HE ISN'T MYBROTHER

Itu Asap Beracun



Itu Asap Beracun

0"Menikah dengan siapa? Aku benar-benar tidak percaya seorang artis terkenal ingin menikah ..."     
0

"Katakan padaku, siapa yang beruntung mendapatkan hatimu, Kak?" sambung Rachel begitu bersemangat karena ini tandanya Aster sudah melupakan perasan sukanya pada Rachel.     

Aster tersipu malu sembari mempermainkan anak rambut Nathan. Ingin rasanya Aster mengatakan semuanya. Tapi, di sini ada Nathan dan tak mungkin ia mengatakan hal tersebut.     

"Dia manajerku sendiri. Aku tidak pernah tertarik dengan sesama artis ... dia lebih tahu aku seperti apa. Jadi, aku memutuskan untuk mengakhiri semuanya dengan dia," ungkapnya.     

Aster dikode Rachel untuk mengubah gaya bicaranya agar Nathan tidak meniru di umurnya yang masih kecil. Karena sudah beberapa kali perkataan Sellyn ditirukan putri kecilnya.     

"Baiklah, aku paham. Selamat untuk pernikahanmu ..."     

"Nathan juga mau ikut Mama ke pernikahan Om Aster? Tapi, nggak boleh bikin Nefa nangis satu Minggu. Bagaimana?" Lanjut Rachel pada sang putra yang langsung mencebikkan bibir.     

Rachel tertawa dalam hati mendapati ekspresi tidak terima Nathan. Ia tahu syarat itu sangat sulit dipenuhi kedua anak kembarnya, mengingat satu hari saja Nefa bisa hingga tiga kali karena ulah Nathan. Apalagi seminggu?     

"Nggak bisa, Mama. Nefa itu cengeng. Dari dulu nggak hilang cengengnya," celetuk Nathan yang akirnya ikut berbicara.     

Aster mengusap pucuk kepala Nathan dengan gemas. Ia sudah menganggap bocah laki-laki itu adalah putra sendiri sejak di dalam kandungan Rachel.     

Saat perempuan cantik di depannya ngidam dan Delon tidak memenuhinya, Aster berasa menjadi seorang suami yang sesungguhnya.     

Ia bahkan bermimpi bisa menjadi suami Rachel. Namun, kenyataan berbanding terbalik dengan keinginannya. Dia dan Rachel tidak ditakdirkan bersama.     

Mungkin saja anaknya kelak akan berjodoh dengan salah satu anak Rachel untuk mewakilkan perasaanya saat ini.     

"Kenapa calon istrimu tidak kamu ajak ke sini, Kak? Aku juga ingin mengenalnya. Apa dia sangat baik?" tanya Rachel sekali lagi.     

Aster mengangguk. Hatinya begitu terluka saat mengulas senyum saat menambah jawabannya semakin meyakinkan.     

"Sangat baik."     

'Dia terlalu baik sampai gue tega memperkosa dan selalu menyebutkan namamu seiring kejadian itu terjadi,' batin Aster begitu menyesal.     

Ia tidak tahu efek dari minuman yang diberikan teman artisnya ternyata mengandung obat perangsang ditambah lagi minuman itu tingkat alkholnya begitu tinggi.     

Sekarang ia takut jika wanita itu hamil, dan ia harus bertanggung jawab atas pernikahan teman sekaligus manajernya tersebut yang gagal karena ulahnya malam itu.     

Andai Rachel tahu bagaimana perasaan Aster yang masih begitu besar untuk perempuan cantik itu pasti dia akan membenci Aster di setiap helaan napas.     

"Aku senang jika memang dia baik. Aku tidak akan terima jika dia tidak baik untukmu. Biar aku saja yang akan memilihkanmu, jika memang dia mengecewakanmu, Kak," sahut Rachel seraya menjulurkan tangan, menepuk-nepuk bahu kekar itu.     

Lelaki tampan itu mengangguk di sela senyum simpul yang terlukis di wajah sempurnanya itu. Ada banyak ungkapan yang ingin ia katakan sebelum pernikahan itu terjadi. Tapi, sepertinya keadaan tidak mendukung dirinya.     

Sepertinya Tuhan meminta Aster untuk mengubur perasaan itu dalam-dalam. Karena Rachel hanya tahu, jika perasaannya begitu tulus.     

"Nathan papamu ke mana? Kenapa Om tidak melihatnya?"     

Nathan masih mempermainkan ponsel Mamanya, jemari kecil itu seperti sangat sibuk bergerak. Dia bahkan hanya membalas perkataan Aster dengan fokus matanya ke arah layar ponsel.     

"Bekerja di luar Negeri, Om. Nathan juga tidak tahu kapan pulangnya. Apa Om Aster mau menginap? Di kamar Nathan masih bisa kok, Om!" tawar bocah laki-laki itu, yang sekarang sudah menghentikan permainan yang sedang ia lakukan. Setelah jari mamanya ikut bekerja di sana.     

"Tidak, Jagoan! Itu tidak baik. Kecuali papamu ada di rumah, baru Om mau menginap. Boleh kan Chel?" Rachel mengangguk memenuhi pertanyaan Aster.     

"Asal tidak suka mengompel seperti—"     

"Mamaa, stop! Itu sangat memalukan!" teriak Nathan tiba-tiba dan seketika menghentikan apa yang akan dikatakan Rachel dengan tawa mengejek pada sang putra.     

"Memang seperti siapa? Mama aja nggak tahu. Hahaha."     

***     

Delon dan Regan sudah sampai di ruangan pengap dan penuh dengan sarang laba-laba itu. Di sana ada sebuah kursi dengan sebuah tali yang masih menggantung di kayu kursi tersebut. Dan masih terlihat putih bersih, itu artinya benda tersebut masih sangat baru digunakan.     

"Tangkap ini!"     

Suara Delon membuat Regan gelagapan saat menerima sebuah pistol putih yang terasa begitu berat.     

"Sialan, lo! Gue hampir jantungan. Eh, tapi ngomong-ngomong ini pistol siapa? Punya lo?" tanya memberondong Regan yang membuat kepala Delon menggeleng.     

"Pistol penculik itu. Dia ceroboh! Jangan sentuh apa pun dengan tangan lo. Kita harus selalu pakai sarung tangan. Kejahatan di Negara orang lain akan susah kita tangani," jawab Delon sembari memberi penjelasan pada Regan yang sedaritadi masih saja menolak memakai sarung tangan.     

Regan mengangguk, ia menjadi ingat kisahnya yang dulu. Dan Apa yang dikatakan Delon memang benar, ia dulu hampir saja menjadi tersangka dalam kasus pembunuhan yang tak pernah ia tahu mulainya dari mana.     

Mulai sejak saat itu, Regan meminta bantuan Delon. Permasalahan yang merumitkan itu mampu Delon putar balikkan pada sang penuduh Regan.     

Jadi, apa pun yang Delon katakan terkadang memang Regan begitu keras kepala menolak. Tapi, di sisi lain Regan juga memahami cara melindungi Delon sedikit berbeda dengan orang lain.     

"Baik, Boss! Anda memang yang terbaik!"     

Delon hanya menggeleng samar saat mendengar pujian dari asisten pribadinya tersebut. Di saat kedua matanya masih berada di bawah lantai dengan berbagai barang berselerakan. Tiba-tiba sepatunya begitu aneh, seperti menginjak sesuatu.     

Tubuh kekar itu membungkuk dengan tangan yang terulur ke bawah. Perlahan kaki itu terangkat, ia melihat sebuah kertas putih di sana. Kedua manik mata tajam Delon tertuju pada kertas tersebut.     

Sebuah kertas yang Delon pikir hanya sampah saja ternyata sebuah foto. Dan foto tersebut adalah foto dirinya dan Antoni saat masa perkuliahan dulu yang didukung dengan filter kelam.     

Akan tetapi tidak bisa memudarkan senyum kebahagian di antara mereka berdua.     

"Lo nemu apa lagi?" Regan melongok ke arah sesuatu yang dipegang Bossnya. Lelaki berkaca mata itu semakin bingung dengan barang-barang yang ditemukan oleh Delon. Setelah besi panjang, pistol, dan kali ini sebuah foto?     

Delon masih menerka ada apa di balik foto ini. Tapi, dirinya tetap saja tidak menemukan hal yang aneh dalam foto tersebut.     

Dan mendadak suara riuh di luar halaman rumah ini membuat Delon dan Regan bergegas melihat dari jendela kaca yang sudah tidak lagi jelas. Namun, masih bisa digunakan untuk melihat situasi di bawah.     

"Ada asap Lon! Kenapa di rumah sesepi ini masih ada asap? Memang siap yang membakar sampah?"     

Delon memicingkan mata. Ia melihat ada beberapa orang asing yang sengaja menembakkann asap dengan suara yang begitu halus.     

"Itu asap beracun!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.