HE ISN'T MYBROTHER

Pernikahan Akan Terjadi



Pernikahan Akan Terjadi

"Jangan gila di sini. Kau bisa mati jatuh dari sini jika sekali salah gerak saja!"     

Peringatan Delon membuat Regan bergidik. Ia yang semula ingin menggoda Bossnya sekarang mulai tidak berkutik. Ia berjalan sesuai arahan Delon, ia tidak mau sampai kakinya terjerembab dan jatuh dari lantai empat ini.     

"Untuk apa kita ke sini? Dia juga tidak bodoh meninggalkan jejak di sini, Lon!" ujar Regan yang seperti tak setuju datang ke rumah angker ini yang seperti tak pernah dijamah oleh siapa pun.     

Nyatanya, rumah ini dijadikan sebagai sarang penjahat.     

"Kau yang bodoh. Lihat seluruh tempat ini yang tak pernah terlihat oleh siapa pun. Mungkin saja mereka meninggalkan barang penting, dan hal tersebut bisa membantu kita bertemu dengan Antoni," jawab Delon dengan lirih juga. Ia tidak mungkin menjawab dengan suara menekan, karena itu akan menambah beban dalam pijakan kakinya.     

Regan membalas dengan mengendikkan bahu. Ia sudah tak tahan lagi untuk berlama-lama di sini dengan berjalan mengendap seperti di atas awan.     

"Kenapa lama sekali mau sampai ke tempat itu?" Regan menunjuk ke arah sebuah ruangan seperti sebuah kamar. "Gue duluan deh, lo belakangan aja." Lanjutnya yang langsung berjalan cepat tanpa peduli dengan struktur lantai yang berbahan kayu itu sudah menunjukkan suara khasnya.     

"Lo, gilaa hah? Ini lantai empat. Kalau lo mau mati cepat nggak masalah ... jangan panggil gu—"     

PYAR!     

Kalimat Delon terputus saat mendengar suara kaki Regan terperosok ke dalam lantai kayu rapuh. Serpihan itu bahkan berjatuhan dari atas lantai empat ini dan menimbulkan bunyi hempasan yang cukup kerasa dari sebuah papan yang ambrol tadi.     

Suara geraman gigi yang ditahan membuat Delon tersadar jika Regan masih menahan tubuh itu agar tetap tertahan di atas dengan memegang sebuah pilar.     

"To-tolong!"     

"Lon, tolong gue!" mohon lelaki berkaca mata itu saat mendati sebuah pilar kecil itu juga mulai mengeluarkan suara rentakkan. Buliran kristal peluh sudah membanjiri kening Regan. Ia melirikkan kedua matanya yang teraling kaca mata.     

Kedua kaki terjuntai di atas lantai penuh debu membuat Regan benar-bernar ketakutan. Pasalnya lantai di bawahnya cukup tinggi, dan ia tidak bisa membayangkan bagaimana jika tubuhnya terhempas begitu kuat di bawah sana.     

Apa kabar dengan istri dan anaknya? Apa ia rela membiarkan Sellyn menjadi janda? Astagaa, bayang-bayang menyeramkan itu menghantui Regan saat ini. Apalagi ia tidak mendengar jawaban dari Delon.     

"Lonn, lo ke mana? Bantuin guee, gue nggak mau mati konyol!"     

Regan semakin cemas saat mendapati suara retakkan pilar itu semakin kuat saja terdengar di telinga Regan.     

"Ambil ini!" teriak Delon menjulurkan sebuah besi panjang yang ia dapat dari sebuah kamar di ujung ruangan ini.     

Regan mengalihkan manik mata hitam bergetarnya pada benda pemberian, lalu ia menggeleng. Ia ragu saat mengalihkan pegangannya pada sebuah besi yang bisa saja licin dan membuatnya terjatuh dengan seketika.     

"Kalau nggak mau mati cepat pegang! Kita nggak punya banyak waktu!" ucap Delon memaksa. Keadaan sudah tidak memungkinkan jika Regan terus saja mengulur waktu.     

"CEPAT!" teriaknya lagi.     

Dan mau tidak mau Regan mengangguk seraya menelan ludahnya kasar. Dengan bergetar satu persatu Regan mengalihkan tangan ke arah besi yang dijulurkan Delon.     

"Astagaa, Lon! Gue takuuut!" teriak Regan yang mengarahkan pandangan kembali ke bawah.     

"Jangan lihat bawah!"     

"SATU ... DUA ... TI ... GAAAA!" Delon menarik dengan seluruh tenaganya hingga tubuhnya terpental jauh, dengan napas terengah ia melihat tubuh Regan tertelungkup.     

Senyum sumringah atas keberhasilannya membuat seluruh usahanya tidak sia-sia. Sungguh perjuangan yang menakutkan, jika tidak segera menarik besi itu, ia pastikan Regan akan segera melepas genggaman pada besi tersebut.     

"Bangun! Lain kali jangan ceroboh!" teriak Delon di ujung sebuah ruangan tersebut.     

Sedangkan Regan perlahan mengangkat kepala setelah kedua matanya memejam erat. Ia mengedarkan mata ke sekitar ruangan di mana tubuhnya berada.     

"Gue selamat? Ya Tuhan ... gue janji bakal bikin adik buat Firaa!" ucap lelaki berkaca mata itu saat mendapati lubang yang begitu dalam yang sempat menjerumuskan tubuhnya sangat jauh darinya.     

Regan akhirnya mengarahkan pandangan ker arah Delon yang searah dengan dirinya. Tapi, jarak mereka cukup jauh. Bibir itu mengulas lengkung senyum di wajah penuh peluh dingin itu.     

"Thanks, Bro!"     

Delon mengangguk seraya mengatur napas.     

***     

Rumah megah Hernandes mulai mempersiapkan segalanya. Mulai dari tatanan bunga palsu yang ditata dengan begitu apik. Setelah itu, beralih meletakkan gaun pengantin yang telah dipilihkan seseorang untuk Abella dan diletakkan di kamar sang calon pengantin.     

"Non Abella, lihatlah gaun pernikahanmu begitu cantik dan suamimu juga sangat tampan. Tapi, jika mengingat ceritamu. Aku yakin dia menyembunyikan kebusukkan di balik wajah tampannya itu," ucap Veni sembari memandangi gaun putih berbentuk payung dengan manik-manik berlian memenuhi setiap jengkal dari gaun tersebut.     

Venni yakin jika Abella menggunakan gaun ini pasti akan sangat cantik. Karena wajah Nona sekaligus sahabatnya begitu cantik seperti almarhum nyonya besar rumah megah ini.     

Namun Abella hanya diam saja. Ia bahkan enggan untuk menatap gaun putih itu.     

"Antar aku ke taman, Ven. Aku ingin melukis di sana ...."     

Permintaan Abella membuat pandangan Venni berubah ke arah Nonanya. Kata melukis membuat ia menghela napas dalam-dalam. Sebenarnya ia juga khawatir dengan pernikahan ini, apakah benar acara sakral itu yang terbaik untuk Abella?     

"Taman belakang?" tanya Venni untuk memperjelas ajakan ambigu Abella. Karena ada dua tempat favorit dari sahabatnya tersebut.     

Abella menggeleng. "Taman di luar rumah. Aku nggak mau mendengar suara mereka yang berisik," balasnya dengan nada malas.     

Venni hanya bisa membungkukkan tubuh di saat Abella mengontrol kursi rodanya untuk membelakangi Venni.     

Hernandes yang sedang berada di lantai bawah benar-benar sedang sibuk memperindah pernikahan putrinya yang mungkin akan berkahir begitu menyakitkan nantinya. Setidaknya pernikahan ini telah berbekas indah di hati Abella.     

"Jangan letakkan di sana ... kau bisa pindah di sisi kiri. Aku tidak terlalu suka dengan peletakkan bunga itu," komentar Hernandes saat melihat orangnya salah meletakkan untaian bunga kesukaan putrinya.     

Tidak begitu lama ia mendengar suara roda yang mendekat ke arahnya. Senyum terbit di sana untuk membalik tubuh. Ia sudah bisa menebak siapa yang akan datang menghampiri dirinya.     

"Sayang, kenapa kamu di sini? Apa kamu sudah mencoba gaun gambaranmu sendiri? Papa begitu terkejut saat membuka designanmu yang tertempel di album foto. Sangat cantik bukan?" ucap antusias lelaki paruh baya tersebut.     

Beruntung ia bisa menemukan berbagai rancangan gaun pernikahan Abella yang selalu ia simpan. Dan akhirnya ia bisa mewujudkan sekarang.     

Venni menutup mulut saat mendengar perkataan Tuan Besarnya. Meski ia tahu Abella senang melukis, tap ia tidak menyangka gaun indah itu adalah hasil karya Nonanya.     

"Nonaa, Anda sangat hebat! Saya tidak menyangka!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.