HE ISN'T MYBROTHER

Marina dan Dinu Telah Berpisah



Marina dan Dinu Telah Berpisah

0"Ada apa denganmu, Rian? Hanya mendapatkan kata 'iya' dari tuan Hernandez saja kamu tidak bisa."     
0

"Sekarang lihat, papamu sedang bersenang-senang dengan keluarga barunya." Lanjut Marina dengan suara yang melengking tajam.     

Ia benar-benar tidak habis pikir setelah mendapatkan laporan dari mulut Rian. Ia bahkan semakin di buat murka saja.     

Marina tahu siapa tuan Hernandes. Duda kaya yang begitu setia dengan almarhum istrinya. Lelaki itu bahkan rela tidak menikah asal bisa menemani putrinya.     

Tuan Hernandes semakin digandrungi berbagai wanita yang mulai dari mengincar harta dan berniat untuk memanfaatkan ketidak sempurnakan putri kandungnya sebagai tameng kebaikan sementara.     

Akan tetapi, lelaki itu justru memilih tidak menggubris akan rayuan dan godaan yang terjadi di dunia bisnis. Dan dengan bodohnya, putri Hernandes justru jatuh cinta dengan putra kandung Marina yang tak pernah setia dengan satu wanita.     

"Dasar bodoh, kamu Rian! Harusnya kamu berbaik-baik dengan tuan Hernandes agar dia menyetujui kontrak itu. Mama tidak rela dicampakkan begitu saja oleh papamu!" imbuh wanita paruh baya itu masih dengan emosi yang membuncah.     

Goresan tentang bagaimana Dinu membiarkan dirinya mendorongnya bahkan mencaci maki di depan wajahnya begitu membekas di relung hati Marina.     

Sakit hati akan membuat seseorang yang dulu seperti kucing rumahan dengan bulu halusnya seketika menjadi singa kelaparan. Siap untuk menerkam siapa pun.     

.     

"Dia bukan papaku. Dari awal aku memang tidak mengakuinya, dia hanyalah sebuah mesin uang yang begitu bodoh!" sahut Rian nada dengan sarkas.     

Rian begitu menyesali saat dirinya mengiyakan permintaan Delon untuk bertemu dengan Dinu. Ia pikir akan mendapatkan uang dari Delon juga, tapi nyatanya ia harus menerima kekalahan seperti ini.     

"Sekarang cari cara bagaimana kamu bisa dekat dengan putri Hernandes. Tidak ada gunanya jika kamu hanya mengamati dari jauh! Sampai sekarang pun tidak ada pemberitahuan dari perusahaan Hernandes tentang pertemuanmu kemarin." Marina mendudukkan tubuh tuanya dengan kasar.     

Otaknya benar-benar bantu untuk bisa membantu putranya seperti apa. Sampai saat ini mereka masih terdiam sembari menunggu bagaimana celah masih ke dalam rumah megah tersebut     

"Ada satu taman yang selalu dikunjungi nona dari keluarga Hernandes. Saya juga telah mengatakan kepada Tuan Rian. Tapi, untuk bisa menembus taman itu sangat tidak mudah ..."     

"Penjagaan yang diberikan tuan Hernandes begitu ketat. Tak seorang pun bisa masuk tanpa seizin dari tuan Hernandes," sahut asisten pribadi Rian yang sedari tadi berdiri di samping sofa yang diduduki Rian.     

Rian mengusap dagunya. Ia memang sudah melakukan apa yang dikatakan asisten pribadinya tersebut. Tapi, dirinya memang tidak masuk, kehadiran Rian diketahui oleh salah satu anak buah Hernandes.     

"Tapi, Tuan Rian gagal. Tuan Rian tidak bisa masuk ke sana." Lanjutnya membuat Marina menatap berkilat pada sang putra saat mendengar perkataan pemuda di samping Rian.     

Rian menegakkan punggungnya, ia menoleh ke arah Marina dengan wajah santainya.     

"Aku akan mencoba lagi. Siapa tahu mereka sedang tidak waspada. Dan bagaimana tentang penceraian Mama ... apa semua sudah berakhir?" tanya Rian yang akan segera beranjak dari duduknya, tapi ia urungkan saat melihat ekspresi sedih dari wajah wanita paruh baya tersebut.     

Marina menghela napas panjang. Sesungguhnya rasa cinta itu masih ada untum Dinu. Tapi, mengingat semua terjadi Marina mengubah rasa cinta tersebut.     

"Mama sudah bercerai dengan lelaki tua itu. Sekarang mama akan mencari lelaki yang lebih kaya."     

"Sekarang kau pergilah. Kau harus bisa mendapatkan putri Hernandes." Lanjut Marina yang memutuskan untuk bangkit dari duduknya. Berjalan meninggalkan Rian yang tak memberikan komentar apa pun.     

Wanita paruh baya itu tak mengingkari jika dirinya sedih. Namun, semua telah berakhir. Marina tak harus lagi meratapi segalanya.     

Rian bangkit dari duduk, ia mengkode asisten pribadinya untuk mengikuti langkahnya. Senyum tajam telah ia dapatkan, ia senang melihat mamanya memutuskan mengakhiri pernikahan itu. Karena bagaimanapun, Dinu akan miskin cepat atau lambat.     

Sedangkan mamanya masih terlihat muda. Wanita paruh baya itu pantas mendapatkan lelaki yang kaya dari Dinu.     

"Apa Tuan Rian sedih tentang perceraian nyonya Marina dan tuan Dinu?" tanya asisten pribadi Rian.     

Dia merasa aneh dengan wajah Tuannya. Wajah itu terlihat sedih dan juga bahagia. Entah yang benar yang mana, tapi seluruh ekspresi itu ada di sana.     

"Untuk apa sedih? Aku justru senang mereka bisa bercerai. Karena Dinu hanya memiliki harta seperti ini, mamaku bisa mendapatkan lebih," jawab Rian yang perlahan masuk ke dalam mobilnya.     

Asisten pribadinya mengangguk. Ia sudah menduga akan kalimat yang keluar dari mulut itu. Tuannya penuh dengan kelicikan dan tak mungkin tergores kesedihan di sana.     

"Kita ke taman di mana putri Hernandes sedang bermain."     

Pagi ini adalah hari sibuk. Delon dan Rachel sedikit memacu gerakkan tangannya untuk memasukkan suapan ke dalam mulut. Sedangkan kedua anaknya sudah mulai berbaikan kembali. Bahkan Nefa sudah mau menyuapi roti ke dalam mulut Nathan.     

"Apa Rachel sudah benar-benar menjadi karyawanmu, Lon? Tapi, apa menantu Papa tidak akan kecapekan?"     

Rachel menoleh ke arah Delon yang juga menolehnya dengan mengulas senyum simpul tampannya.     

"Tanya mantu Papa sendiri, dia yang memaksaku. Aku cuma bisa menuruti saja. Rachel lebih mengerikan dari kucing peliharaan Nefa," balas Delon seraya mengedipkan satu mata ke arah istrinya.     

Tadi malam mereka berdua pulang terlalu larut malam. Dan mendapati kedua anaknya yang sudah tertidur pulas di dalam pelukan Dinu. Dan tangan lelaki paruh baya itu masih menggegam boneka yang sudah sering terlepas dari anggota badan.     

Rachel dan Delon sudah bisa menduga jika Nathan dan Nefa berulah kembali, meski mereka telah masuk di usia enam tahun. Namun, Rachel masaih saja merasa sedang mengurus kedua anaknya di umur empat tahun lalu.     

"Iya benar, Pa. Rachel yang memaksa, dan Rachel nggak capek. Rachel juga terkadang belajar berjalan di kantor," tambah Rachel membuat kepala lelaki paruh baya itu mengangguk.     

Dinu terlihat memasukkan roti ke dalam mulutnya. Mulut tua itu menguyah dengan perlahan. "Papa sudah bercerai dengan Marina. Kami sudah tidak memiliki hubungan apa pun sekarang."     

Rachel yang mendengar perkataan Dinu mendadak melepaskan begitu saja sendok yang berada di genggaman tangannya. Rachel tersentak, ia kemudian mengarahkan pandangan pada denting sendok yang jatuh terjatuh di atas piring.     

"Papa tidak apa-apa?" tanya Rachel penuh perhatian. Ia tahu keputusan ini begitu berat untuk Dinu melihat cinta telah tumbuh di sana.     

Dinu menghembuskan napas dalam. Kepala tua itu tertunduk lemas, ia lega dan sedih. Dua elemen perasaan itu bercampur menjadi satu. Lidahnya terasa kelu untuk menjawab pertanyaan sang menantu yang masih menunggu jawaban darinya.     

"Sayang, lebih baik Papa berpisah. Rian tidak menyukai Papa ... dan itu tidak akan baik," bisik Delon lirih.     

"Tapi, Kak ... lihat Papa ...."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.