. Ia tidak mengatakan apapun selain menatap Rafael yang akan keluar dengan tatapan kosong.     

Beberapa Saat Kemudian. Qiano berdiri di bawah rembulan yang cahaya nya sampai di balkon miliknya.     

Pikirannya menerawang jauh ke masa lalu, karena Rafael mengingatkannya dengan kota A yang sudah lama ia tinggalkan.     

Ada kerinduan yang menderu di hatinya, dia teringat bagaimana senyum Qiara dan Reina di waktu yang bersamaan.     

"Waktu sangat cepat berlalu. Aku menghindari Reina dan Qiara kesini, tapi aku malah menjadi sasaran orang lain. Aku tahu kalau Maxwell itu menyukai Qiara. Tapi, kenapa dia ingin bertemu denganku? ' Batin Qiano.     

Setelah membatin, Qiano segera mengemas pakaian nya karena dia merasa harus segera pergi dari Jeju. Namun, ia ingin membawa Reina pergi karena Virsen sudah membahayakan nya.     

Kota A.      

Di rumah mewah Nathan dan Clara, terlihat kedua orang tua Clara duduk di ruang tamu.     

"Katanya kamu  mual-mual sejak kemarin. Apakah kamu hamil?" Tanya Ibu Clara sambil tersenyum.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.