HE ISN'T MYBROTHER

Siapa yang Memanggilmu, Chel?



Siapa yang Memanggilmu, Chel?

0"Aku bilang jauhi istriku!" pekikan itu membuat tangan karena terjatuh dengan sangat terpaksa.     

Wanita itu tak percaya sosok yang sedang berjalan ke arah mereka adalah Delon. Padahal ia sudah meletakkan salah satu anak buahnya untuk mengawasi lelaki tampan itu.     

Dan berita terakhir yang Karen dapat, Delon masih berada di luar Negeri dan kemungkinan kembali ke Negar ini masih begitu lama.     

Akan tetapi, sekarang ... ia melihat lelaki itu sudah berada di depan pantulan matanya. Sialan!     

"Tuan Delon ... ini semua tidak seperti yang kau pikirkan. Aku hanya ingin berolah raga pagi seperti ini." Karena memepergakan tangannya maju mundur terlipat di atas bahu.     

Jangan lupakan senyum canggung yang sengaja digoreskan di sana. Membuat Rachel yang melihat ingin mengeluarkan tawa yang sengaja ia kulum.     

Delon memicing maka ke arah Karen. Tanpa membalas alasan yang keluar dari mulut itu. Tubuh Delon turun, terduduk dengan satu lutut menyentuh lantai di depan tempat Rachel terduduk.     

"Kamu tidak apa-apa, Sayang?" tanya Delon lembut yang dijawab Rachel dengan anggukan ringan. Lelaki tampan itu kembali mengangkat satu kaki berkulit putih halus itu, diletakkan di atas pahanya.     

Karen membulatkan mulut saatelihat seorang Delon membersihkan kaki Rachel dengan sapu tangan. Tak lupa memberi kecupan di sana, dan mengambil sesuatu dari sebuah kotak berrwarna pink.     

Heels selaras dengan warna baju kerja Rachel telah menyatu dengan sang pemilik baru sekarang. Tubuh ramping itu semakin memesona saat kedua kaki jenjang itu telah dipasangkan heels lengkap.     

"Terima kasih, Kak," ucap Rachel yang dibalas dengan kecupan hangat pagi hari di kening Rachel.     

"Sama-sama, Sayang."     

Tubuh Delon sudah kembali tegap, menatap lekat Karen tanpa rasa iba sama sekali.     

"Aku peringatkan sekali lagi. Jangan pikir aku memiliki kerja sama dengan perusahaanmu, kau menjadi begitu berani menyentuh istriku. Seekor semut pun aku tak pernah kuizinkan. Apalagi, kau ... Nona Karen." Lanjut Delon yang langsung mengulurkan tangan ke arah istrinya yang masih terduduk di bangku pengunjung mall.     

Rachel menjulurkan lidah ke arah Karen yang semakin ternganga mendapati Rachel sudah tidak lagi menggunakan kursi roda.     

"Hah? Kenapa bisa secepat ini? Kemarin terakhir kali aku mendorong dia masih tidak bisa melakukan apa pun ... kenapa dia sekarang bisa berjalan?" gumam Karena seraya menghentak-hentakkan kaki tidak terima.     

"Lihat saja tuan Delon. Apa yang bisa kulakukan padamu yang telah mempermalukan seorang Karen! Dasar lelaki bajingan!"     

Sedangkan Rachel tak henti-hentinya masih tertawa menang saat mendapati wajah Karena yang memerah dengan bibir mengerucut. Inilah yang ingin Rachel tunjukkan.     

Karena dorongan Karen di depan para klien membuat Rachel ingin membuktikan jika dirinya bisa berjalan. Ia memang malu pada.saat itu karena ia tidak bisa melakukan apa pun.     

Kecuali menangis. Tidak ada yang ia mintai tolong, bahkan perusahaan Delon sempat kekurangan klien untuk melakukan kerja sama. Dan hal tersebut memacu semangat Rachel untuk bisa berdiri.     

Sekarang apa yang telah Rachel harapkan telah terwujud. Karena melihat sendiri bahwa kakinya telah kembali kuat. Bahkan ia bisa saja menendang mulut bersaput lipstik merwah darah tebal yang begitu menjijikkan itu.     

"Kenapa tertawa begitu? Apa kamu masih mengingat malam panas kita? Kalau kamu masih lelah, kamu bisa tidur di kamar ruanganku Sayang," ucap Delon saat telah memasangkan safebelt di tubuh Rachel.     

Kedua kelopak mata Rachel memang terasa berat. Tapi, ia masih harus datang kembali ke dalam meeting yang tiba-tiba dibatalkan karena kendala alam.     

Hujan deras dengan angin di berbeda kota membuat klien yang akan bekerja sama dengan perusahaan suaminya terjebak di sana. Dan tidak bisa melanjutkan perjalanan.     

"Aku ingin tidur, tapi kamu tahu kan?" tanggap Rachel yang membuat Delon bersalah telah mengganggu tidur istrinya tadi malam.     

Delon menggegam tangan Rachel membawanya di depan bibir. "Maafkan aku, Sayang," ujarnya.     

Rachel menoleh ke arah luar jendela, ia melihat Karena yang sedang marah-marah dengan dua lelaki berpakaian rapi ditambah dengan kaca hitam yang bertengger di sana.     

Wanita itu sama sekali tidak memiliki sopan santun yang baik. Padahal umurnya tidak terlalu tua, tapi perbuatannya sungguh tak terpuji sebagai seorang perempuan.     

"Seberapa kuat Karen, Kak?" tanya Rachel yang ingin tahu. Ia tahu perusahaan wanita itu telah berada di mana-mana. Tapi, ia pikir itu bukanlah perusahaan utama. Melainkan cabang dari satu induk perusahaan.     

"Wanita itu? Sesuai dengan profil yang kamu baca. Tidak ada kelebihan lain. Tapi, perusahaan kita bisa memiliki untung banyak kalau bekerja sama dengan perusahaan Karen. Memang ada apa?"     

Rachel diam saat pertanyaan Delon mulai kembali menyerang dirinya. Ia hanya takut jika Karen sewaktu-waktu bisa segila Jeni dulu. Apalagi melihat usahanya yang tak pernah berhenti mendekati suaminya.     

"Kamu tidak perlu cemas, Sayang. Aku tidak tertarik dengan wanita seperti itu. Aku hanya mencintaimu," ucap Delon membuat kepala Rachel mutar ke arah lelaki tampan tersebut.     

"Aku tahu, Kak. Aku juga mencintaimu," balas Rachel dengan tangan yang semakin bertaut erat.     

Perjalanan kantor menempuh waktu tiga puluh menit. Perasaan Rachel lebih tenang sekarang mendapati Delon tak memperdulikan keberadaan Karen, meski wanita itu mencoba selalu mendekat.     

Mobil hitam mewah telah sampai di parkiran VVIP. Pemandang tersebut sudah tidak lagi menjadi pusat dari para karyawan yang berlalu lalang atau baru saja datang.     

Karena mereka tahu sepossesif apa Bossnya jika sudah bersama dengan istrinya. Dan bisa saja begitu profesional saat sudah berada di kantor.     

"Jangan peluk aku, Kak. Ini sudah di kantor," protes Rachel saat mendapati tangan besi suaminya telah berada di pinggang rampingnya.     

Delon hanya membalas dengan seringai di bibirnya. Tanpa peduli dengan omelan Rachel yang saat ini sengaja di keraskan agar Delon mau menuruti. Namun, Delon tetaplah Delon.     

Seluruh perusahaan berada di bawah tangan Delon. Dan juga seluruh karyawan tahu tentang hubungan dirinya dan Rachel. Sebenarnya ia pun tak peduli. Jika ada seseorang yang menggosipkan istrinya, Delon bisa langsung memecat tanpa kompromi.     

"Iya ... iya ini lepas. Takut banget kamu kalau ada karyawan cowok lihat."     

Rachel mengulum tawa saat mendapati wajah Delon lah yang sekarang merajuk padanya.     

"Dasar lelaki tua tukang merajuk," ledek Rachel dengan nada berbisik saat beberapa karyawan sedang menyapanya.     

"Kamu yang menggoda—"     

"Racheel!" panggil seseorang dari kejauhan. Dan panggilan itu sontak membuat Rachel dan Delon mengarahkan pandangan ke arah pusat suara itu.     

"Kak, ayo pergi!" Rachel menarik tangan Delon untuk segera memasuki lift dengam berlari.     

Delon masih mengarahkan pandangan pada seorang wanita yang berlari ke arah mereka juga.     

"Racheel, tunggu ... gue mau minta maaf!" teriaknya sekali lagi. Tapi, sayangnya Rachel dan Delon sudah masuk ke dalam lift.     

"Apa segitu marahnya lo sama gue, Chel ...."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.