HE ISN'T MYBROTHER

Rachel Bisa Berjalan



Rachel Bisa Berjalan

Dinu sudah mengatakan dirinya tidak apa-apa. Tapi, menantu cantiknya masih saja seperti enggan untuk meninggalkan dirinya.     

Tangan lembut itu masih saja menggegam tangan tua Dinu. Rachel seakan sedang memberi sumber kekuatan padanya setelah seluruh kejadian buruk menimpa dirinya.     

"Papa, katakan yang sejujurnya. Rachel tidak apa-apa jika harus menemai papa. Rachel tahu ini tidaklah mudah untuk diterima," kata Rachel kembali.     

Dinu mengulas senyum khasnya. Ia benar-benara beruntung telah memiliki menantu seperti Rachel. Seandainya Perempuan cantik itu tidak berjodoh dengan Delon, entah akan jadi apa putranya.     

Delon bangkit dari duduknya. Ia mengangkat tubuh kecil putrinya untuk digendong. "Tidak apa-apa jika Rachel mau menemani papa. Hari ini Regan juga datang ke kantor. Dan membuat tugas Rachel juga tidak terlalu berat," sahutnya.     

Dinu mendongak menatap keberadaan putranya yang sedang menggapai tas Nefa yang dibawa Nathan.     

"Terima kasih, Sayang," ucap Delon pada sang putra yang mengangguk dengan senyum simpulnya.     

Pandangan Dinu kemudian beralih pada sang menantu yang masih menggegam tangannya.     

"Kamu bekerjalah, Sayang. Papa tidak apa-apa. Apa yang dikatakan suamimu benar. Papa hanya perlu istirahat saja, pasti Papa bisa melupakan ini semua," tanggap Dinu yang akhirnya membuat tangan Rachel terlepas perlahan dari tautan genggaman mereka berdua.     

Rachel mengangguk mengiyakan keputusan yang telah dibuat Dinu sekarang. Rachel sudah menganggap lelaki paruh baya di sampingnya sebagai ayah kandungnya sendiri. Ia tidak akan mungkin membiarkan Dinu sedih meratapi kesedihan seorang diri.     

"Baiklah, Pa. Rachel berangkat dulu ya! Papa baik-baik di rumah. Tenang aja rumah ini di jaga seluruh pengawal Kak Delon ... Papa pasti aman di sini," ucap Rachel seraya mengarahkan pandangan ke arah suaminya.     

Dinu mengangguk paham. Ia tmjugantidak berniat ke mana pun hari ini. Dinu memang butuh beristirahat.     

"Baiklah, Menantu Papa yang cantik. Terima kasih. Cepatlah kalian berangkat, Papa takut jalanan akan macet jika berangkat lebih siang lagi," kata Dinu yang membuat Rachel tertawa ringan.     

Delon akhirnya mendorong kursi roda istrinya dengan satu tangan menggendong sang putri kecil, sedangkan Nathan berjalan di samping kursi roda Rachel.     

"Papa, Mama kerja lagi ya?" tanya Nathan yang tiba-tiba membuyarkan lamunan dari Delon dan Rachel.     

Rachel mengulurkan satu tangannya untuk mengusap kepala belakang putranya. Senyum cantik itu terbit dengan begitu cerah.     

"Bukan, Sayang. Mama sedang belajar di kantor Papa. Perusahaan kakek sudah bangkrut dan harus kita bangkitkan lagi," jelas Rachel. Ia yakin jika Nathan paham akan hal bisnis meski umurnya masih begitu muda.     

Sedari kecil papanya sering membacakan bursa saham di saat Nathan duduk di pangkuan papanya. Dan ia juga melihat Nathan terkadang bisa menganalisis data yang menurut Rachel sulit menjadi mudah untuk dipahami oleh siapa pun yang tidak paham akan bisnis.     

Mungkin saja saat Nathan bisa memahami segalanya dunia bisnis bisa berada digenggaman Nathan seperti Delon yang diam-diam begitu sukses membuat perusahaan sendiri tanpa sepengetahuan dirinya.     

"Oh, begitu Ma? Apa Nathan boleh ke kantor Papa?" tanya Nathan yang terlihat begitu antusias ingin kembali berkunjung ke sana.     

Rachel mengangguk kembali menjawab pertanyaan Nathan. "Boleh, tapi setelah Nathan libur sekolah. Karena saat Nathan dan Nefa pulang sekolah, karyawan kantor sudah akan pulang," tanggapnya yang diangguki Nathan.     

Delon sudah memasukkan putri kecilnya ke dalam mobil. Sekarang giliran Nathan, lelaki tampan itu tak pernah mengeluh mendapati aktivitas sehari-harinya seperti ini. Delon justru begitu bahagia saat bisa bersama dengan keluarga kecilnya.     

"Sekarang giliran kamu, Sayang ... kamu mau gaya apa? Atau mau menciumku terlebih dulu?" Lelaki tampan itu mencodongkan tubuhnya ke arah Rachel.     

Tapi, Delon justru menautkan kedua alisnya saat mendapati buku tangan istri cantiknya menyentuh bibirnya seraya memberi dorongan kebelakang kepala Delon.     

"Kenapa, Sayang? Kamu sudah bosan dengan wajah tampan suamimu ini?" tanya Delon kembali. Ia begitu aneh mendapati penolakan istrinya untuk pertama kalinya sepanjang pagi yang mereka lalui bersama.     

Rachel menerbitkan senyum cantiknya. Ia merasa tumpuan kakinya sudah mulai kuat, meski ia tidak bisa berlama-lama berdiri tanpa berpegangan.     

"Aku ingin berjalan sampai ke mobil. Tapi, kamu pegangin aku bisa?"     

Perkataan Rachel membuat kedua kelopak mata tegas Delon sulit mengerjab mendapati permintaan Istrinya di luar dugaannya.     

Sejak kapan Rachel bisa berjalan sendiri? Dalam masa latihan terakhir, perempuan cantik itu bahkan tak mampu menegakkan kedua kaki itu untuk berdiri meski ia memegangi tubuh istrinya.     

Tapi, apa kalo ini Rachel bisa melakukan itu? Bukan Delon ingin meragukan apa yang akan dilakukan Istrinya. Dirinya hanya merasa takut jika Rachel akan sedih kembali mendapati perubahan itu belum ia dapati.     

"Kak, ayolah! Kenapa jadi diam begitu? Kasihan anak-anak kelamaan menunggu di dalam mobil." Ulang Rachel yang membuat lamunan Delon juga terpecah. Sorot mata teduh itu menatap lekat ke arah kedua manik coklat madu yang membuat Delon jatuh hati.     

Lelaki tampan itu berniat mencari keyakinan dan keraguan di sana. Dan Delon akhirnya menggeleng kepala saat mendapati ia melihat keyakinan di sana.     

"Tapi, jangan sedih atau seperti latihan terakhir. Aku tidak mau melihat istriku menangis lagi. Jika, sakit katakan saja. Biar aku langsung menggendongmu, Sayang," ujar Delon penuh dengan kekhawatiran.     

Sedangkan Rachel hanya membalas dengan mengerjapkan kedua kelopak mata itu dengan manis.     

Tangan Delon terulur untuk menyentuh jantungnya. Ia benar-benar tak bisa melihat wajah cantik itu terlihat begitu manja dan menggemaskan.     

"Sayang, kita tidak perlu kerja ya! Kita seharian di kamar saja ... kita harus—"     

"Mulai, deh kalau dibaikin begitu. Ayo bantu aku berdiri, jangan aneh-aneh ini masih pagi." Rachel menjulurkan kedua tangannya ke arah Delon untuk membantu dirinya berdiri.     

Delon menggaruk kepala belakangnya dengan senyum canggungnya. Ia pun langsung menggapai satu tangan istrinya dan tangan satunya menahan pinggang ramping Rachel.     

"Pelan-pelan saja, Sayang. Kamu tidak perlu memaksakan diri," kata Delon untuk menyemangati Rachel saat kedua kaki yang berbalut heels rendah itu mulai menyentuh permukaan paping.     

Rachel tidak menanggapi rasa kecemasan yang sedang suaminya alami. Ia diam-diam sudah belajar berdiri dan berjalan tanpa sepengetahuan suaminya.     

Menangis, terjatuh, dan tertawa sudah Rachel alami sendiri. Ia tidak mau menjadi istri yang tak berguna meski Delon selalu mengatakan selamanya akan mencintai Rachel.     

"Aku akan pelan-pelan, Kak. Apa sekarang kamu bisa melepaskanku perlahan. Jarak pintu mobil sudah tingga sedikit. Jika aku jatuh pasti akan jatuh di sana," ucap perempuan cantik.itu seraya menujuk ke arah bangku empuk mobil mewah tersebut.     

Delon nampak ragu mengiyakan permintaan istrinya. Tapi, kedua tangan Rachel justru memaksa tangannya melapas tautan tangan mereka.     

Akhirnya lelaki tampan itu menuruti permintaan dari Rachel. Perlahan tubuh Rachel berdiri dengan kedua kaki yang bergetar, namun hal tersebut sungguh membuat kedua mata Delon berbinar tak percaya.     

"Sejak kapan kamu bisa seperti ini, Sayang? Astaga... perkembangan yang begitu menakjubkan."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.