HE ISN'T MYBROTHER

Kamar Kenangan Penuh Cinta



Kamar Kenangan Penuh Cinta

0"Abang kenapa kita nggak pulang?" Sellyn menyebar pandangan ke seluruh sudut ruangan. "Ini ... masih kayak dulu." Lanjutnya.     
0

Regan menghentikan langkah saat mendengar suara sang istri. Ia yang sudah mengunci pintu kamar hanya bisa bersender di sana dengan melipat kedua tangan.     

"Itu juga ...." Sellyn kembali menunjuk ke arah sebuah tulisan yang dulu ia sengaja tulis begitu kecil agar petugas hotel tidak sadar. "Kenapa suasana juga masih sama?"     

Pertanyaan bertubi-tubi dilontarkan Sellyn. Karena memang ia begitu terkejut dengan kamar yang menyatukan dirinya dan Regan dulu. Sungguh ini semua membuat Sellyn tak bisa mengerjap dengan mudah.     

"Ini kamar kita, aku nggak pernah sama sekali mengizinkan pihak hotel menyewakan kepada siapa pun," bisik Regan saat tangan besar itu telah meraup pinggang ramping Sellyn.     

Sellyn mendengarkan dengan seksama apa yang telah dikatakan suaminya. Lalu, kembali memutar padangan ke arah sekitar sudut kamar yang sedang mereka tempati.     

"Tapi, katanya lagi marah sama aku. Kenapa malah bawa aku ke sini?"     

Regan semakin mengeratkan pelukannya. Kepala lelaki berkaca mata itu mendusel mesra di curuk leher jenjang Sellyn. "Memang, aku sangat cemburu. Tapi, aku nggak mau sampai lelaki itu jadi punya kesempatan merebutmu dariku," sahutnya.     

Sellyn mengulas senyum merekahnya, ia mengusap lembut lengan tangan lelaki yang begitu ia cintai hingga detik ini. Cinta yang dimulai dengan kejadian memalukan di kelab menjadi cinta yang tak mungkin Sellyn tinggalkan.     

"Biasanya aku yang suka cemburu," cicit Sellyn manja.     

Regan mengangguk dalam pelukan itu. Ia sepertinya lebih suka jika Sellyn lah yang cemburu padanya daripada dirinya yang begitu tak suka melihat senyum istrinya diberikan kepada lelaki lain.     

"Nggak akan lagi. Aku sangat mencintaimu, Sayang. Jangan tinggalkan aku," lirih Regan seraya membalik tubuh itu perlahan.     

Kedua tatapan mereka beradu dengan penuh cinta. Regan hour berbuat bodoh dengan membiarkan Sellyn pergi sendiri. Regan tak akan memaafkan dirinya sendiri jika ia benar-benar kehilangan perempuan cantik yang kini berada di depannya.     

"Nggal janji yaa!" Sellyn menjawab dengan berlari menghindari bibir Regan yang akan menciumnya.     

Gelak tawa menguar di seluruh ruangan, Sellyn sudah naik ke atas tempat tidur dengan melonjak-lonjak ria.     

Garis melengkung itu juga menghiasi bibir tegas Regan seraya menggeleng tak percaya dirinya kehilangan bibir manis Sellyn untuk pertama kalinya di pertemuan pertama mereka setelah empat bulan berpisah.     

"Abang tangkap aku! Kalau mau aku maafin!" teriak Sellyn seraya menunjuk ke arah lelaki tampan itu yang masih menatap dirinya dari bawah tempat tidur.     

"Kalau aku bisa menangkapmu, kamu harus menuruti kemauanku?" tawar Regan yang tak sungkan lagi Sellyan angguki. "Jangan menyesa!"     

Perempuan cantik itu menutup mulut, ia sungguh tak tahu apa yang sedang direncanakan Regan. Tapi, sebisa mungkin Sellyn akan membuat lelaki lebih tua darinya itu kelelahan dan melupakan perjanjian di antara mereka.     

"Ayo sini, Abang! Kenapa nggak naik-naik? Takut yaa?"     

Suara Sellyn bak minyak yang menyiram api semangat yang telah berkobar di hati Regan. Kedua lengan itu telah terguling, memperlihatkan otot-otot keras timbul begitu kekar.     

Air liur Sellyn hampir saja menetes hanya karena melihat otot tangan suaminya yang begitu menggoda, apalagi dada bidang yang selalu menjadi tempat ternyaman untuk kepala Sellyn terkulai mesra.     

"Hei, apa kamu masih mau melamun? Lihat di mana aku sekarang?"     

Suara itu membuat Sellyn mengerjap berkali-kali, ia melebarkan bola matanya dan sama sekali Sellyn tidak melihat keberadaan Regan di bawah sana. Lalu, suara itu?     

"Mencariku?" bisik Regan tepat di depan telinga Sellyn.     

Perempuan cantik itu memutar kepala, dan seketika tubuhnya berjengit melihat wajah tampan masih dengan aling-aling kaca mata bening menatapnya dekat.     

"Astagaaa!" Tubuh Sellyn hampir terhuyung ke belakang jika tidak ditahan oleh tangan Regan.     

"Ceroboh!" dengus Regan membawa tubuh itu ke dalam pelukannya dan langsung melemparkan diri di atas tempat tidur hingga tubuh mereka memantul.     

Sellyn memekik terkejut saat wajahnya menekan dada bidang Regan hingga pantulan tubuh mereka behenti. Seketika suara tawa begitu jelas di gendang telinga Sellyn.     

"Tawamu receh, Sayang."     

"Receh?" Ulang Sellyn yang diangguki Regan. "Abang tahu dari mana kata itu? Apa diam-diam Abang main sama Abege di luaran sana?"     

Regan menutup mulut Sellyn, manik hitam legam itu masuk ke dalam manik bening Sellyn yang begitu menggoda Regan untuk masuk lebih dalam.     

"Aku tahu dari media sosial, Sayang. Aku cukup punya kamu yang sangat membuat kepalaku pusing, dan membuat hatiku kosong jika kamu ngga ada di sampingku," ucap Regan bersungguh-sungguh.     

Ia memang tidak pandai merangkai kata dan selalu membuat Sellyn kesal padanya. Tapi, mengertilah satu hal, Regan tidak pernah menyukai perempuan lain semenjak ia mengakui perasaannya yang sesungguhnya pada Sellyn beberapa tahun lalu.     

Sellyn membalik tubuh, membelakangi Regan. Sontak membuat lelaki itu mengangkat kepala, menurunkan pandangan pada wajah sang istri yang tertutupi.     

"Kanapa kamu, malu?" tanya Regan yang dijawab Sellyn anggukan dan gelangan di waktu yang sama.     

"AKU BENCI SAMA ABANG!"     

***     

Ryan menempati bangku kebesaran barunya. Senyum itu terulas begitu sempurna saat ia menyebar pandangan ke seluruh arah.     

"Tuan Ryan bagaimana, Anda menyukai suasana ruangan Anda?" tanya Zack yang berdiri di belakang kursi kosong di depan meja kerja Ryan.     

Anggukkan adalah jawaban mutlak yang tak perlu diragukan lagi dari jawaban Ryan.     

"Aku tidak menyangka jika Hernandes menempati janjinya secepat ini. Bahkan aku belum menempati salah satu dari perjanjian itu," ucap Ryan dengan tawa yang mengiring.     

Zack hanya mengangguk tanpa mengatakan apa pun lagi. Ia senang jika misi tuannya telah berhasil. Tinggal menunggu tugas selanjutnya untuk membalas dendam kepada perusahaan Delon.     

"Apa kau tahu ke mana Abella pergi? Sangat pagi sekali dia pergi tanpa aku ketahui." Ryan tiba-tiba berubah cemas. Mengingat sebelum ia berhasil membuka mata, Abella sudah pergi.     

Dan Hernandes pun sama. Lelaki paruh baya itu pergi dengan mendadak karena sebuah meetinh penting yang telah menunggu. Jadi, Ryan tidak sempat untuk beranya lebih lanjut tentang Abella.     

Zack menggeleng. "Saya tidak tahu, Tuan. Tapi, saya sedikit mendengar jika nyonya Abella sedang bertemu dengan teman kecilnya dulu."     

"Ke mana?" tanya Ryan kembali dengan menelisik. Hal sepenting ini pun Abella tidak mengatakan apa pun padanya. Apa benar perempuan itu telah melupakan rasa sukanya kepada Ryan?     

"Saya tidak tahu, Tuan Ryan. Para pekerja nyonya Abella menutup mulut ketika saya sampai," jelas Zack sesuai dengan kenyataannya. "Bukankah itu tidak masalah, Tuan? Mengingat Anda pasti bosan satu kamar dengan nyonya Abella bukan?"     

Pertanyaan Zack membuat pandangan mata bergetar Ryan cemas melonjak ke arah asisten pribadinya. Kepala itu mengangguk dengan ragu, ia tidak mungkin mengatakan mulai tertarik dengan Abella. Bahkan meletakkan rasa nyaman pada perempuan lumpuh itu.     

"Kau benar, lebih baik memang seperti itu."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.