HE ISN'T MYBROTHER

Antoni Berkunjung ke Sebuah Tempat



Antoni Berkunjung ke Sebuah Tempat

Mulut enteng Regan begitu saja menjawab gumaman Rachel tanpa sengaja. Karena informasi sepenting itu juga harus diketahui oleh patner kerjanya. Siapa saja pemilik dan bebagai perusahaan yang kini bekerja sama dengan perusahaan Delon dan apa kelemahannya.     
1

Regan rasa ia tak perlu membenarkan lebih jauh tenatng itu semua untuk menyegarkan kembali ingatan Rachel.     

"Dan untuk dokumen yang satu ini ... adalah daftar CEO dan asisten pribadinya." Regan kembali meletakkan satu dokumen penting di depan meja Rachel. "Mereka biasanya akan menghubungimu untuk menanyakan berbagai hal tentang kontrak. Bagaimana, sejauh ini paham, Chel?"     

Rachel menjawab dengan mengangguk kembali. Dokumen yang sempat menarik perhatiannya telah ia tutup. Perempuan itu harus mementingkan pengetahuan tentang perusahaan daripada kekepoan dirinya.     

"Okelah, tuh lihat ... suamimu sedang melihat ke arah kita. Aku pergi dulu kalau begitu," ucap Regan bergerak membalikkan tubuh, berjalan ke arah pintu keluar ruangan Rachel.     

Rachel mengalihkan pandangan ke arah titik yang dimaksud Regan, dan ia benar melihat suami tampannya sedang mengulas senyum ke arah Rachel dengan kedipan mata memabukkan itu.     

Hembusan napas panjang mengiringi senyum cantik Rachel membalas tatapan Delon di seberang sana. Seharusnya meja ini adalah meja Regan, tapi Delon memaksa untuk dirinya berada satu ruangan dengannya. Dan perintah tersebut tak bisa terbantahkan lagi     

Delon mengkode tangan dengan membentuk sebuah ponsel yang diletakkan di depan telinga. Rachel membalas dengan mengerjapkan kedua kelopak mata indah yang dihiasi bulu mata lentiknya.     

Rachel yakin jika Delon bisa membaca jawaban darinya.     

Lelaki tampan itu sudah meletakkan benda aslinya di dekat telinga. Tidak menunggu lama suara lembut membelai gendang telinganya.     

"Sayang, kamu sudah lapar?" tanya Delon dengan kedua mata hitam menatap lekat permata hatinya di seberang sana yang juga menayap ke arah Delon.     

"Kamu jangan aneh-aneh. Ini baru jam berapa, nanti kamu dianggap mempunyai skandal dengan wakil sekretaris kak Regan," ucap Rachel dengan tartawa kecil. Kebiasaan suaminya tak pernah hilang, ia bahkan takut jika suaminya akan dianggap sebagai atasan yang tidak profesional.     

Delon mengarahkan pandangan ke arah jarum jam yang tepat berada di dalam fokus manik hitamnya. Jarum jam itu menunjukkan pukul sembilan pagi. Dan begitu aneh jika lelaki itu bertanya seperti tadi.     

Akan tetapi, bukan Delon namanya jika tidak memiliki alasan untuk menghindari citra ketampanan dan kewibawaan dirinya di hadapan sang istri.     

"Ini adalah jam rawan, Sayang. Seluruh orang yang bekerja akan tahu jika mereka akan lapar dengan cepat di waktu seperti ini, mereka bisa saja salah memilih sarapan yang tepat. Termasuk kamu, kamu yang selalu menghindari makanan berserat."     

Tawa kecil terdengar di ujung telpon Delon. Rachel mengerutkan kening mendapati suaminya selalu saja mengejek dirinya yang tak pernah menyukai makanan tersebut.     

"Intinya aku belum lapar, Kak. Apa jangan-jangan kamu yang lapar?" tanya perempuan cantik tersebut yang dijawab dengan gelengan kepala.     

"Tidak, Sayang. Kalau kamu tidak lapar, aku juga. Ohya, apa kamu sudah mempelajari berkas kerja sama yang diberikan Regan?"     

Mendengar perkataan Delon, pandangan itu kembali tertuju pada dokumen yang sempat ia buka tadi. Hanya membaca sebuah nama, dan kemudian ia tutup setelah Regan kembali memberi berbagai aturan di perusahaan ini.     

"Belum, Kak. Nanti aku akan mempelajarinya, dan menbawa ke mejamu kalau kontrak ini sudah sesuai dengan isi perjanjian," balas Rachel     

"Baiklah, Sayang. Aku menunggumu... berkerjalah dengan semangat!" ujar Delon seraya menggerakkan jemarinya di atas sebuah kertas. Tatapan tajam itu juga terfokus ke bawah dan membuat Rachel penasaran apa yang sedang suaminya lakukan.     

"Kak, kamu se—"     

Rachel menghentikan kalimatnya yang akan segera meluncur bebas. Namun, saat dua bola mata coklat mata beningnya terarah pada sebuah kertas yang terpegang di antara jepitan jemari Delon, senyum cantik itu terbit dengan indah.     

Di atas kertas putih itu, tercoret sebuah kalimat yang membuat seluruh wanita btak kuasa menahan air mata, termasuk dirinya, Rachel.     

I LOVE U MY WIFE     

Rachel menyeka linangan air mata haru dari pelupuk mata. Delon selalu memberinya hal romantis yang begitu simple, namun begitu berkesan.     

"I love you too, My Husband."     

"Aku ingin memelukmu." Lanjut Rachel yang membuat lelaki tampan itu menerbitkan senyum tampan menatap berbinar pada manik coklat berkaca-kaca di seberang sana.     

Tubuh kekar itu bangkit dari bangku kebesarannya. Tidak ada permintaan dari Rachel yang tidak ia turuti. Ia akan sangat bahagia jika Rachel hanya akan menggantungkan apa pun padanya.     

Langkah panjang itu sengaja Delon percepat untuk bisa sampai di mana istrinya berada. Dan ketika langkah itu terasa begitu lama, Delon memutuskan untuk berlari.     

Rachel sudah melebarkan kedua tangan di sana untuk menyambut kedatangan sang suami tampannya. Pelukan hangat penuh cinta akhirnya mereka dapati.     

Delon memeluk tubuh ramping itu dengan erat. Mencium pucuk kepala itu berkali-kali. Ia senang bisa melihat Rachel setiap hari dan mampu menjalani hari tanpa memandang kekurangan yang kini ia hadapi.     

"Aku sangat mencintaimu, Kak." Rachel mengucapkan di dalam dekapan dada bidang itu.     

"Aku lebih mencintaimu, Sayang. Bertahanlah beberapa saat lagi. Aku yakin kamu bisa menghadapi ini semua," balasnya membuat Rachel mengangguk dengan derai air mata harunya.     

Awan cerah berwarna biru muda yang begitu menyejukkan mata membawa seorang lelaki mengayun langkah ke arah sebuah lorong dengan pilar-pilar kecil bercat putih dan beberapa kali ia juga tak segan untuk meletakkan seseorang yang tiba-tiba memeluknya dengan tawa cekikan yang membuat siapa pun merinding ketakutan.     

"Maaf Tuan, pasien kami memang sering salah mengira," ucap seorang wanita paruh baya yang dibalut seragam putih dengan topi kecil berwarna senada, dia berucap dalam bahasa Inggris.     

Antoni hanya mengangguk dengan senyum simpul terlukis di wajah tegas itu.     

"Maaf, saya harus segera bertemu seseorang," ujar Antoni saat lengan tangan kekarnya ditahan oleh pasien yang baru ia kembalikan pada suster penjaga.     

Suster itu pun terlihat sedang memberi pengertian jika Antoni bukanlah lelaki yang dia cari selama ini. Tidak berapa lama pasien itu mau untuk melepaskan Antoni dengan tawa yang mengiringi setelahnya.     

Lelaki tampan itu menghela napas dalam. Ia tidak menyangka Anita akan mengalami hal seburuk ini hanya karena dendam pada keluarganya.     

Dan begitu bodohnya Antoni mendapati segala kekayaan keluarganya selama ini mereka dapatkan dengan cara yang begitu biadab.     

Antoni berjalan beriringan dengan asisten pribadinya yang mengarahkan jalan untuk lelaki itu bisa segera bertemu dengan seorang tahanan Negara yang sengaja diberikan perawatan mental sebelum dia benar-benar bisa menjalani masa tahanan setelah semua selesai.     

"Di sana ruang kamar nona Anita, Tuan Antoni."     

"Ruangan nona Anita sangat dijaga ketat oleh polisi. Tidak sembarangan orang bisa masuk." Lanjutnya seraya menunjuk ke arah sebuah kamar yang terlihat begitu hening dengan dua penjaga lelaki bertubuh kekar berbalut seragam keamanan Negara itu.     

"Lalu, bagaimana aku bisa masuk ke dalam?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.