HE ISN'T MYBROTHER

Larangan Untuk Meeting



Larangan Untuk Meeting

0Delon melirik ke arah istrinya yang sedang sibuk sedang meneliti sebuah dokumen. Kemudian ia arahkan pandangan pada sebuah buket bunga besar yang Delon sengaja letakkan begitu saja di atas meja depan sofa.     
0

Ia yakin, jika pengirim dari bunga tersebut adalah lelaki itu. Lelaki yang sudah sedang menjalin kerja sama dengan perusahaannya.     

Remasan kuat ia berikan pada pena yang sedang dipegangnya erat.     

"Aku harus tahu, apa benar dia masih mengira Rachel seorang perempuan lajang," gumam Delon yang langsung mengetik beberapa kalimat perintah pada Regan di luar sana.     

Setelah pesan sukses terkirim. Tubuh kekar itu mulai bangkit dari duduknya. Berniat untuk ke arah meja Rachel. Namun, baru satu langkah kaki itu hendak menginjak lantai suara pintu terbuka membuat Delon mengurungkan niat.     

Di sana Delon melihat seorang perempuan muda sedang menyerahkan sebuah map merah yang langsung diterima istrinya. Tidak menunggu waktu lama, karyawan Delon itu pergi.     

Napas terhembus kasar. Ia pun langsung melangkahkan kaki cepat. Beruntung Delon mempunyai kaki panjang, sehingga ia bisa dengan cepat berada depan meja Rachel.     

"Selamat pagi, Tuan Delon. Apa ada yang bisa saya bantu?" ucap Rachel saat tatapannya tadi mengarah pada sebuah dokumen yang baru saja datang. Kini ia angkat, hingga bertemu dengan manik hitam penuh cinta lelaki tampan di depannya.     

"Butuh ciuman. Aku ingin Sekretarisku menciumku sampai aku puas. Bagaimana, apa bisa?" tanya Delon dengan nada berbisnis. Lelaki itu seperti sedang menawar sebuah kerja sama yang saling menguntungkan satu sama lain.     

Rachel yang mendengar hal tersebut langsung melipat kedua tangan di atas meja. Tatapan itu beralih sedikit pada bibir tebal berwarna merah bata itu. Lalu, ia kembalikan pada sorot manik hitam legam tersebut.     

"Itu melanggar etika, Tuan Delon. Saya sangat menghindari skandal seperti itu. Sepertinya, waktu sudah hampir habis. Saya harus meeting di luar. Permisi," imbuh Rachel kembali.     

Tubuh langsing itu berdiri dari kursinya. Tangannya menjulur ke belakang untuk mengambil tas jinjing dan satu tangan lagi mengambil dokumen meeting itu. Kini lelaki tampan itu dibiarkan begitu saja berdiri di sebrang meja kerjanya.     

Rachel mengira dirinya akan aman saja ketika ia harus melangkah ke ambang pintu. Tapi, nyatanya tidak. Pintu tertahan oleh tangan kekar dari belakang tubuh Rachel. Sudah berulang kali Rachel menarik gagang pintu tersebut. Namun, tetap saja, sulit digerakkan.     

"Suamimu butuh ciuman. Dan itu bukan skandal, bagaimana kamu mengatasi itu Sayang?" bisik Delon tepat di depan telinga Rachel. Hembusan napas hangat menyapu kulit tengkuk putih Rachel.     

Kini tubuh Rachel berbalik. Wajah itu dimajukan, kecupan singkat telah mendarat dengan selamat di bibir Delon. Sentuhan lembut itu bahkan masih ia rasakan.     

"Kak, berhenti menggodaku. Aku harus meeting menggantikan kak Regan. Ayolah, buka pintunya," rengek Rachel yang masih melihat tangan kekar itu terulur dengan begitu kuat.     

Ceklek!     

Pintu telah sempurna terkunci. Dan dua bola coklat Rachel seketika membuat lebar. Apalagi saat ia melihat kunci itu bergoyang di depan pantulan matanya, kemudian bergerak ke arah saku celana panjang Delon.     

"Kehilangan satu klien juga tidak masalah. Lihat mejaku penuh dengan kontrak mereka. Jadi, kita urus adik untuk Nathan dan Nefa saja bagaimana?"     

Rachel menggeleng tegas. Tangannya yang terbebas ia gunakan untuk merogoh saku celana panjang Delon.     

Namun, nahasnya tangan lelaki itu sudah terlebih dulu mengarahkan tangan Rachel ke arah tubuh bagian bawah Delon yang semakin membuat Rachel ingin menarik tangannya.     

Senyum genit itu terbit di sana. Rachel yakin seluruh orang akan terkejut jika melihat sifat Delon seperti ini.     

"Itu tandanya, Sayang. Kamu lihat bukan, betapa tersiksanya aku," lirih Delon.     

"Kak, lepasin deh. Ini di kantor. Kamu juga baru hari pertama masuk. Seluruh berkas itu harus kamu selesaikan hari ini juga, kalau mau tidurmu nyenyak," balas Rachel mengkode suaminya untuk segera menyelesaikan jika ingin mendapatkan malam indah bersamanya.     

Delon memutar kepala ke arah meja kerjanya dengan tatapan malas, lalu kembali menatap istrinya dengan penuh minat.     

"Tidak mau. Mau sekarang, aku tidak mau diperbudak mereka." Lelaki tampan itu menunjuk ke arah belakang tubuhnya.     

"Patung manekin?" tanya Rachel dengan dua alis yang hampir bersambungan.     

Delon mengerutkan dahi saat mendengar pertanyaan istrinya.     

Kenapa jadi menekin? Maksud Delon bukan itu.     

"Bukan, Sayang. Tumpukkan pekerjaan itu."     

"Tapi, itu memang pekerjaanmu, Kak. Bagaimana susahnya merek jika tidak mendapatkan tanda tanganmu?" todong Rachel kembali untuk kesekian kali. Senyum tergores tipis saat mendapati tangannya sudah terbebas dari suami mesumnya.     

Delon menghela napas dalam. Ia semakin mendekatkan tubuh kekarnya dengan sang Istri.     

"Pekerjaanmu juga memuaskan aku, Sayang. Apalagi kamu belum mengatakan apa pun tentang buket bunga besar itu dari siapa."     

Rachel memiringkan wajah untuk menghindari bertatap dengan Delon. Karena sudah dipastikan dirinya tidak akan bisa menempati janjinya untuk tidak berciuman singkat untuk saat ini, jika itu terjadi.     

Delon menyeringai senyum saat ia memang sengaja ingin meraup bibir merah tipis itu, memagutnya dengan ganas.     

'Pertahananmu cukup bagus, Sayang. Aku yakin kamu tidak akan bisa menghindariku lagi,' batin Delon benar-benar sudah bertekad bulat mendapatkan istrinya Karen terbakar cemburu.     

"Aku sudah memuaskanmudm dengan hasil pekerjaanku selama ini. Dan bunga itu aku juga nggak tahu, Kak. Mungkin ada fansku yang berada di sana," tanggal Rachel dengan sesikit guyonan berharap suaminya kembali mempertimbangkan ini semua.     

"Fans? Kamu memiliki fans dari mana? Kamu saja tukang tidur." Ejek Delon dengan ekspresi yang sedang tidak menunjukkan raut baik hatinya.     

Rachel tidak terima. Jelas ini sangat menginjak harga diri perempuan cantik itu. Diam-diam Rachel selalu mengintip seluruh akun media sosialnya sewaktu SMA dan kuliah dulu. Dan mereka yang mengikuti Rachel tidak berkurang justru bertambah.     

"Kamu melamun apa?" Suara Delon memecahkan lamunan Rachel kali ini.     

"A-aku tidak sedang melamun apa—" Belum sempat melanjutkan kalimatnya. Bibir Delon sudah menyerang Rachel dengan begitu ganas.     

Kedua tangan Delon bergerak melepas tas jinjing yang berada di lengan tangan Rachel. Kemudian juga menurunkan kasar map yang tengah digenggamnya.     

Pagutan Delon tak bisa berhenti, ia begitu terbakar cemburu saat melihat istrinya diberi buket bunga oleh lelaki asing lagi dan lagi. Apalagi lelaki yang tadi menatap istrinya penuh minat. Sungguh membuat hatinya bergemuruh.     

Rachel mengalungkan tangannya di leher tegas Delon. Desahan mereka begitu kentara di telinga mereka masing-masing.     

"Sayang ... kamu hanya milikku. Tidak boleh ada lelaki lain yang berani menatapmu."     

Rachel menatap lekat manik hitam di depannya. Tatapan penuh cemburu itu memang ia lihat di sana. Leher Rachel tiba-tiba mendongak tak berdaya saat merasakan sentuhan tangan Delon yang berada di anggota tubuh depannya.     

"K-Kak ... aku memang milikmu. Tapi, aku harus meeting ...."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.