HE ISN'T MYBROTHER

Tempat Berbeda dan Suasan yang Lebih Aneh



Tempat Berbeda dan Suasan yang Lebih Aneh

0Rian mulai melepas kancing di setiap inci baju tidurnya. Sedangkan tubuh Abella yang tadi diangkat Rian telah diturunkan di atas ranjang. Aktivitas yang dilakukan Rian sungguh tak bisa lepas dari manik bening yang masih saja belum bisa berkedip.     
0

"Aku belum memberimu izin. Apa yang mau kau lakukan?" tanya Abella kembali entah sudah kesekian kali.     

Rian membuang begitu saja baju atasannya. Kini tubih penuh otot yang selalu digilai banyak wanita itu telah berada di depan mata Abella, siap untuk dijamah.     

"Kenapa? Sekarang takut, atau ...." Rian sengaja menaikki ranjang dengan merangkak mendekati tubuh istrinya. "Takut," lirihnya dengan senyum menang di sudut bibir.     

Sedangkan Abella terus saja memundurkan tubuh dengan tatapan tegang. Kedua tangan wanita cantik itu meremas spray kuat, Rian benar-benar sedang ingin mengerjainya atau memang menuntut hal itu?     

"Aku sebenarnya tidak pernah tertarik dengan wanita seperti Nona. Tapi, entah kenapa aku tertarik dengan bibirmu ... apa aku bisa merasakan ini." Jemari penuh otot tegas itu menyentuh lembut bibir Abella.     

Rian dan Abella benar-benar melupakan bagaimana hal ini bisa terjadi. Abella yang sedaritadi menolak justru membiarkan tanpa perlawanan sedikit pun saat bibir tebal Rian telah memagut dengan perlahan.     

Entah sejak kapan hal ini terjadi, Rian yang tadi hanya ingin menggoda Abella. Justru termakan dengan permainannya sendiri. Sekarang ia ingin menuntut lebih dari sekedar berciuman tak terbalas yang memabukkan seorang Rian.     

Abella memejamkan mata erat, ia bingung harus bagaimana membalas perlakukan Rian. Ia suka dengan apa yang dilakukan lelaki itu. Tapi, Abella sangat malu untuk sekedar merespon semampunya.     

Desahan Rian begitu kentara terdengar. Tangan itu telah terulur untuk menyusup ke belakang tengkuk Abella. Peduli setan dengan balasan, bibir lembut Abella lebih nikmat dari bibir wanita lain yang pernah berciuman dengannya.     

Kedua mata Abella tiba-tiba terbuka lebar saat ia merasakan dadanya tersentuh dari dalam dengan sedikit remasan lembut di sana. Ia reflek mendorong tubuh kekar di depannya yang memang sedang tidak menguatkan tenaganya.     

Seluruh tubuh Abella terlalu sempurna untuk seorang wanita cacat.     

"Aagghh... jangan!"     

Rian jelas terkejut. Ia tidak pernah ditolak oleh siapa pun. Terkecuali Abella saat ini. Ia pikir wanita itu menikmati apa yang telah dilakukannya saat ini, tapi lihatlah sekarang dia justru menghapus jejak saliva Rian.     

"Aku mengantuk. Aku ingin tidur." Dua kalimat itu juga langsung menggulung tubuh Abella di bawah selimut tebal.     

Tubuh Rian yang sudah memanas tiba-tiba terasa membuatnya semakin menggila. Ia sudah sangat menginginkan haknya sebagai seorang suami. Seperti apa yang telah dikatakan lelaki itu. Dia sudah tidak tersentuh oleh wanita-wanita lain semenjak dendam Rian lebih mendominasi.     

Napas terhela berat dan panas. Wajah tampan itu terusap frustasi menyadari saat dirinya tak mungkin memaksa Abella untuk melakukan yang inginkan. Tanpa persetujuan wanita cantik itu.     

"Maaf, dan selamat tidur," ucap Rian seraya mengusap pucuk rambut Abella dengan lembut. Ia beranjak turun dari ranjang untuk menjernihkan pikirannya.     

Atau justru melampiaskan dengan caranya sendiri. Yang terpenting sekarang, Abella tidak merasa terganggu dengan kehadirannya saat ini. Bisa kacau jika Abella mengadu pada Hernandes. Dan kontrak itu bisa batal tanpa dirinya mendapatkan apa pun.     

Suara pintu kamar mandi tertutup membuat Abella kembali membuka mata cepat. Wanita itu membuang napas dengan kasar seraya memegang dada yang berdegub begitu kencang tak beraturan.     

"Aku tidak bisa melakukannya. Dia benar-benar sudah sangat ahli. Aku takut dia justru akan membenciku karena balasan burukku," gumam Abella yang sudah menangkup wajahnya dengan kedua tangannya.     

Abella menarik selimut tebal itu semakin menutupi tubuh kecilnya. Ia tidak bisa tidur karena ciuman pertama yang telah diambil.oleh Rian dan lebih parahnya Abella menikmati setiap sentuhan yang diberika Rian.     

"Kenapa bisa seperti ini? Padahal aku tidak membalasnya ... apakah Rian akan benar-benar membuat tidurku selalu terganggu seperti ini?" tambah wanita cantik itu. Tubuhnya tak bisa berhenti bergerak merasakan panas dalam tubuhnya.     

Sedangkan Rian sudah menikmati pelepasannya yang harus ia lakukan dengan gerakan lima jari.     

Bahkan air dingin yang membasahi tubuh kekarnya tak bisa memadamkan panas dalam tubuhnya, dan satu hal yang belum bisa membuat dirinya lupa yaiyu tangannya yang barusa saja menyentuh bukit besar Abella yang begitu menggiurkan di bayangan Rian.     

"Abella Hernandes ... seperti yang aku katakan tadi. Dan hari-hari yang lalu, aku tidak pernah membayangkan ini terjadi padaku. Tapi, tubuh dan cara berpikirmu membuatku mengggila." Monolog Rian seraya meremas kepalan tangan yang menyentuh dinginnya dinding kamar mandi Abella.     

"Abella! Seharusnya malam ini aku bisa mendapatkanmu!" teriaknya sekali lagi seraya melepaskan pukulan di depan permukaan dinding di sana.     

***     

Delon sedikit menggerakkan kepalanya yang terkatung tidak sadarkan diri. Ia merasa kepalanya berdenyut karena beberapa lupa dan pukulan yang mungkin mempengaruhi dirinya.     

Kedua kelopak mata Delon perlahan terbuka dengan perlahan, mendapati pemandangan kabur yang kini sedang memenuhi pantulan matanya. Dan perlahan pemandangan itu semakin jelas. Dan tubuh kekarnya kugantak bisa bergerak dengan leluasa.     

Kesadaran itu telah penuh dengan sempurna. Kini kepala itu memutar ke kanan lalu ke kiri dengan tergesa. Dan saat pandangannya bergerak ke kiri ia menemukan Antoni yang masih pingsan dengan kepala tertunduk tak sadar.     

"Sialan, dia menggunakan cara liciknya untuk membuatku dan Antoni pinsan," gumam Delon yang masih berusaha untuk menggerakkan tubuh. Tapi, ikatan itu terlalu kuat untuk ia lepas.     

"Heei, bangun! Kau ingin tidur terus! Bangunnn!" Delon menabrakan tubuhnya di dengan tubuh Antoni yang terikat dengan bangku mereka masing-masing.     

Antoni masih belum sadarkan diri. Dan saat tubuh Delon menabarakan untuk terakhir kalinya dengan hentakan begitu keras. Perlahan suara batuk menusuk gendang telinga Delon.     

"Uhuk ... apa yang terjadi?" tanyanya membuat Delon berdecak. Tapi, mengingat Antoni yang samar-samar terlihat menyelamatkan dirinya rasa kesal itu menguar dengan begitu cepat.     

"Kita ditahan lagi. Lelaki misterius itu mengeluarkan anak buah yang lebih banyak. Sehingga aku menemanimu di sini," jelas Delon yang dibalas dengan tatapan Antoni yang telah menyebar di ruangan yang berbeda lagi.     

Berbeda dari yang sebelumnya.     

"Kita dipindah. Ini di mana? Kenapa ada dua tali menggantung di sana ...." Antoni menunjuk dengan pandangannya yang menajam ke arah dua benda di depan mereka. "Dan ada alat-alat aneh. Seperti penyiksaan." Lanjutnya.     

Delon mengikuti suara Antoni dan langsung mengarahkan pandangannya di sana. Kepala itu menggeleng saat ceceran darah yang telah mengering membasahi lantai di sekitar alat-alat aneh tersebut.     

"Dia gila! Lelaki seperti apa yang sekarang melawan kita ... dia sspert—"     

"Psikopat. Dia benar-benar gila melebihi kau!" sahut Antoni seraya menoleh ke arah Delon dengan tatapan yakin.     

Delon mengernyitkan kening saat mendengar tuduhan lelaki di sampingnya. "Aku tidak salah dengar hah? Siapa yang tiba-tiba nyerang perusahaanku?"     

Antoni berdecak, ia lupa dengan kejadian itu. "Kenapa kau masih mengingat kejadian itu. Padahal aku sudah membayarnya kemarin."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.