HE ISN'T MYBROTHER

Dia Kakak Anita



Dia Kakak Anita

0"Kau pikir kau siapa hah? Di sini kau hanya bedebah tak berarti. Kau harus tahu, Delon Jeeicho bahwa takdir baik itu tidak ada!"     
0

Jeritan Delon kembali melengking saat tali besar kembali lelaki bertopeng itu hentakkan di punggung kekar Delon. Bahkan kemeja yang sempat terjahit rapi kini telah tersobek camping.     

Antoni semakin menggeram tak terima melihat wajah Delon memerah dengan penekanan di deretan giginya. Kepala itu menggeleng, ia kembali melihat dua saku dari dua anak buah lelaki kejam itu menyimpan pistol di sana.     

'Takdir baik akan selalu ada. Dan aku percaya itu!' batin Antoni dengan cepat bangkit dari duduknya menendang dua punggung dua lelaki di depannya dengan keras.     

Dengan gerakkan cepat, tangan Antoni telah memiliki dua senjata di kedua tangannya.     

Tubuh dari dua anak buah lelaki bertopeng itu langsung tersungkur mencium dinginya lantai dengan bau anyir pekat darah dari berbagai korban lelaki bertopeng itu.     

Senyum seringai terpercik di bibir Antoni. Kedua kaki yang berpijak kuat pada punggung anak buah lelaki bertopeng itu membuat dia menghentikan gerakan pecutan pada punggung Delon.     

"Kenapa kau bisa terlepas? Atau kau ingin dengan cepat mencicipi bagaimana anakku ini menyapa tubuhmu seperti teman busukmu itu?" ucap lelaki bertopeng itu yang tidak melihat jika kedua tangan Antoni yang bersembunyi di belakang punggung sudah memegang senjata.     

Antoni tertawa terbahak saat melihat tangan lelaki yang kini berhadapan dengan dirinya menahan anak buahnya untuk tetap berada di tempat.     

"Ikatanmu sudah cukup kuat, Tuan Bertopeng. Tapi, otakmu yang lemah!"     

"Kau sebaiknya bermain dengan para boneka gilamu! Cih, dasar freak!" Lanjut Antoni membuang ludah kasar di Sampang wajahnya.     

Dan hal tersebut sontak membuat kedua tangan lelaki bertopeng yang telah memerah karena sempat menyentuh tali pecut yang terbasahi oleh darah Delon mengepal kuat.     

Seluruh anak buah lelaki bertopeng itu menatap ke arah tuan mereka yang sepertinya sangat murka dengan ucapan lelaki itu.     

"Apa aku harus mengatakan di sini ... jika, kau hanya tertarik dengan wanita bersosok keras itu? Manekin maksudku, Tuan Bertopeng."     

Tambahan yang dikatakan Antoni cukup membuat Delon terkejut. Pasalnya sebelum dirinya terjebak di sini dan bertemu dengan Antoni, ia menemukan beberapa benda yang disebutkan Antoni.     

"Sangat lancang! Apa kita sudah bisa membunuhnya sekarang, Tuan?" tanya salah satu dari anak buah lelaki bertopeng itu yang memang sudah tahu kebiasaan yang tak biasa dilakukan Tuan mereka.     

Lelaki itu mengangguk. Ia tidak perlu campur tangan lagi untuk bisa membukam mulut Antoni yang membuatnya akan malu dihadapan orang banyak, jika sampai berita itu tersebar.     

Seluruh anak buah lelaki bertopeng itu sudah menodongkan senjata ke arah Antoni sedangkan beberapa yang lain bergerak hendak beradu jotos satu sama lain. Meski judul aslinya adalah berkeroyok.     

"Kalian pikir aku takut? Jika aku mati, aku tidak akan mati dengan sia-sia!"     

Antoni langsing mengayunkan senjatanya ke udara. Bukan ke arah beberapa orang yang akan segera mendekati tubuhnya, tapi pada seorang lelaki berjubah hitam yang sudah membalik tubuh.     

DOR ...!     

Satu tembakkan menjurus ke arah punggung itu. Peluru hitam terus saja bergerak dengan gesit melurus hingga terdengar teriakan kencang membuat bola mata Antoni melebar sempurna.     

"AAGHH!"     

"Brengsek gagal lagi!" umpat Antoni saat mendapati ada salah satu anak buah lelaki bertopeng itu yang memasang badan di sana. Sehingga peluru panas itu menerobos cepat ke dalam jantung anak buah lelaki misterius tersebut.     

Tawa seketika melengking di telinga Antoni saat mendapati tawa itu diberikan pada gagalan Antoni. Dan beberapa anak buah lelaki misterius itu juga telah memberinya hantaman keras di punggung. Tapi, beruntung Antoni tak lagi jatuh pingsan.     

Dengan gerakan cepat dan keahlian silat yang dulu sempat ia miliki, Antoni menggerakkan kaki panjangnya setinggi mungkin ke arah wajah beberapa orang yang melingkarinya.     

Tidak berapa lama, tendangan juga di arahkan pada perut mereka hingga mereka semua tersungkur di atas tanah.     

Tanpa basa basi lagi, Antoni mengarahkan senjatanya pada lelaki misterius itu untuk kedua kalinya. Dan tembakkan Antoni langsung beradu dengan peluru yang dilewatkannya juga dengan tiba-tiba.     

Antoni memiringkan tubuh untuk menghindari pantulan pada peluru yang mungkin saja mematikan dirinya saat ini juga.     

"Kau masih ingin mencoba kemampuanku?" tanyanya seraya melangkah maju ke arah Antoni tanpa ragu saat senjata Antoni kembali diarahkan di kepala lelaki misterius itu.     

"Bukan itu! Tapi, senjata ini yang akan mengakhiri nyawamu dan segalanya ...."     

DORRR!     

Suara tembakkan itu membuat tubuh lelaki berjubah hitam tersebut tersungkur dengan menunjuk ke arah Antoni. Lalu tak sadarkan diri, menjatuhkan wajah bertopenya begitu saja.     

Antoni tercengang saat melihat senyum Delon tergores dengan begitu lebar di sela kedua tangan yang masih terperangkap oleh pasung kayu tersebut.     

Pandangan Antoni bergerak ke arah sepatu pantofel yang mulai bergerak ke arah dirinya. Dengan satu gerakkan ia mengambil sebuah bulatan sebesar telur berwarna putih, lalu melempar ke arah mereka semua.     

"Makan tuh asaap! Mati kaliaan!" teriak Antoni saah seluruh ruangan telah dipenuhi asap pekat, dan suara terbatuk mulai menghiasi telinga Antoni meski ia sedang menahan napas sembari berlari ke arah Delon.     

"Kau tidak bisa pergi!" Suara lirihan itu membuat kaki Antoni tertahan karena sebuah cengkraman di pergelangan kakinya.     

Antoni memutar tubuh. Ia menurunkan pandangan pada tangan berbalut kain hitam yang berasal dari tubuh lelaki misterius tadi.     

"Kata siapa aku tidak bisa pergi? Kau lihat ruangan ini ...." Antoni mengedarkan pandangan pada suasana yang sangat tidak lazim di sana. "Ini adalah racun yang kau buat sendiri. Aku mengambilnya saat kau menyiksaku. Dan sekarang, giliran kau yang akan mati. Tapi, sebelum itu ...."     

Antoni membuka paksa topeng yang menutupi wajah lelaki masih mencengkramnya. Ia terkejut saat melihat lelaki itu adalah lelaki yang ia temui saat bertemu dengan Anita dulu.     

"Ka-kau Kakak Anita yang pertama?"     

Senyum seringai kembali terlukis di sana. Meski ia sudah tidak bisa lagi memberi kekuatan lebih pada cengkraman tangannya, namun melihat wajah tercengang Antoni cukup membuat dirinya bisa mati dengan tenang.     

"Kebencian kedua adikku akan semakin besar kepada kalian. Tunggu dan lihat apa yang akan terja ... di," katanya yang langsung terputus karena kesadarannya mulai menghilang.     

Antoni menghempas begitu saja topeng yang genggam tadi. Kini ia meletakkan meletakkan tangan di leher lelaki itu. Dan betapa terkejutnya Antoni mendapati denyut nadi di bagian leher bawah benar-benar menghilang.     

Lelaki itu memutar pandangan pada Delon yang masih menahan napas agar asap beracun itu tidak masuk ke dalam mulut.     

'Astagaa, dia mati,' batin Antoni terkejut. Tapi, gerakkan jemari Delon yang sudah mengkode Antoni membuatnya mengurungkan niat untuk membawa mayat itu keluar dari ruangan ini.     

'Maafkan aku Anita ... aku tidak sengaja.'     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.