HE ISN'T MYBROTHER

Waktu Bersama



Waktu Bersama

0"Sayang, dua anak kita sedang haus." Suara itu membuat Rachel dan sosok lelaki yang berada di samping perempuan cantik itu mendongak.     
0

"Dua anak? Kakak udah punya anak?" Ulang lelaku itu bernada meninggi. Melihat penampilan Rachel yang begitu segar dan cantik. Ia tidak menyangka. Jika perempuan cantik yang ia ketahui namanya, Rachel itu telah mempunyai anak.     

Bahkan suaminya begitu terlihat garang.     

Rachel mengangguk seraya mengulurkan satu tangan untuk meminta Delon menarik. Delon pun menyambut tangan istrinya, menariknya hingga jatuh ke dalam pelukan Delon.     

"Iya, itu dua anak gue." Rachel menunjuk ke arah kedua anaknya yang sedang melakukan pemanansan. "Dan ini suami gue ... sekali gue minta maaf ya! Gue nggak sengaja nabrak lo."     

Lelaki itu mengangguk dengan berat. Ia yang yang sengaja menabrakkan diri justru dirinya yang apes mendapati status perempuan cantik itu.     

"Sial bener deh, kirain masih jomblo," gumamnya seraya menghembuskan napas berat.     

Sedangkan Rachel sudah digandeng Delon untuk menjauh dari pemuda itu. Pemuda yang jelas terlihat begitu muda dari Rachel. Apalagi dengan dirinya?     

Napas memburu kesal masih tersimpan di dada Delon. Langkah penuh tekad untuk menjauhkan istrinya dari pesona pemuda tampan itu semakin bulat.     

Pemuda itu tidak bisa dikategorikan sebagai spesies yang dapat diremehkan bagi seorang Delon. Dengan bermodalkan wajah tampan pasti dia bisa mendapatkan siapa pun dengan sifat manisnya yang menjijikkan itu.     

"Ada apa, Kak?" tanya Rachel yang bingung dengan genggaman tangannya yang begitu kuat. Seperti mereka ingin menyebrang. "Itu Nathan dan Nefa lari di tempat ayunan." Tunjuk Rachel ingin berlari juga menyusul, tapi ditahan Delon.     

Rachel memutar kepala. Menengadah ke arah lelaki tampan di sampingnya. "Kita rubah judulnya. Tidak perlu lagi pagi."     

Kening Rachel berkerut mendengarkan perkataan suaminya yang begitu aneh. "Hah? Terus apa? Kita 'kan lagi lari pagi, memang apa lagi?" tanya balik Rachel masih lingkung dengan perkataan Delon.     

"Jalan pagi. Jalan-jalan pagi." Delon mempertegas perubahan tema aktivitas mereka saat ini. Tanpa membalik kepala ke arah perempuan cantik itu.     

Rachel tidak menjawab lagi. Ia justru semakin membuat keningnya bergelombang tebal mendengar jawaban Delon sekali lagi.     

Mereka akhirnya sampai di tempat bermain kedua anaknya. Rachel hanya bisa memandang tanpa bisa ikut bermain dengan kedua anaknya, karena ini ... Delon masih menggegam tangannya erat.     

Satu kata untuk lelaki itu, menyebalkan.     

Jalan-jalan pagi juga tidak seperti ini juga. Kenapa harus memegang tangan Rachel begitu erat seperti anak hilang saja.     

"Mama, sini!" teriak Nefa seraya melambai ke arah Rachel.     

Perempuan cantik itu melengkungkan senyum membalas lambaiana tangan sang putri kecil. "iya, sebentar Sayang!" teriaknya juga.     

Rachel mengulang adegan tadi. Ia membuat kedua manik hitam tajam itu menatap ke arah dirinya.     

"Ini juga jalan-jalan. Aku mau jalan ke arah Nefa. Lepasin dulu," ujar Rachel sembari menundukkan pandang ke arah tautan jemari mereka.     

Delon melepas. Tautan tangan mereka telah terbebas dari sang possesif dengan sangat terpaksa jika deminputri kecilnya yang begitu menanti kehadiran sang mama.     

"Makasih, Saumiku Sayang," lirih Rachel, menjijit menderatkan kecupan basah di rahang tegas itu.     

Delon mengangkat tangan, menyentuh rahangnya yang masih terasa begitu membekas lembutnya bibir itu. Hanya dengan kecupan saja sudah membuat bibir tebal Delon mengulas senyum tampan yang tak pernah ia beri kepada orang lain.     

"Selalu saja dia bisa memberiku kejutan."     

Rachel dan Nefa saling berteriak bahagia saat tubuh mereka terbawa ayunan. Perempuan cantik itu memeluk tubuh kecil putrinya begitu erat. Meski tidak dengan kecepatan seperti sanv putra, namun dengan hanya seperti ini saja sudah membuat Rachel dan Nefa sulit berbicara.     

"Kalau pusing bilang Sayang. Kita akan berhenti," teriak Rachel yang dapat didenga oleh Delon juga yang sedang melipat kedua tangan di depan dada.     

Nefa menggeleng, gadis kecil itu bahkan sampai menggoyang-goyangkan kaki untuk menambah kecepatan ayunan mereka.     

"Jangan, Ma. Nefa kemarin nggak bisa main karena sakit. Sekarang Nefa mau main sepuasnya!" teriaknya juga.     

Di sisi lain, Delon yang sedang memantau keluarga kecilnya ia juga sedang meminta laporan pada anak buahnya yang sedang melingkari taman ini untuk mensterilkan dari beberapa orang yang terlihat begitu mencurigakan dan mampu membahayakan Rachel dan kedua anaknya.     

"Katakan siapa lelaki yang tidak sengaja ditabrak oleh istriku?" tanya Delon dengan nada lirih. Ia seperti seseorang yang tidak melakukan gerakkan bibir apa pun, jika ada seseorang melihat posisinya berdiri dengan benda kecil yang sudah terpasang di telinga.     

"Lebih tepatnya bukan nyonya yang menabrak dia Tuan Delon. Akan tetapi, pemuda itulah. Dia memang sudah lama menamati nyonya dari kejauhan. Selebihnya masih aman Tuan. Tidak ada orang yang diam-diam sedang mengamati keluarga Tuan Delon," jelasnya penuh hormat.     

Delon menggeram dengan kedua manik hitam masih mengamati Nathan yang sedang mengayun ayunannya sendiri dan juga istri beserta putrinya.     

"Baiklah. Jika tidak mengancam biarkan saja pemuda itu. Tapi, seret keluar dari taman ini, jangan biarkan bertemu dengan istriku lagi," perintah Delon selanjutnya.     

"Baik, Tuan Delon," jawabnya di ujung panggilan mereka dengan hormat. Dan kalimat itu merupakan kalimat berakhirnya panggilan di antara mereka.     

Delon mengayun langkah ke arah Nathan yang masih terlihat asik sendiri menikmati bangkunya.     

"Papa mau ikut?" tanya Nathan yang sudah memelan ayunanannya. "Masih muat kok. Papa nggak pernah main seperti ini ya?"     

Delon mengangguk. Ia menurunkan terlebih dulu putranya, dan kembali mengangkat dia atas pangkuan.     

"Papa dulu cuma bisa belajar. Tidak pernah bermain seperti ini ... jadi, kalian harus tetap bermain. Tidak boleh melewati masa kecil kalian meski tanggung jawab besar telah menunggu kalian berdua nanti setelah besar," balas Delon seraya mengecup pucuk kepala Nathan.     

Delon sejak dulu selalu dididik Dinu untuk menjadi lelaki yang pintar dan anak yang dapat dibanggakan. Karena memang dirinya adalah anak tunggal.     

Delon memang menyesali dirinya yang tidak menikmati bermain seperti kedua anaknya. Namun, ia juga memahami jika Dinu hanya ingin melihat masa depan Delon tidak suram.     

"Tidak apa-apa Pa, sekarang bermain bersama Nathan. Nanti kita gantian main yang itu ... itu, dan itu juga," ucap Nathan seraya menunjuk ke arah beberapa permainan yang sengaja disediakan uhtuk sarana olah raga dan bermain.     

Delon hanya bisa tertawa ringan seraya mengusap pucuk kepala Nathan dengan gemas.     

Sedangkan Rachel dan Nefa sudah mengakhiri permainan mereka karena kepala Rachel yang sudah terlanjur pusing. Tapi, putrinya justru ingin bermain yang lainnya.     

Sepertinya apa yang dikatakan Delon benar. Waktu bersama meraka bukan tentang lari pagi, melainka jalan-jalan pagi.     

"Mama... mau ke sana," rengek Nefa seraya menarim ujung baju Rachel.     

Rachel yang sedang duduk berjongkok hanya bisa mengangkat kedua alis, seraya mengikuti arah tunjuk.sang putri.     

"Di sana sedang dipakai, Sayang. Kita lihat Papa dan Kakak aja ya?"     

"Nggak mau!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.