HE ISN'T MYBROTHER

Kau Istriku Sebaiknya Selesaikan Malam Pertama Ini



Kau Istriku Sebaiknya Selesaikan Malam Pertama Ini

0Delon dan Antoni mengulas senyum dengan kedua mata saling mandang satu sama lain, saat mendapati seluruh orang yang berada di sana terjatuh dengan beberapa yang pingsan.     
0

Satu tembakkan tepat sasaran Delon arahkan pada tangan lelaki yang bersembunyi di dalam kegelapan. Meski, di dalam sana tanpa penerangan apa pun. Delon bisa melihat pergerakkan kain yang dipakainya.     

"Tuan, kau tidak apa-apa?" tanya salah satu anak buah lelaki misterius itu yang mendapati wajahnya terkena cipratan darah yang dia tahu pasti dari Tuannya.     

Tawa terdengar nyaring di antara kecemasan dan keberhasilan dari Delon dan Antoni. Tidak berapa lama suara tubuh yang terjatuh di atas lantai membuat Antoni memundurkan langkah.     

Kedua mata hitam legam itu menatap fokus pada seseorang yang sudah tak bernapas lagi.     

"Apa itu yang mambuat kalian tersenyum? Aku tidak pernah mati dengan kehendak kalian. Tapi, aku akan mati dengan membuat kalian mati terlebih dulu," ucapnya dengan dingin seakan telah membuat Delon dan Antoni masuk ke dalam jebakkannya.     

Hawa dingin membeku yang Delon rasakan di sini sudah tidak ada lagi. Sepertinya lelaki itu sengaja memberi temperatur yang berbeda untuk membuat dirinya dan Antoni kekurangan oksigen.     

"Kau ingin membunuh kami dengan cara apa? Kau bahkan tak terlihat. Aku ragu dengan pembualanmu, Tuan Bayangan. Apa harus seperti itu aku memanggilmu?" tanggap Delon saat dengan bersikap normal meski ia bingung harus melakukan apa lagi.     

Mengingat sasaran tembakkannya justru terarah pada anak buahnya yang sepertinya memang sengaja diletakkan di antara tubuh itu.     

"Apa pun itu .. jika bisa membuatmu tersenyum untuk terakhir kalinya," balasnya tak kalah memberi senyum seringai yang tergores di sana dalam kegelapan.     

Lelaki dalam bayangan hitam itu mengulurkan tangan untuk meminta sesuatu yang sudah dia persiapakan sejak awal.     

Tanpa menunggu hitungan, sebuah besi panjang dengan ujung memerah membara terlempar begitu jauh seperti sebuah tombak ke arah mereka berdua.     

Dengan mata yang masih terbuka lebar, Antoni dengan cepat menarik tangan Delon hingga lelaki itu terjatuh di atas lantai dan Antoni yang berniat ingin menghindar pun harus tersentuh bagian panas itu hingga memberi luka bakar di tangannya.     

Tak hanya serangan itu yang membuat bibir tebal menaikkan sudut bibirnya. Tapi, sesuatu yang dia tarik dari jemarinya membuat senyum jahat itu semakin berkuasa saja.     

DOR!     

DOR!     

Dua tembakan itu berhasil dihindari tubuh Antoni seraya memegang tangannya begitu sakit dan Delon yang telah bergerak tiarap di atas lantai.     

"Tangkap mereka berdua!" Perintah itu begitu lantang terdengar di saat tubuh Antoni dan Delon sedang tak berdaya di atas lantai.     

"Baik, Tuan!"     

Mereka berdua tidak bisa diam saja dengan keadaan seperti ini. Mereka adalah pimimpin yang sudah melewati keadaan yang lebih parah dari ini. Maka, hidup dan mati harus mereka hadapi.     

Delon dan Antoni saling mengangguk yakin. Begitu banyak anak buah lelaki misterius itu yang bekerja untuk bisa menangkap dirinya dan Antoni.     

Delon menendang dengan kedua kaki panjangnya secara bergantian di setiap tubuh mereka yang saling memberi perlawanan pada Delon. Tak banyaknya juga dari mereka yang terjatuh tersungkur dengan darah keluar dari mulut.     

"Kau bahkan bukan lawanku! Kalian tak akan bisa mengurungku dan Antoni di rumah busuk ini!" seru Delon saat pukulannya sudah mengantam seluruh inci wajah setiap lawannya.     

Dan satu lagi pukulan yang akan dilayangkan lewat udara ... tapi, baru saja Don ingin memberikan pukulan yang tak akan terlupakannya, namun sebuah pukulan keras pada punggungnya membuat tubuh Delon tersungkur dan tak sadarkan diri di atas lantai.     

"De-Delon ...."     

Antoni yang mendadak cemas melihat tubuh Delon yang sudah terinjak-injak oleh beberapa di antara mereka membuat konsentrasinya hilang.     

Saat tangan itu ingin meraih tangan Delonnyang terjulur dengan penuh luka. Sebuah pukulan dari balok besar di luka bakarnya yang begitu parah membuat Antoni mengaduh kesakitan.     

Dan di saat itu pula, sebuah pukulan di tengkuknya membuat Antoni terjatuh di depan tubuh Delon.     

"Mereka pingsan, Tuan," ucap salah satu dari mereka dengan napas terengah menatap bayangan hitam di sana.     

Senyum yang tadi sempat tergores di sana, sekarang telah menghilang bergantian dengan kerutan tegas di setiap lapis bibir tebal itu.     

"Bawa mereka di tempat yang seharusnya."     

Sedangkan di sisi lain Abella nampak ragu untuk menyusul Rian yang sudah berbaring di atas ranjang dengan sebuah laptop yang terjangkau di sana.     

Wajah putih bersih dengan guratan tegas di sana menambah pesona Seorang Rian tak terhindarkan lagi. Siapa wanita yang menolak tidur dengan lelaki tampan seperti itu?     

Tapi, Abella justru semakin takut hanya untuk sekedar memutar kepala di saat ia sudah menyelesaikan membersihkan wajahnya dari berbagai riasan tadi pagi hingga menjelang sore.     

"Kamu sedang tidak menghindari ku 'kan Nona? Apa kau takut aku akan memakanmu sekarang?" tanya Rian yang masih memfokuskan pandangannya pada sebuah pekerjaan yang seharusnya dia selesaikan kemarin.     

Abella menghembuskan napas pelan dan sangat hati-hati. Ia tidak mau jika Rian akan menertawakan dirinya yang baru pertama kali satu ruangan dengan seorang lelaki.     

"Tidak, aku tidak takut!" kilah Abella seraya meremas ujung bajunya sendiri. Bola mata hitamnya beredar tak beraturan di segala arah hanya untuk membuatnya tenang.     

Suara laptop tertutup.membuat jantung Abella semakin berdegub tak beraturan.     

"Baiklah. Kita lakukan malam pertama kita sekarang. Aku sudah berbulan-bulan tidak melakukannya ... dan agar kita bisa mengakhiri perjanjian ini sesuai dengan keinginanmu tadi. Bagaimana?"     

Suara Rian yang seperti itu membuat Abella menjadi semakin tak bisa berlama-lama di sini. Ia perlu udar segar. Karena sedaritadi diamnya Rian, Abella pikir sebagai tanda kemarahan tentang kontrak yang selalu Abella bahas.     

"Aku sedang tidak ingin berdua dengan seorang lelaki. Aku akan keluar sebentar memanggil pelayanku. Jika, kau sudah mengantuk tidurlah terlebih dulu," tanggap Abella yang sudah menekan tombol di kursi rodanya.     

Benda itu pun bergerak berjalan ke arah pintu. Tidak menunggu lama tubuh Abella memang sudah semakin dekat, tangan itu terulur untuk meraih gagang pintu. Tapi, bunyi suara pintu terkunci tiba-tiba membuat kepala wanita cantik itu mendongak.     

"Ada apa? Kenapa dikunci?" tanya Abella bingung.     

Rian yang sudah berdiri di sana langsung membungkukkan tubuh, melepaskan pandangan lekat pada kedua manik hitam lemah di depannya.     

"Kita belum ritual malam pertama. Bagaimana bisa Nona sekejam itu? Meski aku hanya suami di atas kertas dan dibayar ayahmu untuk mendapatkan anak. Tetap saja kau istriku sekarang ... aku bebas melakukan apa pun itu," jelas lelaki tampan itu panjang lebar yang membuat kedua mata Abella membulat seketika.     

"Kanapa mulutmu seperti tak punya malu seperti itu? Meski aku hanya wanita cacat, tak seharusnya kau mengatakan hal seperti itu. Aku tidak mau sekarang!" tungkas Abella menolak dengan penuh yakin.     

Rian mengulas senyum simpul mendengar jawaban Abella.     

"Tapi, aku menginginkan sekarang."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.