HE ISN'T MYBROTHER

Empat Bulan Menikah Belum Hamil



Empat Bulan Menikah Belum Hamil

0"Sudah empat bulan berlalu setelah pernikahan kalian. Kenapa kalian tak kunjung memiliki anak? Dari hasil pemeriksaan dokter, kalian sehat—subur. Lalu kenapa Abella tidak kunjung hamil?"     
0

Hernandes menghela napas dalam. Ia ingin segera mengakhiri semua ini dalam masa satu tahun. Di dalam kontrak tertulis jika pihak pertama telah mengandung, maka pihak kedua sudah bisa meninggalkan rumah pihak pertama.     

Dengan pihak kedua mendapatkan apa yang telah disepakati bersama.     

Akan tetapi, sudah selama ini Abella tak kunjung hamil. Ia terpaksa diam-diam mendaftarkan mereka untuk mengetes siapa di antara mereka yang mandul. Dan ternyata tidak ada.     

Di ruangan itu tidak hanya ada Hernandes, Abella, dan Ryan saja. Di sana ada kedua asisten pribadi Hernandes dan Ryan yang sengaja didatangkan sebagai saksi jika surat dokter yang telah dia bawa adalah asli.     

"Abella kamu melakukannya bukan?" Pertanyaan Hernandes membuat kedua mata hitam itu membulat. Kedua pipi putih itu bersemu merah.     

Bahkan tadi malam ... ralat. Setiap malam Ryan selalu saja menyantapnya begitu rakus. Seakan dirinya merupakan seorang buruan.     

"Kenapa tanya seperti itu, Pa?" Abella merasa risih kalah pun ia menjawabnya. Sedangkan di sampingnya ada Ryan dan lelaki lain.     

Hernandes mengusap kasar wajahnya. Ia pun sebenarnya tidak tega mengorbankan putri satu-satunya. Tapi, mau bagaimana lagi. Lelaki yang bersedih menikahi putrinya hanya Ryan.     

Lelaki patuh baya itu juga butuh seorang penerus. Dan kemauan itu harus ia bayar dengan begitu mahal.     

"Lebih cepat lebih baik, Sayang," kilah Hernandes. Ia tidak tega jika mengatakan isi kontrak tersebut yang mengharuskan Abella berpisah dengan lelaki yang selama ini dia sukai.     

Abella tidak menjawab. Kepala itu tertunduk dengan kedua pipi yang masih memerah panas.     

Wanita cantik itu juga tidak tahu kenapa dirinya tak kunjung hamil. Padahal dari artikel online yang Abella baca, kemungkinan dirinya hamil begitu besar.     

Namun, kenyataan tidak sesuai dengan isi artikel itu. Abella masih mendapatkan jatah datang bulan teratur. Tidak ada yang aneh dalam perubahan tubuhnya. Kecuali ada beberapa bagian yang membuatnya terkejut karena telah berbeda ukuran.     

"Ryan kau tidak mencoba menipuku bukan? Apa kau mencampurkan obat pencegah kehamilan ke dalam minuman Abella?" tandas lelaki lari baya itu yang lebih mencurigai lelaki yang lebih muda darinya itu.     

Ryan mengangkat pandangan. Ia sedaritadi diam hanya untuk menunggu Hernandes mengatakan jatahnya masuk ke dalam percakapan bisnis di antara mereka bertiga.     

"Aku tidak melakukan itu. Jika pun ada, pasti sudah terdeteksi oleh dokter. Apa di sana ada keterangan yang menyatakan sebuah zat asing masuk ke dalam tubuh Abella, Pa?"     

Todongan itu membuat kedua mata Hernandes kembali menatap ke arah kertas putih yang sedaritadi menjadi fokus utama.     

Hernandes menggeram saat mendapati tidak ada satu pun dokter menyatakan apa yang telah dikatakan Ryan tadi.     

"Tidak ada bukan? Karena aku memang tidak melakukannya. Mungkin memang belum waktunya Abella mengandung," sahut Ryan kembali dengan nada pasrah.     

Padahal dibalik hembusan napas pasrahnya, Ryan menerbitkan senyum. Ia memang butuh balas dendam. Tapi, ia tidak mau sampai kehilangan Abella jika anak itu sampai ada di kandungan Abella.     

Ryan memang tidak bisa menghindari segala kenikmatan yang tak pernah ia rasakan dengan teman kencannya ataupun mantan tunangannya.     

Abella dengan kecantikan naturalnya membuat hasrat Ryan selalu bergejolak.     

Lelaki itu tidak pernah memberikan obat yang berbahaya untuk Abella mengingat kesehaan Abella sungguh Ryan jaga dengan hati-hati. Lelaki itu hanya tidak pernah mengeluarkan percikan cintanya di dalam rahim Abella.     

Ryan selalu mengalihkan hal tersebut dengan sentuhan di berbagai area sensitif Abella untuk membuat wanita itu tidak sadar apa yang telah ia lakukan selama ini.     

Karena bisa saja Ryan membuat Abella hamil dalam waktu satu bulan. Tapi, kembali lagi ... Ryan tidak mau berpisah dengan Abella.     

"Benar, Pa. Mungkin saja Tuhan memang belum memberi Abella sekarang," imbuh Abelal yang merasa bersalah juga pada sang papa.     

Abella sudah mencoba memakan makanan yang sehat. Menghindari bebagai makan instan, tapi memang hingga saat ini dirinya tak kunjung hamil.     

Hernandes mengangguk mengiyakan saja perkataan putrinya. Karena dirinya juga tidak lagi memaksakan datangnya sebuah ruh masuk ke dalam rahim Abella.     

"Kalian berdua kembalilah ke kamar dan tidur. Maaf sudah mengganggu kalian," ucap Hernandes. "Dan kalian berdua juga, cari kamar tamu. Kalian juga harus tidur di sini. Di luar sudah sangat gelap. Jangan membahayakan diri," sambungnya.     

Asisten Hernandes dan Ryan membungkukkan badan dengan hormat. Kebaikan Hernandes memang sudah menjadi buah bibir. Tapi, asisten pribadi Ryan tidak menyangka jika saat berhadapan dengan Hernandes seperti ini kebaikan itu benar-benar nyata.     

"Baik, Tuan Hernandes. Terima kasih." Mereka berdua menjawab secara bersamaan.     

Begitupun dengan Ryan yang telah mendorong kursi roda Abella ke arah luar setelah minta izin kepada Hernandes.     

Ryan dan Abella tidak saling berbicara di sepanjang jalan. Mereka sama-sama.malu untuk mengawali pembicaraan tentang kehamilan itu.     

Pintu terkunci membuat jemari Abella bertaut. Meski mereka sudah pernah bercinta, saling merasakan rasa yang mereka berikan satu sama lain. Tapi, rasa canggung itu masih ada hingga saat ini.     

"Kamu ganti baju tidur dulu." Ryan tidak berhenti di dekat kursi roda Abella. Lelaki itu langsung mengambil satu pasang baju tidur yang selalu di gunakan Abella. Diletakkannya di atas tempat tidur. Lalu, langkah panjang itu kembali melangkah ke arah Abella.     

"Jangan bicara," imbuh Ryan saat tangannya telah mengambil alih tubuh ramping itu ke dalam gendongannya ala bridal style.     

Abella menutup mulutnya dengan menundukkan kepala. Ia benar-benar malu, walau hanya saling bertatap pandang.     

Perlahan tubuh itu Ryan dudukkan di atas ranjang luas nan mewah itu. Lelaki tampan itu juga ikut berada di atas ranjang. Kedua tangan Ryan tetulur untuk menyentuh kancing bajunyang digunakan wanita cantik itu.     

Namun, baru satu kancing terlepas. Tangan Ryan sudah ditepis Abella.     

"Aku bisa melakukannya sendiri. Hanya dua kaki saja yang lumpuh. Tapi, tidak dengan kedua tanganku," ungkap Abella dengan sedikit kesal.     

Akan tetapi, Ryan tak peduli. Justru tangan wanita itu ia tepis seperti tangannya yang ditepis tadi.     

"Aku suamimu. Aku berhak menyantuh apa yang mau kusentuh. Dan kamu tidak jolwh protes asal aku tidak menyakitimu," jelas Ryan membuat mulut Abella yang gatal ingin berseru, tiba-tiba kembali mengatup.     

Baju rumahan Abella telah terlepas, tinggal menyisakan bra putih yang begitu menggiurkan untuk dipegang. Tapi, Ryan urungkan.     

Tangannya sudah terulur ke belakang tubuh istrinya untuk melepas kaitan bra tersebut. Namun, saat sudah terlepas Abella menahan tangan Ryan.     

"Kenapa? Kamu tidak perlu benda ini. Ini akan sangat menggangguku kesehatan dan tidurku."     

Alasan Ryan membuat satu alis hitam Abella terangkat satu. Bahkan ia merasa jika tangan Ryan telah meletakkan kembali tangannya di atas ranjang.     

"Kamu benar mau tahu alasannya setelah empat bulan kita menikah? Dan kamu belum tahu?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.